Katolikana.com – Bersamaan dengan peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia 10 Desember 2020, seratusan pastor yang berkarya di Papua menyerukan keprihatinan dan menyatakan sikap mereka atas peristiwa kemanusiaan yang terus berlansung di Papua.
Seruan dan pernyataan sikap itu dikemukakan dalam jumpa pers live streaming di Jayapura, Kamis (10/12/2020). Selain mengecam aksi kekerasan yang terus berlangsung di bumi Cendrawasih, melalui jumpa pers itu, mereka juga menyerukan diselenggarakannya dialog dalam penyelesaian konflik Papua.
Pastor John Bunay, Pr, selaku juru bicara sekitar 147 pastor yang berkarya di Tanah Papua, membacakan seruan dan pernyataan sikap di depan media mengemukakan, mereka terpanggil menjadi corong untuk menyuarakan hati nurani umat di seluruh Tanah Papua.
“Kami menyuarakan rintihan hati nurani ibu-ibu hamil dan yang sedang menyusui, anak-anak kecil, orang tua dan anak muda, orang-orang yang sakit, yang buta, yang tuli dan yang lumpuh, semua yang tak berdaya. Mereka semua yang kini hidup dalam kecemasan dan ketakutan di seluruh tanah papua, terutama di kampung-kampung pedalaman,” ujarnya.
Menyikapi konflik bersenjata yang terjadi antara aparat keamanan (TNI/Polri) dan TPN OPM, Pastor Bonay menyerukan kepada kedua pihak untuk menghentikan kekerasan bersenjata dan membuka perundingan dengan dialog bermartabat yang dimediasi oleh pihak yang netral dan independen.
Bagi para pastor Katolik, ucapnya, kekerasan tidak pernah akan menyelesaikan persoalan di Tanah papua. Alih-alih, malahan akan menambah kesengsaraan dan masalah baru. Dia menegaskan bahwa kekerasan hanya akan melahirkan dendam dan kekerasan baru.
“Sadarlah bahwa ‘keselamatan nyawa manusia tidak berada di ujung laras senjata’ saudara sekalian,” kata John Bonay, Pr, dengan tegas.
Mempertanyakan Sikap Diam KWI
Selain ditujukan kepada aparat keamanan, seruan dan pernyataan sikap juga ditujukan kepada Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Ignatius Kardinal Suharyo. Para pastor di Papua mempertanyakan sikap diam dalam persoalan peristiwa kemanusiaan yang terjadi di Papua.
“Mengapa Bapak-bapak Pimpinan Gereja Katolik Indonesia tidak membahas secara holistik, serius dan tuntas mengenai konflik terlama di Tanah Papua dalam rapat tahunan KWI? Ada apa dengan Tanah Papua ini?”, ujar Pastor John.
Dia mengungkapkan agar Kardinal dan Para Uskup se- Indonesia jangan tinggal diam atau seakan-akan tidak mau tahu dengan kondisi terlukanya rasa kemanusiaan umat Tuhan di Tanah Papua, terutama Ras Melanesia yang sedang menuju ambang kepunahan.
“Kami merasa heran dan sekaligus tersisih, karena mendengar bahwa KWI begitu cepat menyatakan sikap dan ungkapan dukacita terhadap peristiwa kekerasan yang terjadi di Lewonu, Lembantongoa, Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, sedangkan duka dan kecemasan serta terbunuhnya manusia Papua terasa luput dari perhatian, perlindungan, dan bela rasa KWI,” ujarnya.
Selain ditujukan kepada KWI, kardinal dan para uskup, seruan dan sikap serupa juga mereka tujukan kepada Konferensi Episkopal Papua. Konferensi Episkopal Papua ini terdiri atas empat keuskupan, satu administrator Diosesan, dan para pimpinan ordo atau tarikat yang berkarya di seluruh Tanah Papua.
“Kami para Imam se-Papua merindukan sikap yang tegas dan penuh keberpihakan terhadap Manusia Papua dan semua orang lain yang di tanah Papua ini yang terbunuh dan yang sedang terluka nuraninya,” katanya.
Para imam se-Papua, katanya selanjutnya, mengungkapkan kerinduan akan hadirnya seorang gembala dan pemimpin umat yang berada di garda terdepan dalam upaya penyelamatan umat. Dua nama uskup yang telah wafat mereka sebutkan sebagai teladan, yakni Uskup Herman M. Munninghoff, OFM dan Uskup John Philip Saklil, Pr.
“Kini, rasanya seakan-akan semangat perjuangan mereka hilang terkubur bersama jasad mereka yang kaku di dalam liang lahat. Di manakah suara para Pemimpin kami saat ini untuk menyikapi tragedi kemanusiaan di Bumi Cenderawasih ini?”, ujar Pastor John Bonay, Pr.
Para pastor Katolik se-Papua ini bersepakat menyampaikan sejumlah pernyataan sikap dan rekomendasi, yang terungkap dalam 10 seruan. Sepuluh seruan itu dapat disimak dengan lengkap pada acara Jumpa Pers Pastor Katolik Se-Papua.
Menutup jumpa pers, John Bonay menegaskan, para pastor se-Papua sepakat dan tegas menawarkan pendekatan dialog yang komprehensif yang diposisikan sebagai sebuah kebijakan yang bermartabat dalam membangun Tanah Papua yang stabil, adil, damai, dan sejahtera. Tapi mereka mengecam dan menolak dengan tegas atas tindakan kekerasan yang terjadi di Papua.
Dialog yang kami tawarkan adalah dialog komprehensif yang dapat menyelesaikan konflik terlama di tanah Papua ini. Dialog ini tidak dimaksudkan untuk mencari siapa yang salah dan siapa yang benar, melainkan demi menemukan kebenaran-kebenaran nyata yang mengantar semua pihak kepada keadilan dan damai di dalam hidup.”
Mereka juga menekankan, dialog tidak akan pernah membunuh, tidak akan pernah menyakiti, dan tidak akan pernah menjadikan kita bodoh. Justru ketika kita menggunakan cara-cara yang salah seperti aksi kekerasan yang tidak berperi kemanusiaan, tegas Bonay, maka kita akan meninggalkan luka lahir maupun batin yang terus membusuk.
“Karena apapun alasannya, setiap kekerasan berupa pembunuhan dan pembantaian, serta pembiaran terhadap manusia ciptaan Tuhan, adalah merupakan salah dan dosa teramat bengis dan kejam,” ujarnya, di akhir jumpa pers.
Editor: JB. Pramudya
Jurnalis dan editor. Separuh perjalanan hidupnya menjadi penulis. Menghidupkan kata, menghidupkan kemanusiaan.
[…] sosok Yesus yang dimaksud? Sosok itu hadir pada diri 147 pastor yang pada 10 Desember lalu menyuarakan protes atas ketidakadilan dan praktik kekerasan yang terjadi […]