Paskah dalam Pertanyaan Jokpin: Pas, Kah?

Sebagai orang beriman, Jokpin mencoba mewariskan kata-kata kepada kita, kepada bangsa ini.

0 75
Adrian Diarto

Oleh Adrian Diarto

Katolikana.com—Paskah, dalam teologi dan filosofinya, adalah hal yang tidak sederhana. Bahkan, tata liturgi Paskah juga demikian kompleks. Di mana hendak dimaksudkan untuk memujirayakan keagungan karya penyelamatan.

Tetapi Paskah dalam refleksi Philipus Joko Pinurbo, justru menjadi demikian ugahari dan sehari-hari.

Paskah menjadi refleksi relasi cinta yang genuine antara Simbok Dewi Mariyah dengan Gusti Yesus. Simbok yang begitu cinta kepada anaknya dan mengetahui semua hal tentang anaknya, dan (tentu) tidak membiarkan naik ke surga tanpa memakai celana.

Celana yang dijahit sendiri dengan penuh perhatian dan ketekunan. Setelah selesai, Sang Simbok bertanya dalam kepenuhan belarasa yang tidak ada duanya kepada Sang Putra: Paskah?

***

Aja nyandhang yen kowe ora ngerti apa sing mbok sandhang,” kutip Romo Sindhu pada salah satu bagian homili pada perayaan ekaristi untuk peringatan satu tahun Jokpin berpulang. Ekaristi diselenggarakan di Pendapa Sumarah pada Minggu (27/4/2025) pukul 19.00.

Romo Sindhu adalah Gabriel Possenti Sindhunata, S.J. Terlahir dengan nama Liem Tiong Sien pada tanggal  12 Mei 1952. Pastor Jesuit yang juga wartawan di harian Kompas.

Setelah selesai studi teologi di Institut Filsafat Teologi di Kentungan, Yogyakarta pada tahun 1983, Romo Sindhu kemudian mendapatkan gelar doktor dari Hochschule für Philosophie, München, Jerman di tahun 1992.

Disertasinya menuliskan tentang pengharapan mesianik dalam situasi sosiologis masyarakat Jawa.

Romo Sindhu adalah penulis novel “Anak Bajang Menggiring Angin” (1983). Novel yang kemudian dilanjutkan dalam “Anak Bajang Mengayun Bulan”  di tahun 2022.

Sebagai editor dalam buku “Sayur Lodeh Kehidupan: Teman dalam Kelemahan”, Romo Sindhu merangkum perjalanan dalam hidup keseharian yang dapat menjadi demikian nikmat dirasakan justru ketika banyak pengalaman ditimba dengan segenap rasanya.

Laksana sayur lodeh yang menjadi demikian nikmat (justru) karena ada banyak sayuran dan bumbu yang dimasukkan dan dimasak menjadi satu, dalam wadah bernama kehidupan.

“Aja nyandhang yen kowe ora weruh apa sing mbok sandhang” secara harafiah dapat diartikan “jangan memakai pakaian yang tidak kamu pahami”.

Dalam konteks dengan puisi Jokpin yang berjudul “Celana Ibu”, Romo Sindhu mengajak merefleksikan apakah yang dikenakan, yang dijalani, yang dilakukan, sudah sesuai atau sudah cocok dengan diri dan kepribadian atau belum.

***

Sebelumnya, Romo Sindhu membacakan puisi Jokpin itu yang ditulis pada tahun 2004:

Maria sangat sedih
menyaksikan anaknya
mati di kayu salib tanpa celana
dan hanya berbalutkan sobekan jubah
yang berlumuran darah.

 

Ketika tiga hari kemudian
Yesus bangkit dari mati,
pagi-pagi sekali Maria datang
ke kubur anaknya itu, membawa
celana yang dijahitnya sendiri
dan meminta Yesus mencobanya.

 

“Paskah?” tanya Maria.
“Pas!” jawab Yesus gembira.

 

Mengenakan celana buatan ibunya,
Yesus naik ke surga.

***

Banyak hal yang dikenakan dalam hidup ini: kemewahan, kekayaan, atau bahkan mungkin nama harum. Tetapi apakah semua itu sudah pas dan sesuai dengan diri.

Kalau belum pas, kata Romo Sindhu, maka Paskah belum dirayakan. Ketika merujuk kepada puisi Jokpin, maka juga mengajak untuk memastikan bahwa semua yang kita jalani, kenakan atau lakukan adalah sudah pas.

“Banyak hal yang mesti dibuang dalam hidup ini. Sandhangan-sandhangan yang tidak perlu karena tidak pas dengan hidup kita. Kita (sejatinya) tidak bangkit ketika yang dikenakan dalam hidup ternyata tidak pas.  Sekali lagi, saudara-saudara, banyak hal yang perlu kita pertanyakan kembali karena (ada) banyak hal yang tidak pas dalam hidup kita. Supaya kita dapat merayakan Paskah dengan pas,” lanjut Romo Sindhu.

Bisa jadi hidup kita hancur karena kita memimpikan apa yang tidak pas buat diri kita. Cita-cita kita. Keserakahan kita. Juga hal-hal yang menganggu hidup kita.

“Paskah adalah bukan pesta untuk mereka yang gagal. Karena Paskah adalah pesta untuk mereka yang gagal dan mau bangkit. Jadi, begitu dalam makna puisi yang ditulis Joko Pinurbo buat saya. Paskah menjadi hal yang sangat sederhana. Ia menangkap, dalam imajinasinya, kasih seorang ibu,” ujar Romo Sindhu.

“Celana dan imannya mengaitkan itu dengan Paskah, lalu menemukan kata-kata. Inilah yang ditinggalkan Joko. Ia mempunyai legacy, tinggalan yang sangat indah bagi bangsa ini, yaitu kata-kata. (Melalui kata-katanya) kita dapat merefleksikan bermacam-macam hal yang sangat sederhana. Dan kita tidak (dapat) mengira (begitu) kuatnya kata-kata itu,” sambungnya.

***

Perayaan ekaristi untuk peringatan satu tahun Jokpin berpulang. Foto: Adrian Diarto

Menurut Romo Sindhu, itu semua selaras dengan bacaan hari ini, bahwa: Semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata indah yang diucapkan-Nya. Semua kata-kata Yesus adalah indah karena menyapa hati dan batin kita.

Dan sebagai orang beriman, Jokpin mencoba mewariskan kata-kata kepada kita, kepada bangsa ini. Dan memang, pada faktanya, warisan Joko Pinurbo sudah menjadi bagian dari kekayaan kita semua. Kepergian Joko Pinurbo bukanlah hal yang sia-sia karena banyak hal.

***

“Telah kutulis segala senja dan segala proses di dalamnya. Telah kutulis menuju senja”.

Kata-kata ini, menurut Sindhu, terasa sangat pas. Terlebih untuk para adiyuswa, mereka yang ngunduri sepuh. Karena senja terjadi pada (semua) kita setiap hari. Seperti hari yang akan terbenam, kita semua juga akan terbenam. Sudahkah menuliskan semua (yang kita almai) untuk menghadapi senja kita masing-masing.

Pertanyaan ini memang lalu seperti disampaikan sendiri oleh Jokpin pada peringatan setahun berpulangnya, sudahkah kita menulis hal-hal yang indah ketika sedang berjalan menuju kepada senja: sudah pas kah kita menjalani hidup kita sendiri.

Paskah? (*)

Posong, 27 April 2025, 01.40

Penulis: Adrian Diarto, anggota Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias (KPKDG).

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Leave A Reply

Your email address will not be published.