
Katolikana.com – Suatu hari saya turney (kunjungan ke pedalaman) bukan turu kono turu kene – tidur sana tidur sini – untuk membantu misa di salah satu paroki. Jarak paroki yang saya bantu dengan tempat tugas saya di Seminari Menengah St. Laurensius Ketapang itu kira kira 5 jam perjalanan naik motor (tidak berdasar kilometer tergantung situasi jalan).
Setelah sampai di paroki ternyata saya membantu misa di salah satu stasi yang jaraknya masih kira-kira dua jam perjalanan motor. Semua peralatan misa siap, alat tambal ban dan pompa sudah siap. Lalu berangkatlah saya turney.
Sesampai di tempat misa, gereja stasi masih kosong, umat belum datang. Pintu tidak dikunci, karena kapel lama gak disapu lalu saya sapu dan menyiapkan alat-alat misa. Kayak orang dagangan nata alat misa sendiri, misa dan membereskan sendiri. Setelah selesai menata, mulai ada satu dua umat yang datang.
“Ini pastor yang mau misa di sini ya?”
“Ohhh iyaa saya Romo Budi yang akan misa di sini.”
Bapak tokoh umat tadi lalu membunyikanlah bel (seperti bel anak sekolah).
“Theeengg..theeeeng…theeng… Pastor datang! Pastor datang!”
Beberapa menit kemudian umat mulai berdatangan. Dan, misa dimulai molor 45 menit.
Selesai misa, ada acara makan dan minum tuak bersama. Lalu saya pamit pulang, Sebelum pulang ada yang menghampiri saya memberi beras 1 kilogram dan ayam PIR (ayam masih remaja), kalau anak ayam namanya ayam PIA, untuk dibawa pulang (semacam ‘stipendium’).
Beras tadi saya ikat di belakang bersama dengan alat-alat tambal ban, sedang ayam digantung di bagian besi belakang sadel motor.
Setiap kali nggronjal ayamnya selalu teriak “kiyeeeek kiyeeek” kasian juga, padahal perjalanan masih jauh. Setiap kali saya berhenti ayamnya saya ajak omong, “sabar ya, pelan-pelan saja nanti pasti sampai.”
“Leren sik yo!” – istirahat dulu ya, sambil kepalanya saya dongakan ke atas biar gak pusing dan pucet. Karena saya kasihan sama ayamnya, lalu saya mencoba mencari ide selama perjalanan.
Akhirnya saya menemukan tas plastik warna hitam yang masih kotor. Saya cuci tas itu dan kibas-kibaskan supaya cepat kering. Ayam saya ikat kakinya dan saya masukkan ke plastik dan tas ransel saya yang berisi jubah dan alat-alat misa.
Saya mulai berani agak kencang mengendarai sepeda motor karena ayamnya sudah agak tenang. Selama dalam perjalanan saya ngobrol dengan ayam itu, “Udah sana kalau kamu mau misa itu anggur dan hostinya masih, biasa saja lho ya!” Dan selama perjalanan ayamnya tidak lagi teriak-teriak “kiyeek…kiyekk” – mungkin ayamnya lagi misa.
Akhirnya, tibalah saya di rumah. Saya tak memasak berasnya dan ayamnya tidak saya sembelih.
“Maturnuwun yo tik pitik kowe ngancani aku, iki berase ora sido tak masak panganen wae aku tak jajan..” (Terima kasih ya ayam, kamu sudah nemani aku. Ini berasnya tidak jadi saya masak. Kamu makan saja, saya beli makan).
Ayamnya saya pelihara sampai sekarang. Kini sudah beranak pinak. Ternyata ayamnya (mungkin katolik karena ikut misa) setiap kali minum air, kepalanya mendongak ke atas untuk mengucapkan terima kasih.
#terimakasihayam #katolikanabercerita #humorromobusyet #lucu-3
Baca juga!
Humor Romo Busyet: “Hampir Jadi Uskup”
Humor Romo Busyet: Kalah Lucu dengan Mgr. Rubiyatmoko
Editor: Basilius
Romo yang suka humor, tinggal di Kalimantan Barat
Tetap semangat Romo. Semakin berat medan (jalan rusak), semakin banyak pahala 🙂