Melihat Allah

Setelah disembuhkan oleh Yesus, Barimeus, seorang pengemis yang buta, pergi mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem. Apa maknanya?

0 61

Katolikana.com — Para Ibu dan Bapak serta Saudari dan Saudara yang baik, selamat akhir pekan. Semoga Anda beserta keluarga/komunitas, sanak-saudara, teman dan sahabat dalam keadaan baik.

Selamat menikmati akhir pekan untuk sejenak beristirahat dan mencecap kembali semua kebaikan Allah yang telah dilimpahkan kepada kita selama sepekan.

Hari ini kita merayakan hari Minggu ke-30 Tahun B dalam kalender liturgi. Injil (Mrk 10:46-52) yang akan kita dengarkan dalam Perayaan Ekaristi berkisah tentang Barimeus, seorang pengemis yang buta, meminta disembuhkan oleh Yesus. Setelah ia memperoleh kembali penglihatannya, ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem.

Apa makna kisah ini untuk kehidupan kita? Marilah kita renungkan bersama dengan memperhatikan beberapa catatan berikut.

Pertama, kita perlu melihat bagaimana orang buta dalam Alkitab, agar dapat memahami tindakan Yesus menyembuhkan mereka. Yang pertama, ada orang bisa buta sejak lahir (Yoh 9:1), atau berkurang penglihatannya karena usia lanjut (Ishak dalam Kej 27:1; Eli dalam 1Sam 3:2; Ahia dalam 1Raj 14:4). Di luar itu, kebutaan pada umumnya merupakan akibat dari penyakit mata yang terlambat mendapatkan pengobatan.

Kedua, hukum agama dan hukum adat mewajibkan orang untuk melindungi orang-orang buta (seperti halnya juga janda, musafir, orang sakit, orang miskin, dst.). Ada ancaman keras terhadap orang yang menyesatkan atau membiarkan orang buta tersandung (Im 19:14 dan Ul 27:18). Hukum-hukum ini keramat.

Ketiga, yang kedua, kebutaan Saulus (Kis 9) dipakai untuk menyadarkannya bahwa hingga saat itu ia “buta” akan kehadiran Yesus. Selain itu, kebutaan fisik membuat Saulus makin menghargai kebesaran Allah yang mengasihani orang buta seperti dirinya lewat orang yang mengantarkannya mencari kesembuhan di Damsyik.

Keempat, yang ketiga, kebutaan juga bisa didatangkan sebagai hajaran kekuatan gaib. Misalnya, (1) Paulus dengan kekuatan matanya menyihir buta seorang nabi palsu bernama Baryesus alias Elimas yang menjalankan praktik santet di Pafos di Pulau Siprus (Kis 13:11); (2) sambil berdoa Elisa menenung buta sepasukan orang Aram (2Raj 6:8 dst.); (3) malaikat Allah membutakan mata orang-orang Sodom yang berniat berbuat keji terhadap mereka yang menyamar sebagai tetamu Lot (Kej 19:1).

Kelima, yang keempat, kebutaan dapat menggambarkan tipisnya kepekaan rohani; misalnya, umat yang tidak lagi mengindahkan Allah (Yes 42:18-19), malah pemimpin umat juga buta (Yes 56:10); juga orang yang duniawi belaka pikirannya (2Kor 4:4) atau yang tidak berbuat baik kepada sesama (2 Ptr 1:9) dan yang membenci sesama (1Yoh 2:11) disebut buta. Gereja Laodikea dikatakan buta karena tidak menyadari kemerosotan rohani sendiri (Why 3:17). Orang Farisi diibaratkan orang buta menuntun orang buta (Mat 15:14; Luk 6:3).

Keenam, dalam menjawab pertanyaan Yohanes Pembaptis (Mat 11:3-5 dan Luk 7:19b; 21-22), Yesus menyebut penyembuhan orang buta sebagai salah satu tanda bahwa diri-Nya adalah tokoh (= Mesias) yang telah lama dinanti-nantikan orang banyak. Hal ini berhubungan erat dengan gagasan Alkitab bahwa keselamatan datang bagaikan terang bagi orang buta (lihat Mzm 146:8; Yes 29:18; 35:5; 42:16.18; 43:8; Yer 31:8).

Ketujuh, berdasarkan pemahaman tentang hukum agama dan hukum adat Yahudi yang mewajibkan orang buta dilindungi dan dibantu (Im 19:14 dan Ul 27:18), Bartimeus menemui Yesus dan mohon untuk disembuhkan dari kebutaannya (Mark 10:47-48; 50-51b).

Kedelapan, selain itu, waktu itu ada anggapan dan keyakinan bahwa penyakit (termasuk kebutaan) merupakan hukuman dari Allah. Sementara itu, Bartimeus sudah banyak mendengar bahwa Yesus mengajarkan tentang Allah sebagai Bapa yang baik. Ia ingin mendengar sendiri dari Yesus tentang hal itu. Dan ternyata benar, Yesus memanggilnya untuk datang kepada-Nya (ay. 49a), bahkan Yesus bertanya apa yang diinginkan oleh Bartimeus untuk Yesus lakukan (ay. 51).

Kesembilan, Bartimeus dapat “melihat lagi berkat imannya” (ay. 52). “Melihat lagi” memiliki makna ganda. Pertama, melihat lagi hal-hal yang selama ini tidak dapat dilihatnya. Kedua, “menengadah ke langit [untuk memandang Allah Bapa] dan bersyukur [kepada-Nya] seperti dilakukan oleh Yesus (Mat 14:19). Hal ini bisa terjadi karena Bartimeus mengimani apa yang diwartakan oleh Yesus tentang Alah sebagai Bapa.

Kesepuluh, setelah dapat “melihat lagi” (catatan kesembilan) Bartimeus, mantan pengemis buta itu, “mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya” (ay. 52b); maksudnya, jalan menuju Bapa-Nya, yakni Allah yang makin ia lihat dan pandangi dalam mengikuti Yesus.

Merenungkan petikan Injil ini membantu kita untuk menyadari bahwa keinginan Bartimeus untuk lebih tahu tentang cerita Yesus mengenai Bapa¬-Nya mendorongnya untuk menjumpai Yesus. Perjumpaan dengan Yesus membantunya untuk tidak hanya melihat tetapi juga mengalami Allah sebagai Bapa yang maharahim, yang peduli terhadap penderitaan umat-Nya. Pengalaman itu membuatnya segera mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya menuju Bapa-Nya. Semoga kita juga dianugerahi kerinduan seperti yang dimiliki oleh Bartimeus.

Teriring salam dan doa.

 

Penulis: Romo Ignatius Loyola Madya Utama, SJdosen Seminari Tinggi Santo Petrus, Sinaksak—Pematang Siantar, dan pendiri Gerakan Solidaritas untuk Anak-anak Miskin

Editor: Ageng Yudhapratama

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Leave A Reply

Your email address will not be published.