
Katolikana.com — Tidak ada seorang pun yang mempengaruhi ataupun mendorong saya untuk mempercayai Tuhan Yesus. Inilah kisah hidup saya yang berliku, jatuh dan bangun, hingga akhirnya saya mengenal dan ‘bertemu’ Tuhan Yesus.
Dua tahun terakhir ini saya mengalami kepahitan. Saya stres banget terutama saat orangtua berpisah. Dari kecil, saya mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari ayah saya. Ibu saya sibuk bekerja untuk mencari uang untuk sekolah adik-adik saya. Hingga akhirnya, ibu saya memutuskan berpisah dari ayah saya.
Di dalam hati saya, sebenarnya, saya ingin keluarga kami baik-baik saja dan diselesaikan dengan baik. Namun, saya juga mempertimbangkan kebahagiaan ibu saya. Sehingga saya mengalah pada ego saya sendiri.
Ekonomi kami berantakan, ayah saya pergi keluar kota entah kemana. Kabarnya beliau menikah lagi. Saya juga sudah mencari beliau ke keluarga besar kami di Jakarta, namun tidak ada satupun yang mengetahui keberadaan beliau.
Lalu, ibu saya pun menikah lagi. Dan saya pun mempunyai adik tiri. Saya tidak iri ataupun dengki, saya menyayangi adik-adik saya. Lagi-lagi saya mengalah pada ego saya sendiri. Mau tidak mau ibu dan ayah tiri saya harus menyekolahkan adik-adik kandung dan tiri saya.
Saya seringkali mengalah pada ego saya sendiri. Awalnya biasa saja saya mengikhlaskan. Sampai pada di titik saya sudah jengah dengan semua keadaan.
Dari awal tahun 2019 saya stress banget. Seringkali saya menanyakan kenapa saya ditakdirkan seperti ini? Kenapa saya harus mengalami ini? Kenapa saya diuji seperti ini? Hampir tiap malam saya mennangis meratapi kepahitan saya.
Hingga akhirnya, momen di mana saya sudah bukan lagi menanyakan nasib saya. Dan di sela-sela tangisan itu, saya menanyakan, Tuhan di mana saat saya sedang kesulitan seperti ini?
Puncaknya adalah pada malam itu, saya benar-benar sudah menangis yang nggak keruan. Dada saya sesak. Dan, pemikiran menyakiti diri sendiri sudah ada. Lagi-lagi saya menanyakan, Tuhan di mana saat keadaan saya seperti ini? Saya merasa dilewatkan. Saya mempertanyakan keberadaan Tuhan. Sudah hopeless banget saat itu.
Saya capek banget menangis. Lalu, saya tertidur. Malam itu, 15 Juni 2019, saya bermimpi. Dalam mimpi itu, tangisan saya berlanjut, sesak sekali. Di padang rumput yang hijau, banyak pohon dan sungai-sungai mengalir. Saya tetap meratapi diri saya. Dan mempertanyakan keberadaan Tuhan.
Lalu datang seseorang, dengan jubah putih bercahaya. Yang saya ingat hanya sorot mata meneduhkan dari Beliau. Dia datang menghampiri saya dan direngkuhnya saya. Dia usap-usap punggung saya berusaha untuk menenangkan saya. Dia berbisik, “Tenang”.
Dan saya menangis semakin menjadi-jadi. Dada saya semakin sesak. Hingga Dia berbicara kepada saya;
“Kamu kemana saja? Saya sudah lama menunggu kamu di sini. Saya tidak pernah melewatkan kamu, seringkali kamu melewatkan saya”.
Disitu saya kebingungan, Beliau ini siapa? Datangnya dari mana? Lalu dia melanjutkan dengan merengkuh saya lagi, dan berbisik;
“Jangan khawatir, sungguh alat-alat-Ku adalah nyata, kamu hanya belum menemukannya”.
Lalu saya terbangun dengan keringat dingin di sekujur tubuh saya. Saya menggigil. Badan saya gemetaran. Saya minum air putih dengan banyak saat itu.
Hingga akhirnya saya menemukan roti gandum, di meja kamar saya. Keadaan saya waktu itu lapar sekali, karena sebelumnya saya juga belum makan.
Saya menanyakan perihal roti-roti itu ke temen-temen saya yang pernah berkunjung ke tempat kos selama seminggu terakhir. Namun, jawaban mereka, tidak ada yang membeli bahkan menaruh roti di meja saya.
Saya juga menanyakan kepada tetangga kamar saya, Nadia. Namun dia jawab tidak juga membeli roti gandum ataupun menaruhnya di kamar saya.
Lalu seketika otak saya refleks memutar memori di kepala saya dengan suara lembut Beliau,
“Jangan khawatir, sungguh alat-alat-Ku adalah nyata, kamu hanya belum menemukannya”.
Tanpa pikir panjang, saya makan roti itu. Karena sudah sangat lapar.
Lalu, selama memakan roti, otak saya refleks memutar semua memori di dalam mimpi saya. Dan akhirnya saya menyadari saya bertemu dengan siapa, saya bertemu dengan yang selama ini saya lewatkan, selama ini saya pertanyakan.
Singkat cerita akhirnya batin saya mengarahkan saya dengan segala kejadian-kejadian yang di luar dugaan saya ke Gereja Katolik.
Tuhan baik sama saya. Tuhan kirim alat-alat-Nya yang nyata kepada saya. Hingga ada kesempatan saya bisa berdoa kepada-Nya.
Doa Novena dan Rosario pertama saya. Ya, walaupun di doa Rosario saya, Salam Maria-nya sempat kebablasan 10 kali lebih karena kebiasaan menggunakan tasbih. Tapi saya yakin Tuhan memaklumi keteledoran saya itu karena saya masih belajar dan sudah berjanji akan lebih teliti.
Di doa Novena saya, Tuhan mengabulkan beberapa permintaan saya yang memang mendesak, dengan cara yang tidak terduga, dan ada saja jalannya terkabul doa saya tersebut.
Saya pikir karena saya belum dibaptis, baru mengenal Gereja Katolik, mungkin doa saya ini nggak manjur. Ternyata, Tuhan tidak pilih kasih dalam menyertai umat-Nya yang percaya.
Tuhan menyertai saya, itu yang membuat saya percaya bahwa mungkin ini adalah saatnya untuk saya tidak melewatkan-Nya.
Editor: Basilius
#Katolikanabercerita
Mahasiswi di sebuah Perguruan Tinggi di Bandung