Tolak Label Teroris pada KKB, Administrator Marthen Kuayo, Pr: Pelabelan Ini Akan Memperburuk Situasi di Papua

Administrator Apostolik Keuskupan Timika mendesak TPN-PB dan TNI-Polri lakukan genjatan senjata untuk menyelesaikan konflik di Papua.

0 244

Katolikana.com – Keuskupan Timika mengecam pelabelan teroris oleh pemerintah terhadap apa yang disebut sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Dalam keterangan pers yang diterbitkan Sabtu (1/5), Administrator Apostolik Keuskupan Timika, Pastor Marthen Kuayo, Pr mengaku merasa sedih dan menyesal atas cara Presiden Jokowi memerintahkan aparat keamanan menangani konflik di Papua.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD dalam konferensi pers pada Kamis (29/4/2021) menyatakan pemerintah secara resmi melabeli Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) sebagai teroris. Label teroris pada KKB karena sejak April 2021 terjadi serangkaian aksi teror di Papua.

Menurut Marthen Kuayo, Pr, pelabelan ini hanya akan memperburuk situasi bagi masyarakat sipil di Papua. Sebab tanpa pelabelan itupun, masyarakat sipil sudah kerap menjadi korban salah tangkap atau salah tembak akibat dituduh sebagai KKB. Dalam banyak peristiwa, masyarakat sipil harus meninggalkan rumah mereka dan mengungsi ketika terjadi eskalasi konflik antara KKB dan TNI/Polri.

Contoh terbaru, orang gila bernama Kuligi Mirip ditembak mati oleh aparat TNI/Polri di Dugusipa, Intan Jaya dan diberitakan sebagai anggota KKB. Selain itu, tiga orang masyarakat sipil juga meregang nyawa saat aparat keamanan menyisir keberadaan pelaku penembakan terhadap Prada Ginanjar di sekitar Kampung Mamba, Intan Jaya. Janius Bagau, Justinus Bagau, dan Soni Bagau meninggal dunia akibat dituduh sebagai anggota KKB. Mereka menghembuskan nafas terakhir dalam proses interogasi tanpa sempat menjalani proses pengadilan.

“Maka kami meminta kepada Presiden Jokowi dan pimpinan aparat keamanan agar melakukan identifikasi kelompok KKB secara benar dan serius agar tidak mengorbankan masyarakat sipil, dan untuk itu kami menolak label teroris kepada KKB,” sebut Pastor Kuayo dalam suratnya.

Pastor Kuayo juga meminta pemerintah dan pimpinan keamanan secara terbuka memberitahukan siapa yang diidentifikasi sebagai KKB. “Apakah KKB itu sekelompok milisi? Apakah KKB itu TPN-OPM (Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka) yang ingin memisahkan diri dari Indonesia? Atau sebuah kelompok yang lain sama sekali?” tambahnya lagi.

Selain itu, ia juga meminta aparat keamanan dan TPN-OPM melakukan gencatan senjata dan bersama-sama mencari jalan penyelesaian. Kesempatan gencatan senjata tersebut juga dapat dimanfaatkan pemerintah untuk mengevaluasi pendekatan penyelesaian konflik yang selama ini digunakan. Sebab, sampai hari ini pendekatan militeristik terbukti tidak berhasil menyelesaikan masalah konflik dan kekerasan yang berlarut di Papua.

Pernyataan resmi dari Keuskupan Timika ini diamini oleh Stefanus Roy Rening, ahli hukum pidana dan Dewan Pembina Yayasan I.J. Kasimo. Ia menilai penetapan KKB di Papua sebagai teroris sebagai tindakan prematur.

Roy menyebut ada definisi spesifik sebagaimana diatur dalam UU 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (selanjutnya akan disebut UU Terorisme) dan KKB belum memenuhi definisi tersebut. Salah satu alasannya karena gerakan KKB masih terlokalisir di beberapa titik dan belum meluas di seluruh Papua. Sementara UU Terorisme mendefinisikan terorisme sebagai perbuatan yang “menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas”.

Ia mengkhawatirkan penetapan ini malah akan makin mengancam dan membahayakan keselamatan orang asli Papua karena adanya stigmatisasi. Penetapan ini membuka peluang aparat TNI/Polri melakukan penyalahgunaan kekuasaan dengan cara melakukan kekerasan, intimidasi, atau penyiksaan terhadap masyarakat ataupun organisasi yang berbeda pandangan dengan TNI/Polri. “Keputusan pemerintah ini akan sangat rentan (membuat) terjadinya pelanggaran HAM serius di tanah Papua,” tandas Roy.

Lebih jauh lagi, keputusan yang sepintas tampak tegas ini justru menunjukkan kegagalan pendekatan keamanan yang dilakukan selama ini. Sehingga, Roy menyarankan pemerintah untuk mencabut kembali label teroris kepada KKB dengan segala afiliasinya. Setelah itu pemerintah dapat segera membuka ruang dialog dengan pihak-pihak pemerintah daerah di Papua, DPRP (Dewan Perwakilan Rakyat Papua), MRP (Majelis Rakyat Papua), dan lembaga agama setempat.

“Hasil dari dialog ini dapat dijadikan pilihan alternatif bagi langkah-langkah konkret penyelesaian (masalah) Papua secara damai dan humanis. Kami percaya, dengan kemampuannya, Presiden Jokowi dapat menyelesaikan masalah Papua ini dengan bijaksana,” tutur Roy optimis.

Editor: Basilius Triharyanto

Kontributor Katolikana.com di Jakarta. Alumnus Fisipol Universitas Gadjah Mada. Peneliti isu-isu sosial budaya dan urbanisme. Bisa disapa via Twitter @ageng_yudha

Leave A Reply

Your email address will not be published.