Katolikana.com, Jakarta — Kreativitas biasanya nyaris tidak pernah berjalan seiring dengan kekudusan. Maka melakukan hal-hal kudus dengan cara yang kreatif menjadi tantangan tersendiri generasi di era kiwari.
Poin ini ditekankan secara bergurau oleh Ketua Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Jakarta (Komkep KAJ), Romo Andreas Subekti, Pr. “Yang kreatif itu biasanya sih agak-agak nggak kudus,” candanya diiringi gelak tawa para hadirin.
Romo Bekti melanjutkan lagi bahwa tantangan inilah yang berhasil dihadapi oleh Beato Carlo Acutis. Beato milenial yang meninggal di usianya yang ke-15 tahun ini dapat melihat sesuatu dengan cara berbeda.
Misalnya saja, saat ia melihat gadget, ia mampu melihatnya dari sudut pandang yang berbeda dengan anak muda pada umumnya. Acutis terpikir memanfaatkan gadget untuk mengabarkan mukjizat ekaristi bagi sesama anak muda seumurannya yang sangat aktif berselancar di dunia maya.
“Aku bahagia untuk mati karena aku telah menjalani hidupku tanpa menyia-nyiakan satu menit pun dengan hal yang tidak berkenan pada Allah,” itulah kata-kata yang diucapkan Carlo Acutis ketika ia mengetahui vonis kematiannya akibat leukimia.
Menghormati Relikui
Pembahasan itu tertuang dalam talkshow bertajuk “New Way of Sainthood: Menjadi Kreatif dalam Kekudusan”. Talkshow ini dihelat pada Jumat (5/7), di Ballroom Gedung Yustinus, Kampus Semanggi, Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya.
Selain menghadirkan Romo Bekti, Unika Atma Jaya juga mengundang narasumber lain, yakni pendiri Saintpedia, Cliff Ariesta Tedyanto; Ketua Seksi Kepemudaan Paroki Alam Sutera, Ancilla Betaria; dan Sekretaris Eksekutif Komisi Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Romo Frans Kristi A. P., Pr. Sementara itu, Feli Sumayku dari i-Radio didapuk untuk membawakan acara.
Acara ini dihelat demi menghormati relikui Carlo Acutis, beato pertama dari generasi milenial—yang segera akan menjadi santo pertama dari generasinya bulan Oktober mendatang. Relikui sendiri merupakan anggota tubuh atau barang-barang peninggalan dari orang-orang kudus.
Unika Atma Jaya memang baru saja mendapatkan keistimewaan untuk menyimpan relikui kelas 1 dari Beato Carlo Acutis. Relikui tersebut berupa potongan rambut Acutis.
Sebelum talkshow, Unika Atma Jaya juga menggelar misa votif untuk Carlo Acutis di Kapel Santo Albertus Magnus. Misa ini dipimpin langsung oleh Uskup Agung Jakarta, Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo.
Namun banyaknya sivitas akademika dan masyarakat umum yang ingin hadir dalam misa votif ini, membuat kapel tidak cukup untuk menampung seluruh umat. Tercatat tak kurang dari 500 umat ikut berpartisipasi dalam misa votif ini.
Maka, sebagian umat pun harus rela hati mengikuti misa dari luar kapel dengan bantuan layar proyektor.
Modal Nekat
Kesempatan langka Unika Atma Jaya untuk mendapatkan relikui Beato Carlo Acutis tersebut bisa dibilang hanya bermodal nekat. Sosok Cliff lah—notabene merupakan alumnus Unika Atma Jaya—yang memiliki inisiatif untuk menghadirkan relikui Beato Carlo Acutis di almamaternya.
Cliff mengaku begitu terkesan dengan beato belia ini. Bahkan, saat Carlo Acutis ditetapkan menjadi beato dan namanya mulai ramai menjadi perbincangan dunia, Cliff sangat terinspirasi. Momentum itu lantas menggerakkannya pula untuk mendirikan Saintpedia.
Saat ide ini dilemparkan Cliff kepada pihak kampus—terutama Pastoran Unika Atma Jaya, ia langsung beroleh dukungan penuh.
Maka dengan modal nekat, segala dokumen pun dipersiapkan dalam waktu singkat demi bisa mengajukan surat permohonan resmi kepada ordinaris setempat, yakni Uskup Agung Jakarta, Mgr. Suharyo, serta ordinaris wilayah tempat Carlo Acutis dimakamkan, yakni Uskup Agung Asisi, Mgr. Domenico Sorrentino.
Ajaibnya, ketika surat resmi ini sampai ke tangan Mgr. Suharyo, beliau mengatakan bahwa Unika Atma Jaya tidak perlu lagi berkirim surat kepada Uskup Agung Asisi.
Sebabnya ketika mendapat surat tersebut, secara kebetulan pula Mgr. Suharyo baru saja memperoleh relikui Beato Carlo Acutis dari Pastor Will Conquer, MEP, seorang misionaris yang bertugas di Kamboja. Pastor Conquer menghadiahkan relikui tersebut kepada Mgr. Suharyo saat ia berkunjung ke Gereja Katedral Jakarta, Mei lalu.
Maka saat membaca surat permohonan itu, dengan senang hati, Mgr. Suharyo pun mempercayakan relikui beato remaja tersebut untuk disimpan di Unika Atma Jaya.
Suka Pokemon
Meskipun telah mendapat persetujuan kanonisasi sebagai orang kudus, Acutis tetaplah remaja yang hidup di zamannya. Semasa hidupnya, ia pun masih suka bermain video game populer, seperti Pokemon dan Mario Bros.
Alih-alih menempuh jalan kemartiran, Acutis justru meraih ke-santo-annya dengan cara hidup normal seperti anak-anak muda lain di generasinya. Ini yang membuatnya layak dijadikan teladan bagi anak muda untuk bisa menjadi kreatif dalam kekudusan.
Hal ini diutarakan oleh Rektor Unika Atma Jaya, Prof. Dr. dr. Yuda Turana, Sp.S(K)., yang menyoroti kesan dan makna yang didapat secara pribadi melalui kisah Carlo Acutis.
“Di tengah kenyamanan era digital dan permainan-permainan yang bisa ia lakukan, ada suatu panggilan melalui bidang yang ia kuasai dengan menggunakan alat-alat digital justru untuk memberikan suatu hal positif kepada komunitas di jamannya.”
“Dan inilah mungkin (kisah) inspiratif yang mengumpulkan kita semua disini untuk berdiskusi tentang siapa itu Carlo Acutis,” ucap Prof. Yuda. (*)
Kontributor Katolikana.com di Jakarta. Alumnus Fisipol Universitas Gadjah Mada. Peneliti isu-isu sosial budaya dan urbanisme. Bisa disapa via Twitter @ageng_yudha