Lomba Debat Kerukunan, Cara Unik FKUB Medan Merawat Keberagaman

RP. Yosafat Ivo Sinaga OFMCap: Semua agama mengajarkan kebaikan dan mengajak jemaatnya untuk saling menghargai dan menghormati. Kita semua punya dasar untuk mewujudkan kerukunan dan ini sebenarnya adalah panggilan kita.

0 51

Katolikana.com, Medan “Semua agama mengajarkan kebaikan dan mengajak jemaatnya untuk saling menghargai dan menghormati. Kita semua punya dasar untuk mewujudkan kerukunan dan ini sebenarnya adalah panggilan kita.”

Begitu dikatakan Ketua Komisi Kerasulan Awam (Kerawam) Keuskupan Agung Medan, RP. Yosafat Ivo Sinaga OFMCap, dalam acara Talkshow FKUB Expo. Dalam acara yang diselenggarakan oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Medan ini, Pastor Ivo tampil sebagai salah satu narasumber yang mewakili Keuskupan Agung Medan.

Acara Talkshow FKUB Expo diadakan pada hari Minggu, (20/10/2024), bertempat di Halaman Yuki Simpang Raya, Medan. Sekretaris FKUB Kota Medan, H. Damri Tambunan, yang bertindak sebagai moderator mengatakan kegiatan talkshow digelar agar FKUB dapat bercerita, mengobrol, dan menerima masukan dari semua audiens yang hadir. Terutama dari para mahasiswa berbagai universitas dan juga pengunjung yang hadir dalam Talkshow FKUB Expo.

Dalam momen tersebut, Pastor Ivo menyatakan bahwa kerukunan adalah kerindahan. Perbedaan adalah kekayaan. Lantas, persaudaraan dan persatuan adalah harapan. “Kita yang hadir di sini berbeda: agama, suku, bahasa dan budaya. Tetapi kita semua berkumpul karena ada yang menggerakkan semangat persaudaraan,” katanya.

Ia menyampaikan bahwa momentum ini adalah saksi sejarah yang sudah terulang sekian kali dengan misi mulia yang sama. Yakni untuk merawat kerukunan serta memelihara kebersamaan demi persatuan antar umat manusia.

“Saya percaya bahwa semua agama mengajarkan kebaikan. Semua agama mengajak jemaatnya untuk saling menghargai dan menghormati. Kita semua punya dasar untuk mewujudkan kerukunan, dan ini sebenarnya adalah panggilan kita,” ujar Pastor Ivo.

 

Lima Langkah

Lebih lanjut, Pastor Ivo memaparkan bahwa ada lima langkah utama yang perlu dilaksanakan oleh semua pihak untuk dapat benar-benar mewujudkan kerukunan beragama.

Pertama, setiap pemeluk agama hendaknya memandang pemeluk agama lain sebagai sesama makhluk ciptaan. Musuh bersama adalah teroris, masalah-masalah sosial, dan pembuat keonaran agama.

“(Musuh bersama kita) Bukan pemeluk agama lain. Dalam hal inilah kita perlu bersatu,” tegasnya.

Kedua, setiap pemeluk agama mesti memperlakukan pemeluk agama lain dengan niat, sikap baik dan penuh kasih sayang, serta semangat persaudaraan. Ketiga, setiap pemeluk agama bersama pemeluk agama lain mengembangkan dialog dan kerjasama, kemanusiaan untuk kemajuan kerukunan dan juga bangsa.

Keempat, setiap pemeluk agama tidak boleh memandang orang lain dari sudut pandangnya sendiri dan sebaiknya tidak mencampuri urusan internal agama lain. Pastor Ivo sedikit menyentil, “Sering terjadi kita lebih asyik membicarakan ajaran agama lain daripada mengembangkan ajaran agama kita sendiri.”

Kelima, setiap pemeluk agama harus menerima dan menghormati perbedaan masing-masing. Ia meyakini perbedaan itu adalah kekayaan dan keindahan yang memang dikehendaki oleh Allah.

Pastor Ivo pun mengajak semua yang hadir di dalam talkshow tersebut untuk bisa membawa spirit damai dan kerukunan di tempat ini ke tempatnya masing-masing. Ia mengajak hadirin menjadi agen of peace, agent of tolerance, dan agent of fraternity. Semua orang harus bisa berjalan bersama dalam semangat persaudaraan.

