Belajar Kejujuran dari Mujenih dan Egi

Tentang kejujuran tanpa melihat apa agamamu

0 244

Katolikana.com – Jumat, 14 Agustus 2020, khatib menyampaikan khutbah yang agak berbeda; beliau tak lagi bercerita tentang teladan para nabi atau kehebatan umat Islam ratusan tahun silam. Mungkin khawatir jamaat akan bosan lalu terlelap dalam tidur siang –walau sebentar—, atau malah mengingat mantan yang kini barangkali sudah bahagia, entah dengan siapa.

Sang khatib malah mengajak jamaah untuk mengingat kisah dua orang karyawan outsourcing ‘alih daya’ PT Kereta Commuterline Indonesia (KCI) yang viral beberapa waktu lalu. Kala itu, petugas yang bernama Egi Sandi dan Mujenih disebut menemukan tas hitam di kolong bangku prioritas di salah satu gerbong KRL jurusan Jakarta—Bogor. Alih-alih membawa pulang tas berisi uang 500 juta itu, keduanya malah mengembalikan hasil temuannya tersebut ke petugas di stasiun untuk kemudian dikembalikan ke pemilik aslinya.

Kisah di atas, bagi khatib, begitu menohok kesadaran kita semua. Kita, yang mengaku beragama dan berpikiran jernih, belum tentu mampu lolos dari godaan uang ratusan juga sebagaimana dilalui oleh duo Egi Sandi dan Mujenih. Masalahnya bukan pada uang, tetapi pada kejujuran.

Ya, kejujuran rupanya sudah menjadi barang langka sekarang. Di jalanan, di gedung-gedung perkantoran, bahkan di mimbar-mimbar keagamaan; kejujuran makin sulit ditemukan. Barangkali ia telah terkubur oleh kerakusan dan ketidaktahudirian.

Padahal jujur tak perlu modal, meski ia memiliki peran yang sangat vital. Saya teringat sebuah momen percakapan antara seorang sahabat dan rasul Muhammad terkait kejujuran. “Apa mungkin seorang mukmin kikir?” tanya sang sahabat, “Mungkin saja,” jawab rasul ringan.

“Apa mungkin seorang mukmin pengecut?” tanya dia lagi. “Mungkin saja”.

Sahabat itu bertanya lagi, “Apa mungkin seorang mukmin berdusta?”, mendapat pertanyaan ini, rasul cepat-cepat menjawab, “tidak!”.

Kisah yang diriwayatkan Imam Malik dalam al Muwatho’ di atas menunjukkan bahwa sifat utama orang yang beriman (mukmin) adalah jujur. Karenanya, tak elok rasanya mendaku diri beragama padahal masih kerap berdusta. Agama mana yang masih mau membuka pintu surganya kepada orang yang mudah berdusta? Rasanya kok tak ada.

Pun begitu, jujur tak sama dengan diam membisu. Sebab jika jujur sesederhana itu, tentu kejujuran akan sangat mudah dilakukan, sebab ia hanya seperti orang rebahan. Diam, tak peduli badai yang menghantam.

Jujur, sebagaimana dijelaskan Ibn al-Qayyim al-Jauziah dalam Madarij al-Salikin, terdiri dari tiga aspek: perkataan, perbuatan dan sikap mental.

Orang yang hanya lantang di mulut namun kecut ketika berbuat tak bisa disebut jujur. Di depan kamera, orang-orang ini orang rajin bilang “no korupsi”, padahal tangan tak bisa berhenti mencuri. Di kesempatan lain, orang-orang jenis ini mudah mengumbar bualan soal kerukunan dan persatuan, namun ternyata mereka juga mudah mengafirkan orang lain yang berbeda pandangan. Itu sebabnya, jujur tak boleh hanya berhenti di ucapan, tetapi juga perbuatan.

Namun barangkali, aspek paling sulit dari jujur adalah sikap mental. Hal ini terkait dengan keteguhan hati sekaligus nyali. Orang-orang yang mampu jujur di level ini tak mudah dibungkam, tak mudah pula nyalinya diciutkan. Kejujuran adalah harga mati. Tak bisa ditawar, tak bisa pula ditangguhkan.

Untuk jujur yang terakhir ini, barangkali kita bisa mencontoh dua tokoh kita di sini. Egi Sandi dan Mujenih. Mental mereka kuat, tak ambruk meski dihadapkan dengan uang bertumpuk-tumpuk. Kejujuran dua orang ini juga melambungkan identitas mereka melebihi batas-batas aneh yang biasanya kita gunakan; agama.

Lihat saja, dari berbagai pemberitaan di media tentang kejujuran dua orang ini, nyaris tak ada yang mengaitkannya dengan agama yang dipeluk keduanya. Kenapa? barangkali, kejujuran memang lebih penting ketimbang identitas agama yang disematkan. Tak ada guna tumpukan ayat-ayat Tuhan jika jujur masih belum bisa dilakukan.

Entahlah, saya hanya mengira-mengira.

Dosen dan Pegiat Literasi. Ia aktif berkegiatan di Jaringan Gusdurian Depok, Jawa Barat.

Leave A Reply

Your email address will not be published.