Catatan Penyintas Covid-19: Natal 2020 Bukan Penutup bagi Tahun yang Mengerikan
Selama masa isolasi dan pemulihan dari COVID-19 ini, Tuhan mengizinkan saya melihat-alami bahwa super-heroes itu tak selamanya memakai baju zirah atau sayap untuk terbang. Banyak dari pahlawan itu menggunakan APD yang sesak-panas dan dengan setia berjibaku mempertahankan kehidupan para pasien.
Halo kawanku,
Dari salah satu pojok RS Katolik Charitas, saya menulis pesan ini untukmu.
Selama masa isolasi dan pemulihan dari COVID-19 ini, Tuhan mengizinkan saya melihat dan mengalami bahwa ‘super-heroes’ itu tak selamanya memakai baju zirah atau sayap untuk terbang. Banyak dari pahlawan itu menggunakan APD yang sesak-panas dan dengan setia berjibaku mempertahankan kehidupan para pasien.
Para tenaga kesehatan di masa pandemi ini harus berpuasa makan-minum selama jam kerja agar menghemat jatah baju hazmat mereka. Mereka tidak bisa seenaknya masuk keluar toilet karena protokol kesehatan yang ketat di RS berkaitan dengan baju pengaman ini.
“Romo, kalau kami dinas malam, kami bahkan selalu pakai popok di dalam baju hazmat ini,” ujar salah satu dokter.
“Berat badan kami terus turun, romo. Kami terus bertanya sampai lelah sendiri: ‘kapan pandemi ini akan berakhir,” sambung perawat yang lain.
Anehnya, mereka selalu berusaha tampak ceria walau sedang menahan lapar. Mereka selalu melayani dengan senyum di balik masker itu walau mata mereka tak bisa menyembunyikan lelah.
Saya mendengar banyak kali dari radio dan televisi bagaimana para tenaga kesehatan berjuang. Namun, tinggal di RS dan melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana mereka berjuang dan setia dalam pelayanan bagi kemanusiaan adalah sesuatu yang sureal bagi saya.
Di masa Natal ini, saya memintamu, kawan, tiga hal kecil.
Pertama, di hari Natal nanti, doakanlah dengan sungguh para pahlawan kesehatan; para dokter, perawat, tenaga kebersihan, pengamanan, petugas sanitasi, koki, dan semua saja yang mengusahakan agar hidup tetap dipertahankan. Mintalah para imam-mu untuk mempersembahkan satu intensi Misa Kudus bagi kesehatan dan kekuatan para nakes selama oktaf Natal ini. Pasti mereka dengan senang hati akan mendoakannya.
Kedua, tulislah pesan dukungan dan terimakasih untuk para dokter, perawat, tenaga kesehatan dan siapapun yang engkau kenal bekerja di Rumah Sakit. Kirimkanlah ucapan terimakasihmu dalam bentuk teks WhatsApp, video, rekaman suara, TikTok, cuitan Twitter, dll – selama hari Natal ini.
Ketiga, usahakanlah tetap sehat dan menjaga protokol kesehatan – terutama semasa liburan ini. Berkorbanlah sedikit untuk mengurangi durasi jalan-jalanmu agar resiko tertular menjadi minimal dan para nakes dapat sejenak menarik nafas.
Bagi saya, misteri Allah Emmanuel – Allah yang menyertai manusia – tampak nyata di dalam pelayanan para nakes yang luar biasa ini. Di tengah masa-masa yang sangat melelahkan ini, mereka setia “berjalan” menemani kemanusiaan.
Di tengah masa-masa sulit ini, mereka dengan cara yang sangat mengagumkan telah menunjukkan pada kita bahwa selalu ada harapan di malam gelap. Saya tak pernah ragu bahwa Tuhan Yesus, Allah Emmanuel, juga menyapa para pasien dan keluarga mereka lewat tangan para nakes ini.
Lebih lagi, bagi keluarga pasien yang harus berpulang ke rumah Bapa karena virus ini, Allah Emmanuel selalu hadir dan menguatkan peziarahan hidup kita dengan rencanaNya yang paling indah. Pengalaman “kehilangan” pastilah berat dan sangat sulit. Natal bagi keluarga-keluarga ini pastilah akan sangat berbeda. Saya berdoa untuk Anda semua agar karunia iman, harapan dan kasih tetap dilanjutkan dan dirayakan di tengah pergumulan ini.
Malam ini kita akan merayakan misteri Natal dalam suasana yang sama sekali berbeda. Kita makin dekat dengan lagu syahdu yang kita nyanyikan setiap tahun: “Malam kudus, sunyi senyap… bintangmu gemerlap…”
Dalam “kesunyian” Natal tahun ini, kita menenggelamkan diri dalam Allah yang memilih lahir di tengah situasi yang tidak ideal: di tengah penolakan, pengasingan, kemiskinan dan penderitaan. Kita bermenung tentang Allah yang lahir dalam “kesederhanaan yang membawa harapan!”
Kita bersatu hati di depan palungan hati kita masing-masing dan menyambutNya. Kita berterimakasih padaNya untuk nakes yang luar biasa dedikasinya. Kita mempersembahkan pula padaNya jiwa-jiwa yang telah Ia peluk kembali dalam kerahimanNya di masa pandemi ini. Kita bersyukur untuk hal-hal kecil di sekitar kita: keluarga, sahabat, teman; untuk banyak kesempatan kita berbuat baik dan menerima kebaikan dari orang lain yang lewat di hidup kita.
Natal tahun ini bukan penutup bagi annus horribilis (tahun yang mengerikan), namun awalan bagi annus compassionis (tahun welas-asih, tahun bela-rasa). Banyak orang telah lelah dengan wabah. Namun di tahun ini pula kita lihat dan saksikan bagaimana kemanusiaan bergerak dalam solidaritas: banyak orang tolong menolong dan berbagi, banyak tangan diulurkan dan banyak pula per-hati-an diberikan bagi yang terdampak sangat parah. Justru dalam kengerian sampar ini, kita belajar mengenali sesama sebagai saudara dan saudari.
Kita belajar satu kebenaran: di depan bahaya maut, kita semua bersaudara – fratelli tutti – dalam kemanusiaan. Kenyataan ini menghangatkan. Welas asih masih ada. Bela rasa masih bertumbuh. Dari rumpun-rumpun kebaikan hatimu dan hatiku, kita menyusun palungan yang hangat untuk sang Juru Selamat. Selamat datang, Tuhan Yesus! Selamat datang, annus compassionis!
Salam dan berkat,
Rm. Albertus Joni SCJ
Editor: Basilius

Imam Dehonian, Pendidik di SMA Yos Sudarso Metro, Lampung.