Herry Sandra, Membantu Orang Hidup dan Orang Mati

Ingin Menghargai kehidupan dan melestarikan budaya Tionghoa

0 589

Katolikana.com—Selama 25 tahun ini, Herry Sandra menjadi pengurus yayasan kemasyarakatan Tionghoa dan pengurus yayasan kematian.

Saat ini dia menjabat sebagai Ketua Yayasan Budi Nilam dan Wakil Ketua Yayasan Bhakti Suci (YBS) Pontianak, Kalimantan Barat.

Keterlibatan Herry di bidang kemasyarakatan dimulai tahun 1962. Ketika itu, ia bergabung dengan Yayasan Kemasyarakatan Tionghoa sebagai sekretaris. Dari situ Herry belajar tata cara pelaksanaan organisasi masyarakat Tionghoa.

Skill berorganisasi dia peroleh saat masih sekolah. Herry aktif mengikuti kegiatan organisasi.

Herry merupakan sosok pekerja keras, bahkan tak punya hari libur. Selain melakukan kegiatan kemasyarakatan, Herry bekerja sebagai manajer di perusahaan ekspedisi pelayaran PT Sinar Inti Matan.

Sejak usia 15 tahun, Herry sudah memiliki ketertarikan dalam pelayanan masyarakat. Ia sering mengikuti kegiatan bakti sosial baik itu di lingkungan perumahan atau organisasi sekolah.

Pelayanan untuk Orang yang Meninggal

“Pelayanan dalam masyarakat tidak hanya kepada orang yang masih hidup, namun juga kepada orang-orang yang sudah meninggal dunia. Dengan demikian, saya dapat lebih menghargai kehidupan dan juga melestarikan budaya Tionghoa yang sangat menghormati leluhur,” jelas Herry kepada Katolikana.

Ketertarikan dengan pelayanan untuk orang yang sudah meninggal muncul ketika almarhum kakek yang meninggal dunia.

“Kehilangan keluarga yang kita cintai merupakan pengalaman yang sangat berat. Namun, dengan adanya orang-orang yang bersedia untuk membantu kita dalam menyediakan tempat semayam dan juga mengurus pemakaman, kita pasti akan merasa sangat terbantu,” tambahnya.

“Saat hidup manusia butuh biaya agar dapat hidup, begitu juga saat meninggal. Kita akan menyediakan tempat dan memberikan dana untuk upacara pemakaman atau kremasi bagi orang-orang yang kurang mampu,” ujarnya.

Herry Sandra percaya bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya. Menurutnya, terdapat kehidupan setelah kematian. Ia percaya bahwa persembahan yang diberikan oleh keluarga benar-benar diterima oleh leluhur yang sudah meninggal.

Persembahan tersebut dipercayai sangat membantu kehidupan akhirat para leluhur.

Herry Sandra punya keinginan membantu melayani arwah-arwah yang tidak memiliki keluarga sehingga mereka dapat menerima persembahan yang dapat membantu mereka di kehidupan akhirat.

“Setiap festival sembahyang kubur, yayasan selalu mengadakan ibadah bagi arwah-arwah yang sudah tidak ada keluarga yang mendoakan,” ujar Herry.

Kegiatan ini biasanya dilakukan di pertengahan bulan tujuh kalender lunar yang dipercayai sebagai ‘bulan hantu’.

Tak Membedakan Status

Yayasan Kemasyarakatan Tionghoa mengadakan kegiatan sosial seperti menyediakan dan membantu biaya rumah duka serta proses pemakaman bagi orang yang sudah meninggal.

Yayasan ini tidak membedakan status sosial bagi warga yang tidak mampu. Mereka mengadakan acara sembahyang kubur bagi arwah yang tidak lagi memiliki keluarga, serta kegiatan bakti sosial lainnya bagi masyarakat yang sedang memerlukan bantuan.

Tak hanya etnis Tionghoa, Herry melayani semua masyarakat tanpa memandang suku, ras, dan agama.

Herry dan yayasan yang dia kelola memiliki kegiatan sosialisasi rutin seperti mengunjungi panti asuhan, panti jompo, dan menyumbang dana bila terjadi sebuah bencana.

“Jujur saja saya tidak peduli dengan apa pun suku atau agama, kalau ada yang butuh bantuan saya, saya pasti akan bantu,” ujarnya.

Tantangan

Tak mudah bagi Herry untuk mengurus yayasan kemasyarakatan. “Kalau kendala pasti banyak. Paling utama, tak semua orang punya cara pandang yang sama dalam menyelesaikan satu masalah,” jelas Herry.

Herry menambahkan, “Saya harus punya keberanian untuk berubah atau mengubah dan harus menerima masukan atau saran-saran dari yang lain.”

Namun dengan segala kendala yang dilalui, selalu ada hal positif dan pembelajaran yang ia dapatkan selama melayani masyarakat.

“Banyak hal positif yang memengaruhi kehidupan sehari-hari saya, terutama ada rasa senang dan puas karena sudah membantu orang lain meski kita tahu tidak setiap orang bisa membantu kita,” kata Herry.

“Saya tidak memiliki hobi spesifik. Setiap hari hanya rutin melakukan kewajiban, kerja dan kerja,” ujar Herry sambil tertawa.

“Dengan bertemu dengan keluarga, teman, dan orang-orang yang saya cintai, penat saya sudah hilang,” lanjut Herry.

Pandemi Covid-19 berdampak pada jadwal kegiatan Herry.

“Kita tetap melakukan kegiatan tapi tidak terlalu intens. Kita melakukan kegiatan bakti sosial untuk penanggulangan Covid-19, seperti imbauan mengenai protokol kesehatan, masker, makanan, dan dana bagi masyarakat tak mampu,” tambahnya.

“Ke depan, kita berencana membangun gedung krematorium baru di Pontianak atau di Pontianak Utara. Saat ini kita masih sedang melakukan proses penyelesaian masalah sertifikasi tanah,” ujar Herry Sandra.

Harapan bagi Generasi Muda Tionghoa

Herry sadar, makin maju perkembangan zaman, generasi muda Tionghoa banyak yang melupakan pentingnya melestarikan tradisi menghormati leluhur.

Ini membuat Herry sedih. Ia berharap generasi muda tidak melupakan dan tetap menanamkan nilai-nilai budi luhur. []

Kontributor: Elisabeth Rena, Dian Lestari, Angela Gina (Universitas Atma Jaya Yogyakarta)

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Leave A Reply

Your email address will not be published.