Pentingnya Indonesia Bagi Vatikan dan Tiga Misi Kunjungan Paus Fransiskus

Tiga misi sentral Gereja Katolik yang akan disuarakan saat Paus kunjungi Indonesia: ensiklik Lumen Fidei (Cahaya Iman), ensiklik Laudato Si, dan ensiklik Fratelli Tutti (Persaudaraan Universal).

0 270
  • Katolikana.com, Tangerang Selatan — Rencana Kunjungan Apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia yang akan berlangsung pada 3-6 September 2024 mendatang, telah mengisyaratkan pentingnya Indonesia bagi Takhta Vatikan dalam membangun dan merajut perdamaian dunia.

Hal itu disampaikan Romo Leo Mali, Pr dalam diskusi publik bertajuk “Memaknai Rencana Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia, Mau Apa Kesini?” pada Sabtu (20/07/2024) di Megantara Edupark, Pamulang, Tangerang Selatan, Banten.

Pastor asal Nusa Tenggara Timur yang pernah menjadi Ketua Ikatan Rohaniawan- Rohaniawati Indonesia di Kota Abadi (IRRIKA) dan juga pernah studi doktoral di Pontifica Urbaniana University, Rome itu mengatakan bahwa kekuatan diaspora Indonesia di kota Roma dan dunia menjadi kekuatan utama, yang bisa menjelaskan Paus Fransiskus ingin berkunjung ke Indonesia.

“Dengan kekuatan kebhinekaannya, keberagamannya, serta kekuatan diaspora Indonesia di kota Roma dan dunia itu, maka Vatikan dan dunia merasa perlu Indonesia dan posisi Indonesia itu dianggap penting oleh dunia. Oleh karenanya, dalam merajut semangat perdamaian dunia, itu perlu Indonesia. Jadi memang, jauh sebelum negara memberikan surat resmi, itu pada tahun 2018 Paus Fransiskus sudah bicara tentang Indonesia, kepada diaspora Indonesia di kota Roma,” kata Romo Leo Mali.

“Ketertarikan Paus Fransiskus untuk datang ke Indonesia itu, puncaknya ada pada saat diaspora Indonesia yang terdiri dari 48 peserta dari 23 negara di Eropa, dimana itu merumuskan tentang Deklarasi Roma yang isinya membahas tentang kerukunan kehidupan umat beragama dan perdamaian dunia,” katanya.

Senada dengan Romo Leo Mali, Romo Markus Solo Kewuta, SVD – Wakil Presiden Nostra Aetate Foundation Dicastery Interreligious Dialogue, Vatican Desk Asia-Pasifik, yang juga menjadi narasumber dalam diskusi publik itu mengatakan rencana kunjungan Apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia ini dinilai sebagai hal yang tidak biasa dan tidak pada umumnya, di mana Vatikan sendiri mempunyai mekanisme tersendiri dalam menentukan negara mana saja yang akan dikunjungi oleh Paus Fransiskus.

“Syarat kunjungan Paus (Kepala Negara Vatikan) ke sebuah negara, jadi memang disini ada sebuah fleksibilitas di dalam modus operandi yang itu menyangkut kunjungan Paus. Biasanya, Paus itu membalas sebuah kunjungan ke negara itu setelah pemerintah negara tersebut berkunjung kepada Paus. Kemudian yang paling mudahnya lagi adalah,  adanya permintaan dari Gereja Lokal,” kata Markus – pastor asal Indonesia yang saat ini menjadi penasehat Paus Fransiskus di Vatikan.

“Misalnya begini, pimpinan atau kepala gereja lokal meminta agar Paus berkunjung ke gereja mereka, namun biasanya, yang lebih sulit itu adalah ketika permintaan kunjungan ini datangnya dari Pemerintah. Nah, Presiden Jokowi sendiri itu pernah hadir di dekat Vatikan, pada tahun 2020 dan saat itu ada kesempatan Presiden Jokowi itu bertemu dengan Paus Fransiskus. Tetapi, pertemuan antara keduanya itu tidak terjadi. Entah itu apa alasannya, tetapi itu tidak terjadi,” tegas Romo Markus Solo, dalam acara diskusi publik yang diselenggarakan oleh Lafadz Nusantara Center, di Megantara Edupark, Pamulang.

