
Katolikana.com, Medan — Bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan, Minggu (10/11/2024), Keuskupan Agung Medan menggelar perayaan Hari Pangan Sedunia (HPS). Paroki-paroki yang ada di Kota Medan, merayakan HPS secara serentak, tidak terkecuali Paroki Santo Fransiskus Assisi, Padang Bulan, Medan.
Bertempat di rubanah (basement) Pastoran Paroki Padang Bulan, Dewan Pastoral Paroki Padang Bulan melalui Seksi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) mengadakan “Lomba Masak Makanan non-Beras”. Total sebanyak 16 peserta mengikuti perlombaan masak makanan non-beras ini.
Tema Hari Pangan Sedunia tahun 2024 sendiri adalah “Berpartisipasi Mewujudkan Keadilan Pangan, Berani Berubah untuk Berbuah”. Tema ini telah disesuaikan dengan fokus pastoral Keuskupan Agung Medan tahun 2024, yakni “Umat Katolik yang Berpartisipasi”.
Perlombaan Masak Makanan Non Beras ini diikuti antar wilayah se-Paroki dengan ketentuan: satu tim per wilayah sebagai peserta lomba. Adapun ada tiga ketentuan utama dalam perlombaan ini, yakni: Pertama, bahan yang diolah seluruhnya diproses di tempat lomba. Kedua, setiap peserta lomba membawa alat masak secukupnya. Ketiga, tim pengolah makanan terdiri dari empat orang/wilayah.
Ketua Seksi PSE Paroki Padang Bulan, Usaha Tarigan, kepada Katolikana.com mengatakan bahwa Paroki Padang Bulan tiap tahunnya merayakan Hari Pangan Sedunia dengan lomba masak makanan non-beras yang disesuaikan dengan perayaan HPS Keuskupan Agung Medan.
“Adapun tujuan perlombaan ini upaya untuk mengganti makanan pokok (beras) selama ini. Sekarang dengan bahan ubi yang dibuat, diolah sebagai makanan pokok non-beras,” ucap Usaha Tarigan.
Ketua Pelaksana DPP Padang Bulan, Gunana Barus pada sambutannya mengapresiasi para peserta lomba memasak dengan semangat yang luar biasa dalam kegiatan ini. Walaupun ada beberapa wilayah yang belum ikut berpartisipasi, menurutnya partisipasi umat yang ikut dalam lomba ini sudah sangat luar biasa.
“Kalau dilihat dari hasil masakan para Ibu sekalian tidak ada yang kurang, tidak ada yang di bawah standar dan semuanya layak ditampilkan. Perlombaan memasak makanan non-beras ini bermanfaat bagi para Ibu untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Hal ini juga kita bisa buat bersama,” ungkap Gunana Barus.
Ketua Pelaksana DPP ini menambahkan bahwa menjadi juara bukan menjadi tujuan. Ia lebih mengutamakan keaktifan umat untuk terlibat dalam lomba ini.
“Yang tidak kalah penting, pemahaman kita tentang kegiatan ini. Bahwa kita bisa mendapatkan makanan yang tidak kurang gizinya (selain beras). Selama ini, yang kita tahu adalah beras. Ternyata ada makanan lain yang bisa memberi kesehatan yaitu makanan yang berasal dari non-beras,” sebutnya.
Memasak di Lingkungan
Sementara itu, Pastor Paroki Padang Bulan, RP. Lucio Adrianus Engkar, OFMConv mengucapkan kegiatan ini salah satu bentuk pembinaan untuk Ibu-ibu di Paroki ini dari Seksi PSE Paroki ini. Mungkin di tahun depan dibuat event yang lebih besar dan baik lagi supaya Ibu-ibu di Paroki ini punya kreativitas.
Pastor Paroki juga berharap makanan-makanan yang dibuat para Ibu ini tidak dibuat untuk memperoleh nilai saat lomba saja. “Buatlah kegiatan memasak makanan non-beras ini pada kegiatan-kegiatan di lingkungan. Bila belum bisa dibuat di lingkungan, coba buatlah di rumah sendiri,” katanya.
“Jadi soal siapa yang juara, dewan juri lah yang menentukan. Jangan berkecil hati nanti kalau memang belum dapat juara. Tapi itulah yang harus kita perbaiki. Semua makanan yang dimasak punya keunikan masing-masing tidak ada yang sama,” ujar Pastor Paroki.
Dewan Juri penilaian lomba, Mutiara Hutauruk dan Lisiana Pasaribu dalam mengumumkan pemenang lomba menyampaikan faktor-faktor atau kriteria yang diambil nilainya. Salah satunya adalah kreativitas seni. Bagaimana kita bisa menyajikan satu hidangan yang proporsional dari segi gizi, jumlah keanekaragaman bahan pangan itu sendiri, dan teknik pengolahannya.
“Tidak ada yang kurang sebenarnya dari Ibu-ibu ini, bila dibandingkan tahun yang lalu. Tidak ada apa-apanya yang tahun lalu itu. Sekarang, banyak sekali kemajuannya. Walaupun tantangannya yang lebih berat lagi, tidak usah takut,” kata Mutiara Hutauruk kepada Ibu-ibu di paroki ini.
Ditambahkan lagi oleh Mutiara Hutauruk, “Kami sudah melihat ada figur dari dalam diri ibu-ibu ini yang semangatnya luar biasa. Jadi, kita menyaksikan hal-hal yang unik, khas dan spesifik untuk disajikan. Sehingga orang tertarik untuk memakannya dengan menggunakan bahan alamiah yang ada di daerah dan negara kita.” (*)
Editor: Ageng Yudhapratama

Kontributor Katolikana, tinggal di Paroki St. Maria Ratu Rosari Tanjung Selamat Medan, Keuskupan Agung Medan.