Pesta Keluarga Kudus dari Nazaret dan Kisah Ridwan Kamil
Sebuah Renungan Akhir Tahun
Penghujung tahun 2025 diwarnai kabar yang mengejutkan publik: Ridwan Kamil dan Ibu Cinta dikabarkan berakhir di Pengadilan Agama. Nyonya Ridwan Kamil melayangkan gugat cerai usai drama keluarga yang sekian lama tertutup rapat akhirnya terungkap. Sosok pesohor yang selama hampir tiga dekade terlihat ideal, harmonis, dan serasi ini ternyata bermuara pada situasi yang tidak baik-baik saja.
Isu yang beredar kian memanaskan media sosial. Berbagai gosip mengenai kehadiran perempuan muda, kalangan artis, hingga hiruk-pikuk dunia hiburan dibeberkan oleh media, baik media sosial maupun media arus utama. Inilah konsekuensi logis bagi mereka yang telah menjadi milik publik.
Kontras dengan Keluarga Kudus Nazaret
Di sisi lain, iman Kristiani merayakan Pesta Keluarga Kudus. Yesus lahir di tengah keluarga bersahaja: Bunda Maria dan Santo Yosep. Mereka adalah orang biasa. Yosep, seorang tukang kayu setengah baya, mendapati Maria, perawan muda yang baru bertunangan, ternyata telah mengandung. Namun, Yosep adalah laki-laki yang bertanggung jawab. Ia tetap setia mendampingi dan menjadi bapa yang tulus bagi Yesus.
Hidup mereka sederhana, jauh dari kesan glamor, mewah, apalagi haus ketenaran. Saat Maria hendak melahirkan, tidak ada penginapan hangat, bersih, atau mahal yang menyambut mereka. Hanya kandang hewan yang tersedia, dan Sang Bayi Mulia itu pun diletakkan di palungan.
Sangat kontras dengan citra kemewahan modern, Yosep adalah bapa yang sederhana. Ia bukan pejabat penting dan tidak dikelilingi oleh gemerlap dunia. Namun, ia dipilih Allah untuk menaungi Sang Emanuel. Kehadiran Yesus-lah yang memampukan Yosep dan Maria untuk tetap saleh, taat, dan bersatu dalam kesulitan.
Refleksi Model Kehidupan Masa Kini
Di era kini, materi, pangkat, jabatan, dan ketenaran seolah menjadi “tuhan” baru. Dari fenomena ini, ada beberapa poin penting untuk direnungkan:
- Hampa di Tengah Kelimpahan: Bagaimana mungkin materi melimpah namun hidup terasa hampa? Anak-anak asyik dengan dunia digitalnya (PS dan game online), sementara orang tua sibuk dari satu rapat ke rapat lain, atau arisan ke sana ke mari. Anak-anak akhirnya “diasuh” oleh asisten atau sekadar uang. Lebih miris lagi jika materi tersebut diperoleh dari hasil menggerogoti hak orang lain atau uang negara. Bagaimana pertanggungjawaban orang tua model demikian di hadapan Tuhan?
- Kesehatan Mental Anak: Anak-anak yang kesepian cenderung tumbuh menjadi pribadi yang apatis, minim empati, dan labil. Ketika orientasi kehangatan keluarga bergeser menjadi sekadar pemenuhan materi, gangguan mental pada anak menjadi ancaman nyata. Kasus-kasus tragis, seperti dugaan anak di bawah umur yang tega melukai orang tuanya, adalah alarm keras bagi kita semua.
- Penyakit “Viralisme”: Kecenderungan untuk menjadi viral demi mengejar keuntungan (cuan) telah menjadi gejala umum. Demi angka di rekening, banyak orang melupakan proses dan integritas. Namun, popularitas di media sosial tidak sesederhana kelihatannya; tanpa akar yang kuat, ia justru bisa berujung pada frustasi.
- Abaikan Proses, Fokus Hasil: Masyarakat yang terbuai gaya hidup mewah di layar kaca seringkali ingin mencapai segalanya secara instan. Mereka lupa bahwa ada proses panjang, kerja keras, dan kejujuran yang harus dilalui.
Meneladani Komunitas Cinta yang Sejati
Keluarga Kudus adalah komunitas cinta yang sesungguhnya—bukan sekadar sebutan “Ibu Cinta” yang melekat pada sosok tertentu, melainkan cinta yang lahir dari ketulusan.
Maria adalah teladan keutamaan yang menyimpan segala perkara dalam hatinya. Ia mengambil risiko besar, termasuk ancaman hukum rajam saat mengandung Yesus, dan setia mendampingi Putranya hingga ke puncak Golgota. Yosep pun demikian; dengan iman, ia membawa Maria dan bayi Yesus mengungsi ke Mesir di tengah kecemasan dan ketidakberdayaan.
Jalan sunyi mereka adalah bukti bahwa cinta sejati melibatkan pengorbanan. Tidak ada orang tua yang ingin anaknya lahir di kandang atau hidup dalam pengungsian. Namun, karena ketaatan pada karya keselamatan Allah, mereka menjalaninya dengan ikhlas.
Bayangkan jika Maria dan Yosep hanya mencari aman atau hanya fokus pada kenyamanan mereka sendiri. Karya keselamatan Allah mungkin tidak akan terlaksana. Kejujuran, ketulusan hati, dan kerelaan menanggung risiko adalah kunci yang membawa keselamatan bagi dunia.
Teladan Keluarga Kudus Nazaret menjadi pengingat bagi setiap keluarga, komunitas, dan masyarakat: bahwa cinta itu harus berwujud dalam tindakan nyata, bukan sekadar rangkaian kata-kata manis di depan kamera.
Akhirnya, peristiwa yang menimpa tokoh publik seperti Ridwan Kamil menjadi cermin bagi kita semua bahwa popularitas dan kemapanan materi bukanlah jaminan keutuhan sebuah rumah tangga. Akhir tahun ini menjadi momentum untuk pulang kembali ke esensi Keluarga Kudus Nazaret: sebuah keluarga yang tidak dibangun di atas citra atau puja-puji duniawi, melainkan di atas fondasi iman, keterbukaan, dan kehadiran yang nyata satu sama lain. Mari kita tutup tahun ini dengan komitmen untuk lebih mementingkan kedalaman relasi daripada sekadar tampilan luar, sehingga keluarga kita tidak hanya terlihat indah di layar kaca atau media sosial, namun benar-benar menjadi oase kedamaian dan keselamatan bagi setiap anggotanya.

Bukan siapa-siapa.