Menimba Kesembuhan di Gua Maria Jatiningsih

Cerita umat lingkungan Santa Maria Magdalena, Gereja Santa Perawan Maria Regina Paroki Purbowardayan, Kota Solo melakukan ziarah ke Gua Maria Jatiningsih, Yogyakarta.

0 171

Katolikana.com, Surakarta — Mengenang kembali kisah penyelamatan Tuhan dan mengucap syukur atas berkat-Nya menjadi pedoman umat lingkungan Santa Maria Magdalena dari Gereja Santa Perawan Maria Regina Paroki Purbowardayan, Surakarta, saat melakukan ziarah ke Gua Maria Jatiningsih, Yogyakarta, pada Minggu (3/11/2024).

Selain itu juga sebagai kesempatan bagi warga untuk saling bersilaturahmi dan mempererat persaudaraan satu sama lain. Koordinator ziarek Maria Regina Muji Handayani mengatakan hal tersebut kepada Katolikana.com.

“Pemilihan tempat ziarah ke Gua Maria Jatiningsih karena sejarah tempat itu sangat bagus. Di sana, kami juga ingin menemukan kesembuhan, atau sesuatu, karena kebaikan Tuhan,” ujar Handayani, Minggu, 3 November 2024.

Selama ziarek tersebut, Handayani melanjutkan, umat menjalani devosi berupa jalan salib. Tujuannya untuk mengarahkan hati dan pandangan spiritual umat kepada peristiwa sengsara Yesus Kristus yang wafat di kayu salib dalam misi penebusan dosa manusia.

Umat kemudian berdoa secara pribadi baik di depan Gua Maria maupun di sudut-sudut tempat dalam keheningan. Kemudian, mengambil air sendang dan membawanya pulang.

“Melalui jalan salib, kita mengenang kembali kisah penyelamatan Tuhan, lalu ada Bunda Maria yang menguatkan dan akhirnya puncak dari ucapan syukur, kita minta diadakan misa,” ujar Handayani.

 

Umat Link. Santa Maria Magdalena, Paroki Purbowardayan, Koto Solo sedang berdoa jalan salib di Gua Mari Jatiningsi pada Minggu (3/11/24). Foto: Yenny Hardiyanto/katolikana.com

 

Usai melakukan devosi jalan salib bersama-sama, umat melanjutkan peziarahan dengan mengikuti misa yang dipimpin oleh  Pastor Paroki St.Petrus dan Paulus Klepu Romo Adolfus Suratmo Atmomartoyo, Pr.

Salah satu OMK yang mengikuti agenda ziarek lingkungan adalah Elin (17). Selain aktif sebagai organis di paroki, saat misa Elin mendapat tugas mengiringi ibadah.

Menurutnya, ziarah ke Gua Maria Jatiningsih sangat berkesan. Selain pemandangan indah, ia juga merasakan keheningan saat berdoa di sana.

“Suasananya tenang dan sejuk,” ujar Elin singkat.

Dengan ziarek ini ia berharap, para OMK dapat terus terlibat aktif dalam hidup menggereja.

“Harapan saya, temen-temen OMK tetep mau aktif terlibat, meski dalam pelayanan sekecil apapun itu,” ujarnya.

Umat kemudian menyantap makan siang berupa sop, ayam goreng yang telah tersedia di rumah warga.

Sebenarnya, dalam jadwal ziarek tersebut, umat akan berwisata ke Ledok Sambi di Kecamatan Pakem. Namun, karena terjadi hujan angin dan air sungai meluap, obyek wisatanya ditutup. Umat  kemudian kembali ke Surakarta.

 

Umat lingkungan Santa Maria Magdalena dari Gereja Santa Perawan Maria Regina Paroki Purbowardayan, Kota Solo, saat melakukan ziarah ke Gua Maria Jatiningsih, Yogyakarta, pada Minggu (3/11/2024). Foto: Yenny Hardiyanti/Katolikana.com

 

Sejarah Gua Maria Jatiningsih

Gua Maria Sendang Jatiningsih terletak 17 km di barat Kota Yogyakarta, tepatnya di Dusun Jitar, Desa Sumber Arum, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Melansir dari laman Keuskupan Agung Semarang, sebelum dibangun menjadi Gua Maria Jatiningsih, dulunya tempat tersebut bernama Sendang Pusung. Pusung merupakan singkatan dari kalimat bahasa Jawa, “sing ngapusi busung”.

Kemudian, nama tersebut diubah menjadi Sendang Jatiningsih, yang berarti sumber air dari rahmat Tuhan yang mendatangkan kedamaian.

Gua Maria ini dibangun tepat di pinggir aliran Sungai Progo dan ini menjadikan kawasan Sendang Jatiningsih sejuk dan segar.

Di sini, kita bisa mendapatkan air segar dari sebuah mata air. Air ini kemudian diberi nama Tirta Wening Banyu Panguripan atau yang bermakna air bening pemberi kehidupan.

Patung Maria di sana memilki tinggi 165 cm yang dibuat oleh pematung dari Muntilan. Patung tersebut kemudian ditahtakan pada 15 Agustus 1986 dan diberkati Romo Mardi Kartono SJ.

Sebulan kemudian, tepatnya tanggal 8 September 1986, tempat ini mulai ramai dikunjungi para peziarah dari berbagai daerah. (*)

 

Editor: Basilius Triharyanto

Wartawan Katolikana.com

Leave A Reply

Your email address will not be published.