Tiga Frater Ordo Saudara Dina Konventual (OFMConv) Ikrarkan Kaul Kekal

Mereka adalah Fr. Agustinus Maria Kolo, Fr. Yoseph Maria Agung Bahtara Sembiring, dan Fr. Mauritz Maria Dicki Nubatonis.

0 260

Katolikana.com, Deli Serdang — Tiga Frater Ordo Saudara Dina Konventual (OFMConv) Provinsi Maria Tak Bernoda Indonesia menyatakan kaul kekal di Gereja Katolik St. Yosep Paroki Delitua, Sabtu (27/4/2024).

Mereka adalah Fr. Agustinus Maria Kolo, Fr. Yoseph Maria Agung Bahtara Sembiring, dan Fr. Mauritz Maria Dicki Nubatonis.

Upacara perayaan Ekaristi dan kaul kekal dipimpin oleh Minister Provinsial Ordo Saudara Dina Konventual (OFMConv) Propinsi Maria Tak Bernoda Indonesia, RP Maximilianus Kaleb Sembiring, OFMConv, didampingi oleh RP Rufinus Ero Jenska Perangin-angin, OFMConv., dan RP Gindo Gervatius Saragih, OFMConv., serta dihadiri oleh diakon dan puluhan imam undangan, termasuk orang tua dari para frater.

Perayaan kaul kekal diselenggarakan dalam suasana keakraban dan persaudaraan yang menyiratkan sukacita melalui gestur dan ekspresi wajah para peserta beserta keluarga.

Dengar Suara Tuhan

Sekretaris Provinsial Ordo Saudara Dina Konventual (OFMConv) Provinsi Maria Tak Bernoda Indonesia, RP Rufinus Ero Jenska Perangin-angin, OFMConv dalam homili menggambarkan perayaan kaul kekal sebagai momen nostalgia bagi para pastor yang hadir.

Pastor Ero Jenska mengajak hadirin untuk mengingatkan kembali dan merenungkannya tiga hal. Pertama, tentang panggilan. “Panggilan itu berarti mendengarkan suara Tuhan dan mengikutinya.  Bukan suara yang lain, apalagi manusia yang tidak beriman,” ujar Pastor Ero.

Sebagai seorang Fransiskan, kata Pastor Ero kepada ketiga Frater yang berkaul kekal ini, penting untuk mendengarkan suara Tuhan dan mengikuti-Nya. “Janganlah kita lebih memperhatikan suara orang lain daripada suara Tuhan,” tandasnya.

Oleh karena itu, jika ketiga Frater ini mendengar panggilan Tuhan, mereka diminta untuk pergi ke dalam keheningan, bukan dalam kesendirian, melainkan dalam keheningan yang memungkinkan suara Tuhan terdengar jelas.

“Dalam momen perayaan kaul kekal ini, bagi umat beriman dan semua yang hadir, kita diingatkan untuk merenungkan panggilan Tuhan, untuk mendengarkan-Nya dan mengikutinya, bukan mengikuti suara yang lain,” tegas Pastor Ero.

Kemudian, ada ketaatan tanpa milik dan kemurnian. Semua itu, menurut anggaran dasar dan konstitusi, adalah untuk mengalami sukacita Injili. Kapan sebenarnya ketaatan dimulai?

Pastor Ero Jenska bertanya, “Dalam Kitab Suci, disebutkan bahwa ketika pimpinan berbicara, aku harus mengikuti. Itulah ketaatan.”

Lalu, mengapa tidak semua orang taat? Karena terkadang permintaan tersebut tidak sesuai dengan keinginan kita atau kita anggap sulit untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, ketaatan sejati dimulai ketika kita diminta untuk melakukan sesuatu yang mungkin tidak kita sukai atau anggap berat, namun kita melakukannya demi kebaikan.

Dalam hal ini, ketaatan bukan lagi tentang diri sendiri, melainkan tentang tujuan panggilan kita. Ketaatan tidak lagi tentang apa yang kita inginkan, tetapi tentang apa yang dikehendaki Tuhan.

“Ketaatan tidak lagi terkait dengan keinginan pribadi kita, melainkan dengan kehendak Tuhan yang diungkapkan melalui persaudaraan,” tandas Pastor Ero.

Para calon pengkaul berlutut, selebran menumpangkan tangan di atas mereka dan mengucapkan doa berkat. Foto: Parulian Tinambunan

Kaul Ketaatan, Tanpa Milik, dan Kemurnian

Mengapa ketaatan dalam kaul tanpa milik dan kemurnian itu penting? Menurut Pastor Ero, hal ini karena setiap organisasi, institusi, atau ordo memiliki struktur dan keteraturan. Ketidaktaatan dapat mengganggu atau bahkan merusak persaudaraan di dalamnya.

