RD Yohanes Driyanto: Kasus Kekerasan Seksual di Gereja Bisa Dihukum 20 Tahun

0 1,774

Katolikana.com – Gereja Katolik memberikan perhatian kepada tindak pidana pelecehan seksual. Di era Paus Fransiskus, Gereja memberikan perhatian serius dalam penyelesaian kasus-kasus yang melibatkan para klerus. Tak sedikit pastor, uskup, bahkan kardinal dipecat karena terbukti melakukan pelecehan seksual.

Vikaris Judisial Keuskupan Bogor Romo RD Yohanes Driyanto mengungkapkan ada perkembangan baru bahwa gereja bukan hanya menjerat pelaku seksual tapi juga yang melindungi.

“Sebagai contoh, kalau saya terlibat di situ, dan ternyata Bapa Uskup diam saja, maka Bapa Uskup juga terseret dalam pengadilan itu,” kata Romo Driyanto pada webinar yang diadakan oleh Purisbang dan Seksi Katekese Paroki Santo Paulus Depok dan Katolikana, Jumat lalu (26/6/2020).

Romo Driyanto menambahkan, Gereja Katolik memberikan peluang kepada siapa pun yang menjadi korban tindak pidana pelecehan seksual, menempuh jalur hukum.

“Saat ini para korban yang siap mengungkapkan kasusnya di muka umum, maka gereja mencabut kerahasiaan itu dan membuka ruang gerak Gereja Katolik lebih leluasa dalam mengadili pelaku,” paparnya.

Kelengkapan Alat Bukti dan Saksi

Menurut Romo Dri, proses pengadilan terhadap tindak pidana pelecehan seksual bisa dilakukan dengan melakukan gugatan yang logis bisa dilaksanakan proses pengadilannya, di antaranya kelengkapan alat-alat bukti dan saksi-saksi.

Di sisi lain, orang-orang yang diduga melakukan tindak pidana tidak dijatuhi hukuman karena proses pengadilannya tersebut tidak terjadi. Jadi tidak ada orang yang dijatuhi hukuman tanpa melalui proses itu.

“Ketika saksinya tidak ada, buktinya tidak ada, maka tetap pelaku itu tak mendapatkan hukuman. Kita jengkel, kita marah, tapi dalam pengadilan itu tidak ada bukti, atau saksi-saksinya tidak ada, jadi hakim tidak mungkin melakukan apa-apa, kecuali membebaskan orangya,” kata Romo Dri.

Maria Cherry, umat dari Paroki Herkulanus Depok menanyakan bagaimana hukum gereja berpihak kepada korban dan bagaimana hukum gereja bisa melindungi kekerasan seksual?

Hukuman Paling Berat adalah Pemecatan

 “Bila pelaku pelecehan seksual dilakukan pastor, bruder, dan suster, posisi Gereja sangat jelas: hukuman yang diberikan paling berat adalah pemecatan dari statusnya sebagai pastor, bruder, atau suster,” jawab Romo Dri.

Mengenai perlindungan korban, Romo Dri menjelaskan Gereja memperhatikan isu tersebut, seperti di Roma, yang membuat pengadilan khusus, termasuk melindungi para saksi. Beberapa tahun lalu Vatikan telah meminta protokol, yaitu, serangkaian norma untuk menangani masalah-masalah pelecehan seksual, kepada Konferensi Wali Gereja Indonesia, Keuskupan, dan Kongregasi.

Namun, menurut Romo Dri, dalam batas tertentu tindakan itu tak banyak dilakukan ketika pelakunya adalah awam. Karena, di sini awam punya kebebasan.

Gereja Katolik bisa berbuat sesuatu untuk pencegahan dan pengawasan, seperti memasang CCTV di berbagai tempat, dan bisa berkoordinasi dengan satpam dalam waktu-waktu tertentu pada kegiatan di lingkungan gereja.

Mengenai hukum pidana dalam gereja, seorang peserta, Albertus Dicky, meminta penjelasan lebih detil terkait bentuk-bentuk Hukum Pidana Gereja Katolik. Dijelaskan oleh Romo Dri, bahwa hukum pidana gereja dengan jelas ada pada Kitab Hukum Kanonik, yaitu di buku keenam, terkait mengenai sanksi. Namun, hukum yang ada tersebut berkaitan dengan spiritual, yaitu bagi pastor, suster, bruder.

“Umumnya, kalau berkaitan dengan tindak pidana, bila ada kasus pelecehan atau tindak pidana, yang berkaitan dengan sipil, maka ditangani secara sipil dan gereja mendukungnya,” tambahnya.

Secara selintas, Romo Dri menyinggung jenis-jenis hukuman dalam gereja ada tiga, yaitu ekskomunikasi, interdik, dan suspensi (hukuman paling berat).

Gisela, seorang psikolog dari Paroki Aloysius Gonzaga Cijantung, menanyakan apakah hukum gereja mendorong hukum negara dan dalam konteks pelaku bukan agamawan, apakah bisa diproses dua aspek (hukum gereja dan negara)?

Menurut Romo Dri, hukuman pelaku yang menunjukkan adanya rasa keadilan dipengaruhi oleh proses hukum yang terjadi. Misalnya, lemahnya bukti atau tak ada orang yang mau bersaksi, mendorong hukuman dijatuhkan sangat ringan.

“Rasa keadilan itu akan besar, kita semua bukan hanya awam tapi juga pastor, siap menjadi saksi, memberikan kesaksian” kata Romo Dri.

“Sekali lagi, untuk pelaku pemuka agama (pastor, bruder, suster) Gereja Katolik menberikan hukuman yang jelas dan serius. Kasus kriminal itu lima tahun selesai, tetapi di gereja kasus pelecehan seksual itu bisa 20 tahun,” tegas Romo Dri.

Webinar Hukum Gereja Sehari-hari Bersama Pakar Kanonik seri perdana ini diikuti oleh lebih dari 200 orang. Acara ini didukung sepenuhnya oleh Co Laboreat Cafe dan JTB AUTO.

          

Jurnalis dan editor. Separuh perjalanan hidupnya menjadi penulis. Menghidupkan kata, menghidupkan kemanusiaan.

Leave A Reply

Your email address will not be published.