Pelaksanaan masa orientasi sekolah (MOS) tahun ajaran 2015/2016 menelan beberapa korban. Sekalipun istilah MOS telah diganti dengan istilah “Masa Orientasi Peserta Didik Baru” (MOPDB), namun isi program ini masih tetap saja seperti tahun-tahun sebelumnya. Sebagai akibat, ada siswa yang meninggal dunia selama kegiatan MOPDB tersebut. Ada yang meninggal dunia karena tenggelam, dan ada pula yang meninggal dunia karena kelelahan.
Untuk mencegah peristiwa semacam itu, Menteri Pendidikan Dasar, Menengah, dan Kebudayaan Anies Baswedan mengeluarkan surat edaran sebagai pedoman bagi sekolah melaksanakan MOPDB. Surat itu mengatakan, orientasi siswa baru bertujuan untuk mengenalkan segala aktivitas sekolah, bukan mempermalukan, merendahkan, dan melukai harga diri siswa baru, atau ajang balas dendam bagi para senior. Namun demikian, pelaksanaan MOPDB 2015 masih saja menelan beberapa korban.
Masa orientasi sekolah seharusnya dapat menjadi kesempatan siswa untuk mengorientasikan tentang budaya sekolah, nilai-nilai keunggulan serta memberikan pedoman dan etika berperilaku lebih lanjut kepada siswa baru. Misal, bila sekolah ingin mengorientasikan seluruh siswa untuk memusatkan karakter menghargai dan cinta kasih, maka masa orientasi sekolah harus dapat menciptakan kegiatan, di mana nilai penghargaan dan cinta kasih sungguh dialami setiap siswa, guru, dan warga sekolah sejak hari pertama sekolah.
Pengalaman cinta kasih juga bisa diciptakan di sekolah melalui kegiatan yang melibatkan para pengajar dengan seluruh siswa. Misal melalui organisasi siswa, seperti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Para pengurus OSIS bersama kepala sekolah menyambut kedatangan siswa baru di pintu gerbang sekolah dengan keramahan dan salam jabat tangan yang hangat dan tulus. Kemudian seorang siswa mengantar siswa baru ke kelas. Di dalam kelas, wali kelas dengan beberapa siswa menyambut siswa baru itu dengan salam penuh antusias. Wali kelas memperkenalkan diri dan beberapa siswa yang hadir menyambut murid baru dengan saling memperkenalkan diri. Kemudian siswa baru dibawa keliling sekolah untuk memperlihatkan ruang guru, kantin, perpustakaan, dan berbagai tempat yang ada di sekolah. Di setiap ruangan yang dimasuki, mereka diterima dengan hangat oleh guru dan siswa yang menjadi penanggung jawab. Pengalaman seperti ini memberi sebuah nilai bagi siswa baru. Betapa indah hidup sebagai saudara dan saling menghargai. Inilah cara setiap orang mengalami pengalaman cinta kasih.
Setelah semua sudah saling berinteraksi, siswa baru dan siswa lama semakin mengenal. Selanjutnya pengalaman nilai ini direfleksikan dalam setiap kelas didampingi wali kelas yang sudah siap dengan pertanyaan-pertanyaan untuk berdiskusi. Kepada setiap siswa ditanyakan, “Bagaimana perasaanmu dengan pengalaman berinteraksi pada hari pertama ini?” atau, “Apakah kalian mau kalau keadaan seperti ini kita alami setiap hari?” Tentu para siswa akan mengungkapkan perasaan mereka. Ada yang gembira, bahagia, merasa antusias, merasakan bersaudara, saling menghargai, merasa bernilai, berharga, dan merasa nyaman.
Masa orientasi sekolah merupakan kegiatan yang menjadi awal sebuah gerakan membangun budaya nilai di komunitas sekolah. Kegiatan masa orientasi sekolah selanjutnya bisa diisi dengan kegiatan yang bermanfaat bagi siswa. Mereka belajar cara membuat mind mapping, membuat ringkasan, mengelola waktu, mengelola emosi, membuat jadwal harian, cara berkomunikasi yang baik, cara mengatasi berbagai masalah yang dihadapi, serta yang lain. Masa orientasi sekolah yang seperti ini, bila bisa dilakukan di sekolah-sekolah Katolik tentu akan mampu menghadirkan nilai-nilai cinta kasih yang sungguh dialami semua anggota komunitas sekolah.
Fidelis Waruwu
Sumber artikel: http://majalah.hidupkatolik.com/2017/08/21/6724/pembentukan-budaya-sekolah/