Yuk, Kenali dan Tangani Gangguan Jiwa Skizofrenia

dr. Brishatami Sawitri Sp.KJ: Penyakit Skizofrenia Bisa Disembuhkan

0 429

Katolikana.com—Skizofrenia (Schizophrenia) merupakan penyakit gangguan jiwa berat. Jenis penyakit ini sering terjadi di Indonesia.  Masyarakat lebih mengenalnya dengan istilah gangguan kejiwaan atau Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

Yang membuat prihatin adalah adanya stigma negatif yang beredar dari orang yang tidak mengerti dan membuat mereka menjadi makhluk terasing. Padahal jika di logika, penyakit ini sama seperti penyakit pada umumnya yang bisa disembuhkan.

Dosen Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universtias Airlangga dr. Brihastami Sawitri Sp.KJ  dan Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Drs. Thomas Aquino Prapancha Hary, M.Si membahas hal ini dalam Live Talkshow Radio Katolikana, Jumat (20/8/2021), dipandu oleh Heru Danardatu dan Felita.

Gejala Bisa Berbeda

dr. Brihastami Sawitri Sp.KJ, Dosen Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universtias Airlangga

dr. Brishatami Sawitri Sp.KJ, yang biasa disapa Mya menjelaskan secara umum Skizofernia termasuk dalam penyakit gangguan jiwa yang tergolong berat.

Dalam dunia medis penyakit ini ditandai dengan beberapa hal. Namun, medis lebih mengenalnya dengan dua hal, yaitu gejala positif dan negatif.

“Gejala positif itu yang seharusnya tidak ada di orang normal tapi ada di Skizofrenia,” ujar Mya.

Menurut Mya, gejala positif itu contohnya waham atau delusi yaitu kepercayaan yang tidak benar. Misalnya, percaya bahwa dia seorang presiden, atau dia sedang dimata-matai.

“Lalu, halusinasi, dia mendengar bisikan bahwa akan ada yang mencelakai atau ada yang menyukai dan sebagainya,” tambah Mya.

“Gejala negatif berbeda satu dengan yang lain, karena jenis dari penyakit Skizofrenia pun beragam. Jika dilihat dari motorik, misalnya gelisah, tidak bisa diam, atau justru tidak bergerak sama sekali, dalam arti gampang dibentuk,” imbuhnya.

Mya mengatakan, pada intinya, nama penyakitnya sama namun gejala yang ditimbulkan setiap individu bisa berbeda.

“Skizofernia bisa saja diderita menahun dan butuh waktu lama untuk pemulihan. Jika dengan obat pun rata-rata hanya menunjukkan perbaikan ringan. Namun perlu dipertahankan agar tetap baik, karena jika tidak dijaga maka bisa kambuh lagi,” paparnya.

“Mungkin yang kami ketahui masih beberapa persen dan masih dalam penelitian lanjut. Otak kita ‘kan amazing dari Tuhan.

Penyebab Skizofrenia

Menurut Mya, ada beberapa hal yang diperkirakan menjadi penyebab dari gangguan Skizofrenia.

Pertama, ada yang menghubungkan dengan neuro-transmitter atau zat kimia otak.

Kedua, ada yang meneliti dengan melakukan scan, dan menemukan perbedaan dengan adanya penurunan atau adanya pengaruh pengerutan.

Ketiga, bisa juga bawaan dari biologis.

“Asal penyakit Skizofrenia belum bisa dimengerti 100 persen.  Saat ini dunia masih dalam proses riset untuk memahami apa sebenarnya penyakit Skizofrenia,” tambahnya.

Ketergantungan Obat

Menurut Mya, karena sebagian besar pengaruh penyakit Skizofrenia adalah neurotransmitter, terlebih jika sakitnya kronis dan akhirnya harus berobat secara teratur, maka obat terbukti dapat membantu.

Ketika melakukan psikoterapi pengidap ODS (Orang dengan Skizofrenia), kadang obat belum dikonsumsi oleh pasien. Hal seperti ini sulit untuk dilakukan psikoterapi secara optimal karena pemahaman yang terganggu.

“Seni mengobati pasien ODS: kami harus mendapatkan obat yang cocok. Kami juga butuh bekerja sama dengan pasien dan keluarga, baru kemudian menjalankan psikoterapi non-obat,” katanya.

Menurut Mia, Skizofrenia ditandai dengan penurunan fungsi. Jadi setiap apa yang dilakukannya menjadi terganggu.

“Pengidap penyakit ini biasanya tidak merasakan sakit atau ia sedang sakit, namun justru orang di sekitarnya yang terasa,” tambahnya.

Setiap Orang itu Unik

Drs. Thomas Aquino Prapancha Hary, M.Si, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Dari kaca mata psikologi, setiap manusia memiliki individual difference. Setiap orang itu unik dan setiap orang itu berbeda.

“Ada orang yang merasa normal tapi dalam diagnosis dia dikatakan sakit. Menurut saya itu adalah orang yang paling bahagia karena tidak merasa sakit,” ujar Drs. TA Prapancha Hary, M.Si.

Hary menegaskan, psikologi tak bisa menggunakan istilah ‘sembuh atau sakit’ namun ‘hidupnya bermakna atau tidak’.

Menurut Hary, di dalam ego manusia memiliki dua jenis, yaitu ego konkret dan ego alien.

Ego alien itu seperti ada orang lain dalam diri kita. Dalam kondisi tertentu, itu merupakan hal normal.

Namun jika tidak bisa mengembalikan ke ego konkret, kita akan terjebak dan terjadi perpecahan kepribadian. Itulah terjadinya Skizofrenia.

“Tingkat kesadarannya tidak seperti pada umumnya. Dia punya semacam dunianya sendiri,” tegasnya.

Menurut Hary, pengobatan dengan intervensi psikologi memakan waktu lama karena harus menunggu orang yang mengidap penyakit percaya kepada psikolog yang menanganinya, agar dapat ‘masuk’ ke tahap pengobatan.

“Jika pasien tidak bisa diajak komunikasi sama sekali mau intervensi psikologi sehebat apa pun tidak akan efektif. Pasien harus mendapatkan pendampingan dari psikiater untuk diberikan intervensi secara medis,” ujarnya.

Menurut Hary, secara umum masyarakat awam bisa melihat gejala penyakit Skizofrenia:

  • Jalan pikiran tidak runut.
  • Tidak memperhatikan kondisi tubuh, misalnya jarang mandi.
  • Tidak suka atau tidak begitu dekat dengan orang.
  • Kadang mempunyai dunia sendiri yang orang lain tidak memahami.

Hary menambahkan, klien pengidap Skizofrenia punya dunianya sendiri dan cenderung tidak peduli dengan omongan orang lain.

“Kalau sudah punya pemahaman, meski tidak sesuai kaidah umum, dia tetap menganggap benar, yakin, dan merasa bangga. Biasanya suasana hatinya bisa cepat sekali berubah,” ujarnya.

Hary menegaskan, yang perlu diingat, bukan berarti kita sebagai orang awam bisa menghakimi orang tersebut.**

Leave A Reply

Your email address will not be published.