Katolikana.com — Setiap tanggal 12 November, Gereja Katolik memperingati Santo Yosafat, seorang uskup dan martir yang memperjuangkan persatuan Gereja Katolik dengan penuh kesetiaan dan pengorbanan. Hidupnya menjadi simbol kesetiaan dalam pelayanan, serta keberanian untuk mempertahankan persatuan di tengah perpecahan.
Santo Yosafat hidup pada abad ke-17 di wilayah Ukraina dan Belarus, saat hubungan antara Gereja Katolik dan Ortodoks sedang tegang. Meskipun menghadapi banyak ancaman, Yosafat tetap teguh memperjuangkan persatuan di antara umat beriman. Bacaan hari ini dari Titus 2:1-8, 11-14, Mazmur 37, dan Lukas 17:7-10 mengajarkan pentingnya kesetiaan, kerendahan hati, dan pengorbanan dalam pelayanan.
Bacaan pertama dari Surat Titus 2:1-8, 11-14 menekankan pentingnya hidup yang selaras dengan ajaran iman dan kebajikan. Rasul Paulus mengajak para pemimpin Gereja untuk menjadi teladan dalam perkataan, perilaku, dan keteguhan iman. St. Yosafat adalah contoh nyata dari ajakan ini. Ia adalah seorang pemimpin yang tidak hanya mengajarkan kebenaran, tetapi juga hidup dalam kebenaran.
Sebagai uskup, Yosafat dikenal karena dedikasinya dalam mendidik para imam dan umatnya, memastikan bahwa ajaran iman disampaikan dengan jelas dan benar. Namun, upayanya untuk memperjuangkan persatuan Gereja membuatnya menghadapi banyak tantangan, termasuk ancaman fisik dan konflik dengan pihak-pihak yang menentang upayanya. Meski demikian, ia tetap setia menjalankan misinya dengan penuh kasih dan pengorbanan.
Mazmur 37 hari ini menekankan pentingnya mempercayakan hidup kepada Tuhan dan melakukan yang benar, meskipun jalan yang kita pilih penuh dengan tantangan. Mazmur ini berbicara tentang berkat yang diberikan Tuhan kepada mereka yang setia dan benar. St. Yosafat sangat menghidupi pesan Mazmur ini dalam perjuangannya untuk persatuan.
Sejak awal hidupnya sebagai biarawan, ia menunjukkan kesetiaan yang luar biasa kepada Tuhan, bahkan ketika dihadapkan pada ancaman dan bahaya. Ia percaya bahwa Tuhan akan memberikan kekuatan dan kebahagiaan sejati bagi mereka yang memilih jalan keadilan dan kebenaran. Apakah kita memiliki kesetiaan seperti Yosafat? Apakah kita berani memilih jalan yang benar, meskipun itu tidak selalu populer atau mudah?
Injil Lukas 17:7-10 menekankan pentingnya kerendahan hati dalam pelayanan. Yesus mengajarkan bahwa kita harus melayani Tuhan dengan sikap sebagai “hamba yang tidak berguna,” yang hanya melakukan apa yang diwajibkan. Pelayanan yang sejati tidak dilakukan untuk mendapatkan pujian atau pengakuan, tetapi dengan kerendahan hati dan tanpa pamrih.
Yosafat adalah contoh yang sempurna dari kerendahan hati ini. Meskipun sebagai seorang uskup ia memiliki otoritas besar, Yosafat selalu menganggap dirinya sebagai hamba yang melayani Tuhan dan umat-Nya. Ia tidak pernah mencari kemuliaan atau kehormatan pribadi, tetapi selalu berusaha membawa umatnya lebih dekat kepada Tuhan melalui kesatuan dan perdamaian.
Santo Yosafat menghadapi banyak tantangan dalam usahanya untuk menyatukan Gereja Katolik dan Ortodoks. Ia sering kali harus berhadapan dengan penentangan yang keras dari pihak-pihak yang menolak gagasannya tentang persatuan. Meski demikian, Yosafat tidak pernah mundur. Bahkan ketika nyawanya terancam, ia tetap teguh dalam memperjuangkan misinya.
