70 Tahun Menanti Frasa “Isa Almasih” menjadi “Yesus Kristus”

Pemakaian istilah "Isa Almasih" menjadi ganjil karena dianggap sebagai istilah yang asing bagi umat yang merayakannya.

0 396

Katolikana.com—Melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 8 Tahun 2024, hari raya Kristen yang dijadikan hari libur nasional akhirnya resmi mendapatkan istilah baru. Keppres terbaru tentang hari-hari libur kini tidak lagi menyebut hari raya Kristen dengan nomenklatur “Isa Almasih”, melainkan dengan nama “Yesus Kristus”.

Meskipun banyak orang yang menganggap hal ini bukanlah masalah serius, tetap saja diksi “Isa Almasih” terasa janggal untuk menamai hari raya Kristen. Meski demikian, toh nyatanya diksi ini dipertahankan dari Keppres ke Keppres hingga puluhan tahun.

Entah apa alasan yang mendasari pemerintah untuk memilih memakai istilah “Isa Almasih”. Yang jelas, butuh waktu lebih dari 70 tahun untuk menanti perubahan nama “Isa Almasih” menjadi “Yesus Kristus” dalam kalender hari libur resmi di Indonesia.

 

Asal Mula “Isa Almasih”

Sesudah merdeka, Indonesia pertama kali mengenal istilah hari libur nasional pada 1953. Di tahun inilah nomenklatur “Isa Almasih” mulai dipakai sebagai istilah resmi yang lazim dipakai pemerintah untuk menyebut beberapa hari raya Kristen.

Lewat Keppres 24 tahun 1953, Presiden Sukarno menetapkan beberapa hari raya keagamaan maupun hari peringatan nasional untuk dijadikan hari libur nasional. Agama Kristen “menyumbangkan” lima hari libur nasional dalam kalender libur perdana pasca proklamasi kemerdekaan.

Hari raya Wafat Isa Almasih, Paskah, Kenaikan Isa Almasih, Pantekosta, dan Natal ditetapkan secara resmi menjadi hari libur nasional. Adapun untuk hari raya Paskah dan Pantekosta yang selalu jatuh di hari Minggu, Keppres menetapkan hari libur jatuh pada hari kedua alias hari Seninnya.

Beranjak ke dekade 1960-an, aturan hari libur berubah. Dengan adanya Keppres 234 tahun 1962 dan Keppres 121 tahun 1963, umat Kristiani hanya memiliki satu hari raya yang dijadikan hari libur nasional, yakni hari raya Natal. Pun demikian, ada empat hari raya lainnya yang tetap diakui sebagai hari libur fakultatif. Hari libur fakultatif ini sedikit berbeda antara umat Protestan dan Katolik.

Bagi umat Protestan, empat hari libur fakultatif meliputi hari raya Natal (hari kedua), Wafat Isa Almasih, Paskah (hari kedua), dan Kenaikan Almasih. Sementara bagi umat Katolik, berlaku ketentuan hari libur fakultatif saat hari raya Natal (hari kedua), Paskah (hari kedua), Kenaikan Almasih, dan Hari Santa Maria.

Hari Santa Maria yang dimaksud dalam ketentuan tersebut merujuk pada Hari Raya Santa Maria Diangkat ke Surga (Maria Asumpta), yang jatuh saban 15 Agustus. Sementara itu, hari raya Pantekosta tidak lagi dijadikan hari libur nasional.

 

Hilangnya Libur Wafat Isa Almasih

Aturan mengenai hari libur diubah menjadi lebih sederhana melalui Keppres 251 tahun 1967. Dalam beleid buatan Presiden Suharto ini, umat Kristiani menambah “sumbangan” libur nasional, yakni hari raya Natal, Kenaikan Isa Almasih, dan Santa Maria. Namun sebaliknya, hari libur fakultatif untuk hari-hari raya lainnya ditiadakan.

Artinya pada saat Keppres ini berlaku, hari kedua Natal, hari Paskah, dan hari kedua Paskah tidak lagi masuk dalam daftar libur resmi nasional. Hari raya Wafat Isa Almasih juga hilang dari daftar hari libur resmi nasional. Untungnya hanya butuh waktu singkat untuk hari raya Wafat Isa Almasih bisa dikembalikan menjadi salah satu hari libur nasional.

Lahirnya Keppres 10 tahun 1971 mengembalikan hari raya Wafat Isa Almasih sebagai hari libur nasional. Sebagai gantinya, Hari Santa Maria mesti mengalah dan dicoret dari daftar hari libur nasional.

“Bahwa untuk meningkatkan kemanfaatan peribadatan bagi masyarakat Protestan dan Katolik, dipandang perlu untuk merubah Hari Raya/Hari Libur Santa Maria menjadi Hari Raya/Hari Libur Wafatnya Isa Almasih,” demikian poin menimbang yang termaktub dalam Keppres singkat tersebut.

Dengan demikian, sejak saat itu agama Kristen menyertakan tiga hari rayanya sebagai hari libur resmi di Indonesia: Natal, Wafat Isa Almasih, dan Kenaikan Isa Almasih.

 

Pemakaian Diksi “Yesus Kristus”

Seperti sudah disebutkan di awal, penggunaan diksi “Isa Almasih” memang terasa kurang pas untuk menamai hari raya Kristen. Meskipun ada argumen bahwa Isa Almasih maupun Yesus Kristus merujuk pada sosok yang sama, tapi tetap tidak bisa dipungkiri kalau istilah “Isa Almasih” lebih dikenal di kalangan umat Islam.

Anehnya, umat Islam sendiri sebenarnya tidak merayakan hari raya “Wafat Isa Almasih” ataupun “Kenaikan Isa Almasih”. Maka pemakaian istilah “Isa Almasih” menjadi ganjil karena dianggap sebagai istilah yang asing bagi umat yang merayakannya.

Umat Kristen lebih mengenal hari raya “Jumat Agung” atau “Wafat Yesus Kristus” dibandingkan “Wafat Isa Almasih”. Begitu pula, umat Kristiani lebih familiar dengan istilah “Kenaikan Yesus Kristus” daripada istilah “Kenaikan Isa Almasih”.

Kasak-kusuk selama puluhan tahun ini akhirnya sirna dengan terbitnya Keppres 8 tahun 2024. Dalam Keppres terbaru Presiden Jokowi, istilah “Isa Almasih” sudah tidak lagi digunakan dan resmi diganti dengan “Yesus Kristus”. Sebagai tambahan, hari raya Paskah juga kembali menjadi hari libur di kalender nasional Indonesia.

Di salah satu poin menimbang, tercantum alasan ” bahwa pengaturan tentang hari-hari libur … perlu mengakomodir dan menyesuaikan perkembangan dinamika masyarakat dan hukum.”

Dengan demikian, saat ini umat Kristiani memiliki empat hari raya yang ditetapkan sebagai hari libur resmi di Indonesia. Adapun penamaannya adalah sebagai berikut: (hari raya) Kelahiran Yesus Kristus, Wafat Yesus Kristus, Kebangkitan Yesus Kristus (Paskah), dan Kenaikan Yesus Kristus.

Kontributor Katolikana.com di Jakarta. Alumnus Fisipol Universitas Gadjah Mada. Peneliti isu-isu sosial budaya dan urbanisme. Bisa disapa via Twitter @ageng_yudha

Leave A Reply

Your email address will not be published.