“Kemudian sekalipun tidak terjadi, tapi itu ada signal yang diberikan kepada pemerintah Indonesia, melalui surat undangan yang itu sempat beredar di media sosial dan itu diterima juga oleh Vatikan. Kemudian Vatikan juga menerima signal ini dengan senang hati. Selain itu, permintaan dari gereja lokal juga selalu ada. Jadi memang ada dua jalur yang ditempuh, baik oleh jalur pemerintah maupun jalur gereja, sehingga Paus Fransiskus menanggapinya dengan baik,” jelas Padre Marco.

 

Para narasumber dan peserta diskusi publik Memaknai Rencana Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia, Mau Apa Kesini? di Tangerang Selatan, Sabtu (20/7/2024) foto bersama. (Foto: Deni Iskandar/katolikana.com)

 

Tiga Misi dalam Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia

Kunjungan Apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia pada bulan September 2024 nanti, akan membawa misi dialog dan perdamaian, sebagai misi sentral Gereja Katolik di dunia, dan itu akan disampaikan untuk bangsa Indonesia.

“Paus Fransiskus ini datang ke Indonesia bukan hanya untuk Gereja Katolik tapi untuk bangsa Indonesia. Misi yang akan dibawa oleh Paus Fransiskus adalah Dialog, yang itu adalah misi sentral Gereja. Karena bagaimana pun di Indonesia ini yang namanya Dialog Lintas agama ini sudah menjadi bagian dari live style dan itu sudah menjadi bagian dari keseharian kita,” kata Romo Markus Solo, melalui Zoom Meeting.

Pastor asal Indonesia yang bekerja sebagai Kuria Vatikan di bidang Dialog Antar Agama yang akrab dengan sebutan Padre Marco itu berpandangan bahwa, terdapat tiga misi yang akan disuarakan oleh Paus Fransiskus pada saat berkunjung ke Indonesia.

Tiga ensiklik tentang misi sentral Gereja Katolik yang akan disuarakan itu kata Padre Marco, diantaranya, tentang ensiklik Lumen Fidei (Cahaya Iman), ensiklik Laudato Si, dan ensiklik Fratelli Tutti (Persaudaraan Universal).

“Saya ingin memaknai kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia ini dalam tiga ensiklik, yakni ensiklik Lumen Fidei (Cahaya Iman) pendekatan ini adalah hal mendasar dalam membangun dialog,” katanya.

“Kemudian ensiklik yang kedua yakni ‘Laodato Si’ (Terpujilah engkau Tuhanku). Jadi Paus Fransiskus ini ingin mengangkat tanggung jawab kita bersama sebagai umat beragama yang berbeda-beda ini, bahwa lingkungan hidup ini adalah tanggung jawab kita masing-masing dan Paus Fransiskus menyebut bahwa bumi ini adalah rumah kita semua. Jadi dalam ensiklik ini Paus ingin mengajak kita semua membangun aliansi moral,” katanya.

“Kemudian ensiklik yang ketiga ini adalah ‘Fratelli Tutti’ yakni tentang persahabatan sosial dan Human Fraternity. Di sini Paus Fransiskus menekankan bahwa seharusnya seluruh umat manusia ini bersatu, karena kita semua ini adalah bagian dari kesatuan manusia yang global. Agama kita boleh berbeda, tapi kemanusiaan kita tetap satu,” katanya.

“Nah dialog ini bisa dilakukan banyak hal, baik itu dialog kehidupan, dialog kolaborasi, dialog kerjasama atau pun dialog refleksi. Nah untuk memajukan dialog ke arah yang lebih positif maka ada dua hal yang harus dilakukan yakni, rasa saling menghormati dan persahabatan,” kata Padre Marco.

Diskusi publik yang diselenggarakan Lafadz Nusantara Center (LNC) itu dihadiri oleh enam narasumber yang terdiri dari, Padre Marco selaku Presiden Nostra Aetate Foundation Dicastery Interreligious Dialogue, Vatican. Duta Besar RI untuk Takhta Suci, Vatikan, Michael Trias Kuncahyono, Ketua IRRIKA tahun 2017-2018, Romo Leo Mali, Romo Agustinus Heri Wibowo selaku Sekretaris Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia Komisi HAK, Akademisi Nahdhatul Ulama Kiai Taufik Damas, dan Moh. Shofan – Direktur Program Ma’arif Institute. Dan, diskusi itu dimoderatori oleh J.H. Philip Gobang, Direktur CIS School of Innovation.

Editor: Basilius Triharyanto

Penulis lahir di Pandeglang. Alumni UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Mendapatkan Fellowship
Nostra Aetate Foundation Dicastery Interreligious Dialogue (NAF-DID) Tahun 2023.

Leave A Reply

Your email address will not be published.