Uskup Labuan Bajo, Mgr. Maksi: Mental Eksploitatif Itu Sumber Utama Kerusakan Alam dan  Ekologi

Keuskupan Labuan Bajo mulai menggiatkan pendidikan tata kelola pangan kepada pastor paroki, ketua komisi, dan stasi.

0 62

Katolikana.com, Labuan Bajo – Keuskupan Labuan Bajo bekerjasama dengan Koalisi Sistem Pangan Lestari dan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) melaksanakan kegiatan Pelatihan ‘System Thinking’ untuk para pastor paroki dan ketua-ketua komisi di Hotel Silvia Labuan Bajo pada 5-7 Desember 2024.

Pelatihan ‘System Thinking’ adalah pelatihan yang mengajarkan cara berpikir secara menyeluruh, dengan melihat suatu sistem sebagai keseluruhan dan hubungan antar bagia. Pelatihan ini dapat membantu peserta untuk memecahkan masalah secara lebih efektif dan terstruktur, khususnya dalam menjaga lingkungan dan keberlanjutan ekologi. Kegiatan berlangsung tiga hari, dan puncak kegiatan pada hari Sabtu, 7 Desember 2024 diakhiri dengna menanam pohon di Rumah Keuskupan Labuan Bajo.

Di hari pertama, Uskup Labuan Bajo Mgr Maksimus Regus mengucapkan “selamat datang di rumah keuskupan Labuan Bajo kepada Koalisi Sistem Pangan Lestari dan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI). “Ini adalah rumah kita bersama, jika ingin transit silahkan datang ke rumah ini dan siapa pun boleh datang ke rumah keuskupan ini,” kata Mgr. Maksi – panggilan akrab dari Mgr. Maksimus Regus.

“Kami sangat senang kita bisa berkumpul di sini dalam suasana penuh kekeluargaan, penuh kebersamaan. Kegiatan kita bukan saja kegiatan yang bersifat indoor saja seperti diskursus, diskusi, masukan pikiran melainkan juga kegiatan outdoor melalui kerja langsung dengan menanam sejumlah anakan pohon,” kata Mgr. Maksi.

“Mudah-mudahan kita bisa menanam satu-satu dan bertanggung jawab atas pohon yang sudah di tanam tersebut. Sesekali kita datang untuk melihat perkembangan setiap pohon yang sudah ditanam,” katanya.

“Kita semua wajib menjaga pohon yang sudah kita tanam. Mudah-mudahan yang kita tanam ini akan berakar dan menghasilkan buah dan kebaikan untuk masa depan yang lebih baik,” lanjut Mgr. Maksi.

Mgr. Maksi berharap agar kerjasama ini terus berjalan dengan baik. Setiap orang menikmati manfaat dan kebaikan yang berlanjut dalam kehidupan kita. Semoga kita menikmati suasana kebersamaan ini dengan penuh suka cita.

 

Peserta pelatihan para pastor paroki, ketua-ketua komisi, stasi di Keuskupan Labuan Bajo dalam pelaltihan tata kelola pangan di Hotel Silvia Labuan Bajo, 5-7/12/2024. Foto: Vinsensius Patno/Katolikana.com

 

Menjadikan Rumah Sumber Pangan

Manajer Program Ekosistem Pertanian Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) Renata Puji Sumedi Hanggarawati menyampaikan terima kasih karena sudah diterima dengan baik dan ini merupakan rangkaian kegiatan pelatihan tiga hari yang lalu tentang pangan dan hari ini mulai kita wujudkan dengan langkah kecil dengan mencoba menyediakan pangan untuk kita di rumah keuskupan ini. Karena rumah adalah bagian terdekat dari kita semua.

“Rumah adalah milik kita bersama, siapapun yang datang kesini akan merasa bahagia bisa menikmati mungkin kedepan sumber-sumber pangan yang ada,” kata Puji.

Lanjutnya, ia mengatakan bahwa rangkaian kegiatan dalam menyambut hari menanam pohon pada tanggal 28 November kemarin, dan baru kita laksanakan di sini. “Puji Tuhan semoga pohon yang kita tanam pada saat musim hujan ini mudah-mudahan bisa bertumbuh dengan baik.”

Uskup Labuan Bajo Mgr. Maksimus Regus ketika diwawancara menjelaskan kegiatan ini sudah diikuti oleh para pastor dan ketua komisi-komisi Keuskupan Labuan Bajo bersama Koalisi sistem pangan Lestari dan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI)

Ia mengungkapkan kegiatan ini telah memberikan perhatian penuh masalah pangan dan juga bagaimana membangun cara berpikir sistem. Ia berharap dengan cara berpikir sistem, para pastor menemukan isu-isu strategis dan mulai menyusun program yang berdampak pada sikap reflektif, konstruktif, elaborasi dan analisis serta proses untuk berpikir yang runtut.

Setelah kegiatan mendalami pengetahuan tentang pangan di dalam ruangan, para peserta kemudian menerapkan ke lapangan dengan menanam pohon. Penanaman pohon ini menjadi bagian penting dalam penerapan yang nyata dari konsep keberlanjutan ekologi.

“Kita lihat sekarang ini ada kecenderungan besar mentalitas eksploitatif atau menghisap. Itu sedang menjadi suatu mentalitas yang sangat membahayakan hampir di semua ranah,” kata Mgr. Maksi.