“Para Frater yang mengikrarkan kaul kekal memiliki janji-janji yang harus mereka pegang teguh. Ketaatan terkait dengan kesetiaan terhadap janji-janji tersebut kepada Tuhan dan para pimpinan. Mereka yang taatlah yang akan menemukan kehendak Tuhan, sementara yang tidak taat akan mencari kehendak yang lain,” papar Pastor Ero.

Selanjutnya, kaul tanpa milik menjadi penting karena hubungannya dengan sukacita Yesus.

“Bukankah kita sering merasa bersukacita saat memiliki banyak hal? Namun, sebenarnya sukacita yang sejati dialami melalui kaul tanpa milik,” tambah Pastor Ero.

Para Frater diminta untuk melepaskan kepemilikan atas segala hal. Ketika mereka menjadi seorang Fransiskan tanpa milik, tidak ada lagi pemisahan antara “milikku” dan “milikmu”. Dengan berkaul kekal, mereka meninggalkan segalanya.

“Kaul tanpa milik mengajak kita untuk mengalami sukacita bersama Yesus, karena tanpa kepemilikan, kita dibebaskan dari segala ikatan yang dapat menjebak dan menghambat kita untuk mengikuti Tuhan. Oleh karena itu, kebebasan dalam melayani Tuhan dapat tercapai melalui kepemilikan yang tidak ada,” tandas Pastor Ero.

Selanjutnya, kaul kemurnian. “Kaul ini tidak hanya berkaitan dengan bukti kepada diri sendiri, tetapi melibatkan penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Hal ini berarti kita harus meninggalkan apa pun yang menghalangi atau membuat kita tidak murni. Keegoisan, berpikir buruk tentang saudara atau orang lain, serta rasa iri, dengki, dan dendam, semuanya membuat kita kehilangan kemurnian,” papar Pastor Ero.

Selanjutnya, bagaimana kita dapat menjadi rahmat bagi orang lain? Pelayanan pertama sebagai rahmat bagi orang lain adalah melalui Persaudaraan. Persaudaraan yang diberikan Tuhan melalui Santo Fransiskus merupakan tempat di mana kita dapat mengalami sukacita dan kasih Tuhan.

“Anggota-anggotanya adalah mereka yang dipanggil untuk mendengarkan Suara Tuhan dan mengikutinya. Semua anggota tersebut adalah rahmat bagi kita semua. Dengan demikian, membangun persaudaraan menjadi tujuan utama kita,’ pungkas Pastor Ero.

Mengalami Hidup Kebersamaan

Pastor Maximilianus mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan atas kesiap-sediaan tiga Frater yang bersedia mengikrarkan kaul kekal. Dia juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan keluarga yang telah mendidik dan membesarkan ketiga Frater ini.

“Peran keluarga sangatlah penting dalam menanamkan nilai-nilai iman dalam kehidupan sehari-hari, dan saat ini kami merasakan kebersamaan hidup dengan ketiga Frater ini,” ujar Pastor Maximilianus.

Tak lupa, terima kasih juga disampaikan kepada semua yang hadir, termasuk Suster, Frater, dan para hadirin yang telah meluangkan waktu untuk bersama-sama berdoa dan memberikan dukungan kepada ketiga saudara ini.

“Saya sangat terkesan dengan peristiwa ini. Khotbah yang disampaikan menjadi sumber kekuatan dan inspirasi bagi semua yang hadir, terutama bagi Saudara-saudara muda yang telah berkaul kekal. Kesempatan ini menjadi hal yang sangat penting bagi masa depan mereka,” lanjut Pastor Maximilianus.

“Bagi kami yang sudah lanjut usia, khotbah ini memberikan semacam penyegaran, mengingatkan kami akan perjalanan yang telah kami lalui dan janji-janji yang telah kami ucapkan,” ungkap Minister Provinsial Ordo Saudara Dina Konventual Provinsi Maria Tak Bernoda Indonesia.

Tarian NTT dan Tanah Karo

Setelah perayaan misa dan kaul, para frater yang berkaul kekal diarak menuju Wisma dengan menggunakan becak, disambut dengan tarian tradisional dari Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Tanah Karo.

Di Wisma, mereka menerima cenderamata dari orang tua mereka dan melanjutkan dengan makan siang bersama. Acara tersebut diwarnai oleh keakraban dan persaudaraan, dengan Frater-Frater dari berbagai tingkat pendidikan di Ordo Saudara Dina Konventual turut memeriahkannya dengan hiburan dari berbagai komunitas suster di sekitar Paroki Delitua.

Tarian dari Flores, Tortor Batak Toba, dan Karo menjadi dominan dalam acara tersebut, menciptakan momen yang meriah dalam pertemuan tersebut. (*)

Kontributor Katolikana, tinggal di Paroki St. Maria Ratu Rosari Tanjung Selamat Medan, Keuskupan Agung Medan.

Leave A Reply

Your email address will not be published.