Pada tahun 1623, ia akhirnya dibunuh oleh sekelompok orang yang menentang persatuan Gereja. Sebelum wafat, kata-kata terakhirnya mencerminkan kasihnya yang mendalam: “Tuhan, ampunilah mereka!”
Kesetiaannya yang tak tergoyahkan hingga akhir hayatnya menunjukkan keberanian dan pengorbanan yang luar biasa demi kebenaran dan persatuan Gereja. Apakah kita memiliki keberanian yang sama untuk mempertahankan persatuan dalam keluarga, komunitas, atau Gereja?
Bagaimana kita bisa meneladani Santo Yosafat dalam kehidupan sehari-hari?
Pertama, kita dipanggil untuk tetap setia pada ajaran iman dan kebenaran, bahkan jika itu berarti harus menghadapi tantangan. Misalnya, di lingkungan kerja atau keluarga, kita mungkin dihadapkan pada situasi di mana kita harus memilih antara menjaga integritas atau mengikuti arus. Dalam situasi seperti ini, kita bisa meneladani Santo Yosafat dengan tetap berpegang pada kebenaran dan keadilan, meskipun itu sulit atau tidak populer.
Kedua, kita dipanggil untuk melayani dengan kerendahan hati, seperti yang diajarkan oleh Yesus dalam Injil hari ini. Pelayanan bukan tentang mencari pengakuan atau penghargaan, tetapi tentang melayani dengan tulus. Kita bisa memulai dengan hal-hal kecil, seperti terlibat dalam kegiatan sukarela di gereja atau komunitas setempat, atau dengan meluangkan waktu untuk mendengarkan orang yang membutuhkan. Ketika kita melayani dengan hati yang tulus, kita mencerminkan kasih Tuhan yang tanpa pamrih.
Ketiga, kita dipanggil untuk memperjuangkan persatuan di tengah perbedaan. St. Yosafat mengajarkan bahwa persatuan adalah panggilan yang sangat penting bagi setiap orang Kristen. Ini berarti bersedia mendengarkan, memahami perbedaan, dan mencari titik temu yang mengedepankan kebaikan bersama. Dalam keluarga, komunitas, atau bahkan di tempat kerja, kita bisa menjadi pembawa damai dengan membuka dialog, mendengarkan pendapat orang lain, dan mencari solusi yang mengedepankan kasih dan persatuan.
Mengapa perayaan St. Yosafat ini penting bagi kita? Karena ia menunjukkan bahwa kesetiaan kepada Tuhan dan persatuan Gereja adalah panggilan yang harus diperjuangkan dengan segenap hati, meskipun membutuhkan pengorbanan besar. Yosafat mengingatkan kita bahwa persatuan bukanlah sesuatu yang mudah, tetapi merupakan hasil dari ketekunan, kesabaran, dan keberanian untuk menghadapi tantangan. Kesetiaannya hingga titik darah penghabisan menjadi teladan bagi kita semua tentang arti pelayanan yang sejati.
Sebagai penutup, mari kita merenungkan panggilan kita untuk melayani Tuhan dengan setia dan tanpa pamrih, seperti yang diteladankan oleh St. Yosafat. Mari kita meminta rahmat Tuhan agar diberi kekuatan untuk menjalani hidup dengan ketulusan, kesederhanaan, dan keberanian, sehingga kita bisa menjadi pembawa damai dan persatuan di mana pun kita berada.
Semoga perayaan ini menginspirasi kita semua untuk memperjuangkan persatuan Gereja dan melayani dengan hati yang penuh kasih, seperti yang dilakukan oleh Santo Yosafat dalam seluruh hidupnya. (*)
Penulis: Yulius Evan Christian, dosen farmasi di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Editor: Ageng Yudhapratama

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.