Kawal Kasus Kejahatan Seksual Eks Kapolres Ngada

Forum Perempuan Diaspora NTT Jakarta Audiensi ke Komnas Perempuan dan Komnas HAM

0 71

Jakarta, Katolikana.com — Forum Perempuan Diaspora (FPD) Nusa Tenggara Timur (NTT) Jakarta menggelar audiensi dengan Komnas Perempuan dan Komnas HAM Republik Indonesia pada Kamis (10/4/2025), untuk mengawal proses hukum atas kasus kejahatan seksual yang diduga melibatkan mantan Kapolres Ngada, Fajar Widyadharma Lukman.

Audiensi yang berlangsung sejak pukul 10.00 WIB ini turut dihadiri oleh Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi NTT, Mindriyati Astiningsih Laka Lena, Koordinator FPD NTT, Sere Aba, Kepala Badan Penghubung Provinsi NTT, Donald Izaac, serta perwakilan FPD NTT Jakarta.

Dalam pertemuan tersebut, Asti Laka Lena menyampaikan keprihatinan mendalam atas mulai meredupnya perhatian publik terhadap kasus kejahatan seksual yang telah menyeret mantan Kapolres Ngada tersebut.

Ia menegaskan bahwa kasus ini harus terus dikawal hingga proses hukumnya tuntas dan para pelaku dijatuhi hukuman yang setimpal.

“Kasus ini mulai redup. Kita tidak boleh membiarkan hal itu terjadi. Harus terus dikawal hingga tuntas secara hukum,” tegas Asti.

Asti juga mengusulkan agar Komnas Perempuan dan Komnas HAM turut mendorong lembaga terkait untuk menutup aplikasi-aplikasi digital yang rawan menjadi sarang kejahatan seksual, seperti Michat.

Asti Laka Lena dan Wakil Ketua Komnas Perempuan, Ratna Batara Munti. Foto: Istimewa

Kawal Keadilan untuk Korban

Wakil Ketua Komnas Perempuan, Ratna Batara Munti, menyatakan bahwa lembaganya akan bersinergi dalam memberikan dukungan terhadap proses hukum kasus ini. Ia menilai situasi kekerasan seksual di NTT sudah berada dalam tahap darurat dan membutuhkan pendekatan luar biasa.

“Kami berkomitmen untuk memberikan rekomendasi serta mendorong terobosan hukum demi memastikan perlindungan bagi korban,” ujar Ratna.

Sementara itu, Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, menekankan pentingnya memastikan keadilan dan kepastian hukum bagi para korban. Ia juga menyampaikan perlunya strategi untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa mendatang.

“Kasus ini harus dikawal, bukan hanya untuk memastikan proses hukumnya berjalan, tetapi juga demi menjamin pemulihan dan perlindungan korban serta mencegah pengulangan peristiwa serupa,” jelas Anis.

Seruan dan Tuntutan

Dalam audiensi ini, Forum Perempuan Diaspora NTT Jakarta menyerahkan delapan poin rekomendasi kepada Komnas Perempuan dan Komnas HAM. Beberapa poin penting di antaranya adalah:

  • Mengawal hingga tuntas proses hukum terhadap Fajar Widyadharma, termasuk pengusutan dugaan keterlibatan dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus eksploitasi seksual, khususnya terhadap anak-anak.
  • Memberikan perlindungan dan pendampingan khusus kepada para korban serta saksi-saksi yang rentan, termasuk saksi mahkota berinisial F.
  • Mendesak aparat penegak hukum untuk menerapkan berbagai perundang-undangan terkait kejahatan seksual, perlindungan anak, dan kejahatan siber.
  • Meminta penghapusan atau pemblokiran aplikasi digital yang menjadi medium kejahatan seksual, serta pembersihan konten pedofilia dan jaringan prostitusi daring.
  • Mengajak Komnas Perempuan dan Komnas HAM untuk berkolaborasi dengan PKK Provinsi NTT dan FPD di 22 kabupaten/kota dalam mencegah kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di NTT.
Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi NTT, Asti Laka Lena memberi keterangan kepada pers. Foto: Istimewa

Kawal dan Cegah Kasus Serupa

Forum Perempuan Diaspora NTT bersama Ketua TP PKK Provinsi NTT menyatakan akan terus melakukan audiensi ke berbagai lembaga negara untuk mendorong penanganan kasus kejahatan seksual secara adil dan menyeluruh.

Tak hanya fokus pada pemidanaan pelaku, FPD juga menekankan pentingnya pendekatan preventif, edukasi publik, dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang kekerasan seksual.

Koordinator FPD NTT, Sere Aba, menegaskan bahwa perjuangan mereka tidak akan berhenti pada satu kasus saja, tetapi menjadi langkah awal membangun sistem perlindungan yang lebih kuat bagi perempuan dan anak di Indonesia, khususnya di NTT.

“Kami ingin menjadikan kasus ini sebagai momentum untuk mendorong perubahan sistemik. Korban harus mendapatkan keadilan, dan pelaku harus dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Lebih dari itu, kita ingin memastikan tidak ada lagi anak dan perempuan yang menjadi korban,” tegas Sere. (*)

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Leave A Reply

Your email address will not be published.