“Ini juga sebagai budaya membangun budaya tandingan terhadap mentalitas eksploitatif tersebut mulai ekonomi, pembangunan, turisme, pariwisata dan sebagainya,” lanjut Mgr. Maksi.

Menurut Mgr. Maksi, tindakan mengambil sehabis-habisnya dari alam merupakan kecenderungan yang berbahaya. Karena itu, perlu juga ada feedback dari kita pada alam dengan memberi kembali yang sudah kita ambil dengan cara menanam kembali benih-benih kehidupan, supaya prinsip keberlanjutan itu ada dalam mentalitas hidup kita.

“Ini semacam membangun mentalitas tandingan dari mentalitas eksploitatif tadi,” ujarnya.

Ia mengharapkan paroki-paroki, stasi dan komunitas umat basis harus memiliki prinsip yang sama sebagai bentuk komitmen untuk membangun spirit yang sangat kuat dengan membangun kesepahaman bersama dan memiliki kemauan baik untuk berjalan bersama.

Kita bertekad untuk bersikap inklusif mengajak semua elemen dan stakeholder, eklesial, non eklesial, NGO, teman-teman relawan sosial kemanusiaan berjalan bersama-sama gereja membangun kehidupan yang baik untuk Kabupaten Manggarai Barat ini.  “Saya harap teman-teman paroki juga ada di dalam gerakan bersama ini,” katanya.

 

Para pastor menanam bibit buah sebagai penerapan pelatihan dalam gerakan pangan lokal di Rumah Keuskupan Labuan Bajo. Foto: Vinsensius Patno/katolikana.com

 

Membekali Pengetahuan Tata Kelola Pangan

Manajer Program Ekosistem Pertanian di Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) Renata Puji Sumedi Hanggarawati, mengungkapkan bahwa kegiatan ini diinisiasi oleh kerjasama dari keuskupan Labuan Bajo, Keuskupan Ruteng, dengan Koalisi Sistem Pangan Lestari – anggotanya ada WRI (World Resources Institute) Yayasan KEHATI, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan.

Kita melakukan pelatihan berpikir sistem, yang menjadi tematik adalah berpikir sistem tentang pangan berkelanjutan. Ketika bicara soal pangan, bukan sekedar pangan makan tapi sebetulnya ada dalam tata kelola pangan. Itu adalah sebuah sistem.

Bicara sistem maka pendekatan kita juga harus sistem melihatnya. Kita perlu semacam amunisi atau pengetahuan apa yang dimaksud dengan sistem pangan, berpikir sistem itu apa.

“Banyak sekarang ketika kita menyelesaikan sesuatu tentang isu pangan hanya terlihat di permukaan. Padahal ini sama seperti gunung es akan lebih besar lagi persoalannya. Itu yang kita lakukan bersama dan belajar bersama selama tiga hari,” kata Puji.

Sebetulnya, kata Puji, di Labuan Bajo juga ada seperti stakeholder forum Lembaga Swadaya Masyarkat (LSM), masyarakat dan pemerintah dari Bappeda. Itu juga melakukan hal serupa sehingga menjadi sebuah rangkaian.

Puji menegaskan tokoh agama menjadi penting karena di Labuan Bajo sebagian besar mayoritas beragama Katolik, memiliki umat yang banyak. Sehingga, penting sekali memberi pemahaman dan belajar bersama dengan umat.

Para pastor dibekali dengan pelatihan berpikir sistem. Mungkin saat ini masih di isu pangan tapi mungkin direplikasi dalam konteks program-program keuskupan sampai diturunkan juga ke program paroki.

“Ini sebuah alat yang bisa digunakan untuk isu apapun ketika ketika bicara sistem pangan,” ujar Puji.

Selain pelatihan tiga hari, peserta diajak untuk menanam pohon. “Sengaja kita pilih dalam konteks pangan karena pangan lokal. Kata orang makanlah apa yang kamu tanam dan tanamlah apa yang kamu makan,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa siapapun punya kewajiban untuk melakukan sesederhana mungkin untuk menyiapkan sumber pangan itu dari rumahnya sendiri. Hal yang terdekat yang bisa kita lakukan.

Kemudian ia menegaskan bahwa di sini adalah rumah keuskupan, rumah bersama, siapa pun boleh hadir di sini sebagai contoh atau piloting, juga dimulai dari rumah keuskupan dengan menanam pohon. Setelah tiga hari berbicara tentang sistem pangan, kita mulai menyediakan sumber pangan dari tempat terdekat kita. Aksinya adalah mulai menanam dengan jenis-jenis tanaman pohon yang menghasilkan sumber pangan.

“Harapan pohon yang sudah ditanam dirawat dengan baik dan benar sehingga buahnya bisa dinikmati bersama. Sehingga tidak perlu jauh-jauh cari pangan karena di sini sudah ada apalagi lahan di sini masih sangat luas,”  tegas Puji.

Kegiatan penanaman pohon di Rumah Keuskupan dimulai dengan pemberkatan anak pohon, lalu dilanjutkan dengan penanaman pohon secara simbolis diwakili oleh Uskup Labuan Bajo, Vikjen, Romo Lorens Sopang mewakili para imam Keuskupan Labuan Bajo, Romo Bernad mewakili Keuskupan Ruteng, dan dua orang dari perwakilan LSM.

Editor: Basilius Triharyanto

Penulis adalah kontributor Katolikana.com di Labuan Bajo.

Leave A Reply

Your email address will not be published.