Pada kesempatan itu, ia juga menyampaikan sebuah mimpinya untuk dapat menciptakan sebuah kampung, lingkungan, atau RT kerukunan. Tempat ini ia harapkan akan menjadi role model untuk menciptakan kerukunan secara riil di tengah masyarakat.

“Seandainya di daerah kita ini ada gang, dusun, atau kampung kerukunan, kita tidak perlu lagi capek-capek mengadakan seminar. Cukup kita mengunjungi dusun itu dan kita siarkan melalui sosial media. Ini akan menjadi pewartaan kita bersama,” cetus Pastor Ivo.

“Kita sering damai dalam forum, tapi gontok-gontokan dalam kehidupan ini. Kita indah dalam seminar, tapi fakta realitas di lapangan berbeda,” lanjutnya sembari melemparkan secuil ironi.

 

Debat Kerukunan

Sebelumnya, masih di hari yang sama, FKUB kota Medan juga menyelenggarakan Lomba Debat Kerukunan. Lomba ini diikuti oleh sembilan kelompok kaum muda yang berasal dari perwakilan berbagai majelis agama dan universitas yang ada di Kota Medan.

Lomba Debat Kerukunan dibuat bukan untuk mencari siapa yang menang atau kalah. Lebih daripada itu, lomba ini lebih menuntut kaum muda untuk dapat menguasai konteks-konteks dari isu-isu kerukunan dan moderasi itu sendiri. Para juri lomba bersepakat untuk menilai secara kualitatif dan tidak berbasis angka dengan unsur-unsur yang sudah disebutkan.

Pada prinsipnya, lomba debat kerukunan ini menjadi menarik karena tidak mengutamakan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Diskusi yang tercipta dalam dinamika debat diharapkan dapat memancing para peserta lomba untuk terus meningkatkan literasi terhadap kerukunan. Karena kerukunan sejati itu adalah merawat perbedaan.

Namun demikian, dewan juri pun tetap mengakui kalau penilaian dengan tidak memakai angka memang menjadi tantangan tersendiri bagi mereka untuk dapat menentukan juara lomba. Dalam lomba ini, terlihat ada satu peserta yang hebat di retorika tapi ia lemah saat memaparkan data. Sebaliknya, ada peserta lain yang bagus dalam penguasaan data, tetapi retorikanya kurang. Hal ini yang menjadi pergumulan untuk para juri.

 

Cerminan Kaum Muda

Salah satu anggota FKUB Kota Medan yang juga juri lomba, RP. Alexander Silaen, OFMCap., berpendapat perlombaan ini adalah cerminan karakter kaum muda. Ia menyebut debat berlangsung dengan berkualitas dan memuaskan bagi dewan juri. “Para peserta lomba ini adalah orang-orang muda yang mewakili kelompok agama atau fakultas dari universitas. Kita tidak tahu apakah mereka baca banyak buku karena perlombaan ini atau sudah memiliki pengetahuan tersebut,” sebut Pastor Alex.

Kemudian Pastor Alex menggambarkan bahwa dalam babak final, semakin tampak bahwa para finalis adalah sosok-sosok intelektual dari beragam bidang keilmuan. Ada yang berlatar belakang jurusan keagamaan, dialog antaragama, hingga hukum. Ia menilai cara berfikir dan tata bahasa para finalis menunjukkan kalau mereka adalah orang terdidik dan terpelajar. Akan tetapi, yang terpenting, para finalis itu memang tahu betul apa itu definisi kerukunan umat beragama.

Lantas, mereka juga dapat memberikan pendapat, gagasan, dan solusi tentang kerukunan umat beragama itu. Semua finalis memehami bagaimana cara memperjuangkan kerukunan beragama yang relevan dalam konteks Indonesia. Ia memperoleh kesan paling menarik saat para finalis memaparkan hal-hal konkret yang harus dilakukan demi terciptanya kerukunan di Indonesia.

“Itulah gambaran orang muda yang sedang kuliah. Walaupun secara kilat, dengan mempersiapkan buku atau tidak, (tetap percaya diri) ikut perlombaan,” puji Pastor Alex sembari bercanda. (*)

 

Editor: Ageng Yudhapratama

Kontributor Katolikana, tinggal di Paroki St. Maria Ratu Rosari Tanjung Selamat Medan, Keuskupan Agung Medan.

Leave A Reply

Your email address will not be published.