Apa Kamu Marah Kalau Yesus Disebut akan Lahir Kembali di Bantar Gebang?

Dia pengen memaknai kondisi pengorbanan Yesus yang sampai hancur lebur di Bukit Golgota.

0 220

Katolikana.com—Sore ini Demit mati gaya. Setelah akhir pekan lalu ia asyik melahap semua series favoritnya di Netflix, kini ia bingung mencari aktivitas menarik untuk menghabiskan waktu. Belum ada series lain yang cukup menarik baginya.

Sambil tetap gegoleran, ia scrolling Twitter, berharap ada postingan receh yang lucu-lucu di sana. Sampai di satu postingan, ia tertegun. “Wah, ini nih. Coba aku terusin postingan ini ke Terjon, ah,” ucapnya dalam hati.

Frater Jon adalah sahabat dekat Demit. Karena keakraban mereka berdua selama bertahun-tahun, Demit enteng saja memanggilnya ‘Terjon’, Meskipun sebenarnya usia Terjon tiga tahun lebih tua dari Demit.

“Woi, Jon!” ketik Demit basa-basi ke Terjon lewat WA.

Terjon tersenyum tipis saat melihat notifikasi chat masuk dari Demit. “Kenapa lagi ini si Demit? Tumben sore-sore gini dia nge-chat WA,” batin Terjon. Belum juga Terjon sempat membalas sapaan Demit, Demit sudah lebih dulu mengirimkan chat lanjutan ke Terjon.

“Jon, dirimu udah denger kabar yang rame di medsos itu? Yang orang lagi misa online di Gereja Cilangkap malah diganggu sepanjang misa lewat kolom live chat pake kata-kata nggak sopan?” berondong Demit ke Terjon.

Tak ketinggalan, Demit juga mengirimkan tautan dari postingan Twitter yang tadi ia baca ke WA Terjon.

Tangkapan layar komentar saat misa online di Gereja Cilangkap. Foto: Twitter Areajulid

“Hmm… Sekilas info ya aku tahu sih..,” tukas Terjon menanggapi chat dari Demit. Tapi buru-buru ia menambahkan, “Cuman aku nggak terlalu ngikutin lagi. Emangnya kenapa, Mit?”

“Penasaran aja, kok dirimu nggak ikutan komen di Twitter gitu, Jon? Sebagai frater selebtwit kan dirimu suka nyenggol-nyenggol kalau ada postingan yang viral,” ketik Demit sembari memasang emotikon orang menjulurkan lidah.

Membaca respon Demit, sontak Terjon tertawa lepas. “Frater selebtwit, rupamu, Mit..,” gumam Terjon geli, sembari mengetikkannya di WA. Tapi akhirnya, urung ia kirimkan gumaman itu ke Demit. Terjon lebih memilih memancing balik reaksi Demit.

“Lha ngapain kusenggol? Orang nggak ada yang masalahin kok. Netizen pun udah tahu itu cuma upaya provokasi. Tanggapan netizen juga pada nyantai semua.”

Melihat jawaban Terjon yang kalem, Demit coba membantah, “Eits, jangan salah Ter. Ada juga lho yang masalahin. Malah sampai lapor polisi segala. Banyak juga netizen yang nge-retweet dan bilang pelakunya kadrun gitu..”

“Ohh, gitu ya?” jawab Terjon singkat. Terjon masih menunggu reaksi lebih lanjut dari Demit.

“Ah, nggak asik responmu Jon.” Demit agak sebal dengan respon kalem Terjon. Padahal Demit mengirimkan tautan postingan viral tersebut karena penasaran dengan opini Terjon.

“Hahaha. Udah kubilang kalau aku cuma tahu beritanya sepintas lalu. Aku kan nggak main medsos 24 jam juga. Emangnya kamu..,” Terjon sedikit menyindir Demit.

Sejurus kemudian Terjon ingat kalau dia ingin coba memancing reaksi Demit. “Lha kalau tanggapanmu sendiri gimana, Mit?” tanya Terjon.

Demit yang sedari tadi ingin mengutarakan pendapatnya langsung nyerocos. “Jelas kebangetan itu, Jon. Yesus kok sampai dibilang rongsokan sepeda. Ya kalau menurutku, komentar gitu layak dipolisikan. Biar pelakunya kapok. Biar nggak ada juga orang yang coba-coba memprovokasi lagi.”

Mendengar itu Frater Jon tersenyum simpul. “Kamu semarah itu kan karena kamu nganggep itu sebagai hinaan, Mit. Coba kalau itu nggak usah dianggep hinaan..”

“Marah sih nggak, Jon,” Demit mencoba ngeles. Takut kalau-kalau Terjon malah menertawakannya kalau tahu Demit marah karena provokasi tersebut.

