Rakernas Ikatan Dosen Katolik, Imperatif Etis, dan ‘Risking Memory’

Refleksi seorang peserta Rakernas Ikatan Dosen Katolik Indonesia pertama.

0 207

Katolikana.com – Setelah lima tahun masa inkubasi dan upaya pertumbuhan awal, tanggal 27 Juli 2024 Ikatan Dosen Katolik Indonesia (IKDKI) menyelenggarakan Rakernas Pertama. Sebagai orang yang aktif di Komisi Pendidikan Keuskupan Agung Jakarta (Komdik KAJ) sebelum dan saat IKDKI mulai inkubasi dan upaya pertumbuhan awal, saya mengikuti baik secara langsung dan tidak langsung IKDKI berproses menuju Rakernas.

Dalam proses itu, ada beberapa rekan dosen yang sudah meninggal dunia karena  virus Covid-19, ada pula karena alasan kesehatan, tidak terlibat lagi secara langsung dalam proses itu.

Kepada rekan-rekan dosen yang telah meninggal dunia dan yang beristirahat karena sakit, mari kita mengingat mereka dalam doa dan karya kita saat ini dan pada masa depan, sebagai hormat takzim kita kepada dedikasi mereka untuk IKDKI.

Rakernas pertama adalah momen sekaligus imperatif (keharusan) etis untuk masuk ke dalam apa yang direfleksikan oleh teolog politik Johan Baptist Metz sebagai ‘risking memory’ (Agustinus Tetiro, 2024).

‘Risking memory’ atau kenangan yang berbahaya dalam refleksi filosofis-teologis Metz adalah ruang dan waktu yang di dalamnya berlangsung tindakan mengenang atau mengingat, berlangsung aksi solidaritas, dan narasi bersama orang-orang dan pengalaman hidupnya tidak pernah diperhitungkan, apalagi masuk ke dalam buku-buku sejarah. Ia hanya menjadi objek ribuan riset ilmiah di tangan para ilmuwan dan publikasi jurnal ilmiah.

‘Risking memory’ sebagai imperatif (keharusan) etis bagi IKDKI sebagai sebuah organisasi profesi dan bagi semua anggotanya, dapat ditempuh melalui pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi.

Tridharma Perguruan Tinggi sebagai medan karya para anggota IKDKI, juga tenaga kependidikan, dan mahasiswa dalam terang ‘risking memory’ tidak lagi menjadi aktivitas ekslusif yang hanya dijalankan oleh para dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa. Melainkan menjadi menjadi medan perjuangan hidup bersama orang-orang yang dipinggirkan, orang-orang yang dikalahkan oleh struktur sosial yang tidak adil dan dipatahkan harapan hidupnya oleh kultur kematian.

Dalam ruang-ruang kuliah atau pada momen-momen perkuliahan sebagai pelaksanaan dharma pengajaran para anggota IKDKI, di sana hadir pula orang-orang miskin dan yang dipinggirkan. Mereka mengisahkan atau menceritakan kondisi-kondisi kehidupannya. Kisah mereka menjadi pengetahuan yang hidup bagi para mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan.

Pengetahuan yang hidup ini, diolah bersama-sama antara para dosen, mahasiswa, tenaga kependidikan dan orang-orang yang terpinggirkan. Diolah dalam terang akal budi dan iman Katolik dengan bantuan metode-metode ilmiah sebagai pelaksanaan dharma penelitian, sehingga menghasilkan berbagai pengetahuan ilmiah yang akan menggerakkan aksi solidaritas melalui pelaksanaan dharma Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM).

Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) yang dilakukan oleh para dosen dan mahasiswa adalah sebuah upaya untuk berjalan bersama orang-orang yang telah dipinggirkan ke pinggiran, berjalan dan berjuang bersama untuk membentuk struktur sosial yang adil dan kultur kehidupan bagi setiap makhluk sebagai tujuan tertinggi (ultim) bersama, yang terungkap dalam Pancasila.

‘Risking memory’ sebagai imperatif etis tersebut senantiasa menjadi lumen atau cahaya bagi para anggota IKDKI, tenaga kependidikan, mahasiswa dalam melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi. Dengan demikian, pelaksanaan Tridharma itu tidak sekedar untuk menumpuk angka kredit sebagai syarat kenaikan kepangkatan akademik dan meraih penghargaan sebagai profesor.

Dosen Filsafat di Universitas Pelita Harapan, Tangerang

Leave A Reply

Your email address will not be published.