RP Ignatius Widodo, SMM: 30 Tahun Penuh Syukur Menghidupi Panggilan Imamat

pastur pribumi pertama dari kongregasi Serikat Maria Monfortan (SMM) yang sepenuhnya menjalani pendidikan dan ditahbiskan di Indonesia.

0 82

Katolikana.com—“Yang bisa menghasilkan uang malah tidak mau bekerja,” begitu sang ibunda menanggapi keinginan Widodo muda untuk menjadi imam. Tiga puluh sembilan tahunan yang lalu.

Tentu dapat dimaklumi. Dengan enam orang anak dan kepala keluarga yang bekerja sendiri sebagai (hanya) seorang guru sekolah dasar, harapan sang ibunda supaya si sulung bekerja dan dapat membantu pendidikan adik-adiknya adalah hal yang sangat-sangat wajar.

Sewajar harapan bahwa setelah anak-anak mendapat pendidikan yang baik lalu kemudian akan dapat bekerja dan hidup secara layak. Dan itu akan sudah sangat melegakan hatinya. Tidak ada hal lain yang diharapkan selain kebahagiaan anak-anaknya. Anak-anak adalah tidak saja harapan, tetapi juga seluruh hidupnya.

***

RP. Ignatius Widodo SMM

“Semestinya saya merayakan 25 tahun imamat tahun 2020 di tempat ini. Tetapi waktu itu lalu ada pandemi Covid-19 jadi tertunda lima tahun,” kata Romo Iganatius Widodo, SMM dengan wajah sumringah pada awal homili mensyukuri 30 tahun imamat sebagai imam.

Misa Syukur hari Sabtu (28/6/2025) berlangsung tidak saja meriah tetapi juga hangat. Meriah karena konselebran misa syukur berjumlah sepuluh imam. Termasuk Romo Pimpinan Umum Serikat Maria Monfortan.

Hangat karena dihadiri seluruh keluarga besar Romo Widodo, baik mereka yang katolik maupun muslim, bahkan ada cindera mata yang terdiri dari untaian rosario dan tasbih. Rosario untuk saudara mereka yang katolik dan tasbih untuk saudara mereka yang muslim. Semua merayakan dengan penuh syukur.

Seperti diketahui, keluarga besar Romo Widodo terdiri dari penganut agama Katolik dan Muslim. Satu set tenda berwarna cream dipasang memanjang di halaman pada antara dua rumah kerabatnya di kampung halaman.

“Dulu rumah aslinya berarsitektur Jawa Kampung,” kata Romo Widodo mengenang rumah lamanya tempat ia berenam tumbuh bersama di dusun Wulung.

Dusun Wulung sekarang dibelah oleh jalan beraspal bagus. Jalan lain yang menghubungkan dengan dusun Malang juga sudah dicor beton. Pohon-pohon masih lebat di sekitar tegalan dusun. Pedusunan di kaki Gunung Merbabu itu sekarang juga sudah cukup dialiri air bersih untuk kebutuhan rumah tangga.

“Kalau mandi, dulu harus turun ke lembah di sana yang airnya dingin. Konon kalau mau sekolah ya lebih sering hanya cuci muka,” katanya sambil tergelak dan dengan senyum lebar.

Widodo harus berjalan kaki selama satu jam lebih sewaktu di sekolah menengah pertama. Sekolahnya adalah SMP Persiapan Negeri Sawangan yang berjalak sekitar 6,3 km dari rumahnya.

“Dari sini ke Malang, terus turun ke Nongo, naik ke Seketi, turun ke Butuh Wetan. Terus tidak lewat Butuh Kulon, tetapi lewat Semaren dengan menyeberangi Kali Mangu. Itu kalau tidak sedang banjir. Kalau banjir maka harus muter lagi lewat Butuh Kulon, Margowangsan baru sampai ke sekolah,” katanya dengan senyum lebar.

Dalam setahun kalau terus-menerus berjalan kaki selama 6 hari sekolah, maka Widodo muda harus berjalan kaki sejauh 3.943 km. atau sejauh 11.829 km kalau selama 3 tahun.

“Itupun terkadang tidak membawa uang saku,” kenangnya akan saat-saat yang menempanya sehingga menjadi pribadi yang tidak saja tangguh secara mental, tetapi juga kuat secara fisik.

***

Selepas SMP, Widodo bersekolah di SPG Van Lith yang diasuh oleh para Bruder FIC. Tiga setengah tahun (karena ada perubahan waktu tahun ajaran baru dari mulai Januari menjadi Juli) di sana, Widodo muda tertarik untuk menjadi bruder.

Minat yang tidak mendapat tanggapan positif dari ayahnya Pak Muh Kandam. Opsinya kemudian adalah diijinkan untuk menempuh pendidikan sarjana di Universitas Sanata Dharma, daripada masuk ke postulan sebagai pendidikan awal untuk calon bruder FIC di Muntilan.

Selesai studi di Sadhar, Widodo berangkat ke Sintang untuk memulai karirnya sebagai seorang guru. Sesuai latar belakang pendidikannya, ia berkontrak tiga tahun dengan yayasan pendidikan milik Keuskupan Sintang tetapi baru dijalani dua tahun ia kembali menapaki jalan panggilannya yang belum juga padam.

Waktu itu sempat berdiskusi dengan seorang romo CM tetapi lalu hatinya tertambat dengan karya SMM di pedalaman Kalimantan.

“Sebenarnya saya baru omong-omong dengan para pastur SMM, tetapi lalu kemudian mereka menyambut dengan hangat dan jadilah saya memulai pendidikan novisiat SMM di Bandung,” lanjutnya.

Kelak, Widodo menjadi pastur pribumi pertama yang sepenuhnya menjalani pendidikan dan ditahbiskan di Indonesia. Seperti diketahui, Serikat Maria Monfortan didirikan di Prancis sebelum karyanya juga hadir di Kalimantan.

“Saya menggantikan seorang pastur Belanda yang menjadi idola umat setempat,” katanya tentang perutusan pertamanya. Ia mengaku sungguh tidak mudah dengan perutusan itu. Ia yang muda dan miskin pengalaman harus menggantikan seorang pastur senior yang kaya pengalaman dan dicintai umat.

“Pokoknya saya berprinsip untuk memberikan yang terbaik yang saya miliki,” katanya tentang kiat pengabdiannya.

***

Pada homili perayaan 30 tahun imamat sebagai pastor SMM, berulang-kali Widodo menyebut bahwa “emas dan perak tidak ada padaku.” Ia sungguh merefleksikan betapa Tuhan begitu baik selama ia dengan takzim dapat menjalani perutusannya. Ia hanya memiliki diri yang menurutnya sama sekali tidak cemerlang dan layak.

“Saya sempat enam bulan harus secara khusus studi Bahasa Inggris di Filipina, karena Bahasa Inggris saya demikian buruk. Lalu melanjutkan waktu belajar Bahas Inggris di Singapura,” urainya tentang keterbatasan diri yang sampai saat ini tetapi dipakai oleh Tuhan.

“Saya bahagia dengan panggilan sebagai imam. Meski saya tidak memiliki apa-apa. Saya merasa hidup saya dapat memberikan makna bagi lebih banyak orang. Kalau misalnya saya kembali ke keluarga pun, saya tidak yakin akan dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada,” pungkasnya. (*)

Kontributor: Adrian Diarto, anggota Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias.

 

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Leave A Reply

Your email address will not be published.