“Tapi kan kesel juga orang kayak gitu seakan bisa bebas ngomong semaunya. Ngganggu ibadah orang dan kayak nggak ada hukumannya..”

Sambil tersenyum karena pancingannya berhasil, kali ini Terjon mengetik jawaban agak panjang ke Demit.

“Padahal ada yang lebih parah, Mit. Beberapa tahun lalu ada orang yang pernah bilang ‘Kalau Yesus hari ini lahir kembali ke dunia, Dia tidak akan lahir di rumah sakit, tapi di Bantar Gebang.”

“Woh, kok kurang ajar! Siapa yang ngomong gitu, Jon?”

“Senimannya sendiri. Yang bikin patung Yesus ‘rongsokan sepeda’ di altar Gereja Cilangkap itu..”

Demit cuma melongo. Ia tidak menyangka dengan jawaban yang diberikan Terjon. Pelan-pelan ia mengetik, “Beneran itu, Ter?”

“Loh beneran dong. Makanya itu, dia sengaja bikin patungnya dari rongsokan besi. Dia pengen memaknai kondisi pengorbanan Yesus yang sampai hancur lebur di Bukit Golgota. Dari situlah muncul idenya membikin patung Yesus dari potongan besi bekas,” terang Terjon panjang lebar.

Yesus dari sampah besi karya Teguh Ostenrik. Foto: Ananda Badudu

Terjon melanjutkan lagi. “Kamu sadar nggak, kalau dari tadi aku bilang patung Yesus, bukan salib Yesus? Soalnya Yesus yang ada di altar Gereja Cilangkap itu nggak ada salibnya..”

“Eh, masak sih, Jon?” Buru-buru Demit melihat lagi tautan yang tadi ia bagikan.

“Wah iya. Beneran Jon, Yesusnya yang di Cilangkap nggak ada salibnya.”

“Itu juga ada maknanya, Mit. Senimannya sengaja pengen ngasih pesan kalau sekarang Yesus udah bangkit dan ‘salibnya’ udah pindah di pundak kita masing-masing..”

Terjon melanjutkan lagi, “Makanya yang kesel ama postingan viral tadi itu kamu. Bukan Yesus..” Kali ini ganti Terjon yang mengirimkan emotikon orang tertawa.

Tahu sedang disindir, Demit segera menukas jawaban Terjon.

“Loh, tapi yang komen gitu pake nama akun anonim yang nadanya menghina gitu. Pasti emang pelakunya umat agama lain yang kadrun, Jon..,” Demit masih berusaha mempertahankan argumennya.

“Jangan gegabah dulu lah, Mit. Kamu emang punya bukti sampai bisa menganalisis gitu?” tanya Terjon.

“Yaa.. nggak sih,” Demit membalas chat Terjon sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.

“Masa-masa gini ini banyak orang yang hobinya memperkeruh suasana. Entah dengan tujuan apapun. Jadi ya jangan main stigma. Bisa jadi entar setelah diselidiki, pelakunya justru orang Katolik sendiri. Siapa yang tahu, Mit?” tukas Terjon untuk mengingatkan sahabatnya itu.

Merasa belum cukup puas dengan jawabannya sendiri, Terjon lanjut mengetik, “Coba kita berprasangka baik saja, Mit. Yang aku tahu nih, orang yang kamu sebut kadrun itu, mereka mengharamkan dirinya masuk gereja kan? Nah, masak kamu curiga mereka malah ikut misa online full dari awal sampai akhir? Nggak logis, lah..”

“Iya juga ya, Jon. Hahaha…” Kini Demit ikut menertawakan dirinya sendiri karena sudah sok-sokan berlogika dengan asumsi yang ngawur. Tiba-tiba, kembali muncul notifikasi dari Terjon.

“Lha ngomong-ngomong, Mit, kamu nge-share kabar itu apa karena kamu kebetulan pas ikut misa online di sana juga minggu lalu?”

Lumayan lama pertanyaan terakhir Terjon tak dijawab Demit, sampai kemudian HP Terjon bergetar kembali. Ada satu pesan masuk baru. Dari Demit.

“Nggak Ter. Aku cuma lihat ribut-ribut di Twitter aja. Lagian aku juga skip misa mingguan kemarin. Keasikan maraton Netflix seharian, mumpung weekend.”

“Woo, kelakuanmu Mit, Mit…”**

Kontributor Katolikana.com di Jakarta. Alumnus Fisipol Universitas Gadjah Mada. Peneliti isu-isu sosial budaya dan urbanisme. Bisa disapa via Twitter @ageng_yudha

Leave A Reply

Your email address will not be published.