Katolikana.com—Perpustakaan Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa (PATABA) terletak di Jalan Sumbawa 40, Kabupaten Blora.
Perpustakaan ini didirikan oleh Soesilo Toer—adik Pramoedya Ananta Toer—pada 30 April 2006, tepat saat meninggalnya Pramoedya.
Ide membuat Perpustakaan PATABA ini bermula dari kebiasaannya Soesilo yang selalu menyisihkan separuh gajinya untuk membeli buku bekas saat masih mengajar di Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Jakarta. Kebiasaan tersebut terus berlanjut hingga ia memiliki perpustakaan di sana.
Setelah Soesilo pindah ke Blora dan Pramoedya tiba-tiba meninggal, akhirnya ia memutuskan mengubah kembali buku-bukunya menjadi perpustakaan.
Saat awal didirikan, kata PATABA merupakan akronim dari Perpustakaan Anak Blora. Lalu karena adanya anti minoritas Cina, nama tersebut diganti menjadi Pramoedya Anak Blora Asli.
Soesilo lalu menyadari, terdapat buku karangan Pramoedya berjudul ‘Anak Semua Bangsa’. Ia lalu mengubah kembali kepanjangan PATABA menjadi Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa.
Kondisi Terkini
Tahun 2018, Perpustaaan PATABA diperbaiki oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan. Rencananya perpustakaan tersebut akan direvitalisasi oleh Pemerintah Kabupaten Blora menjadi cagar budaya.
Ternyata revitalisasi ini tidak sesuai harapan Soesilo. Pada praktiknya, proses revitalisasi ini justru menghilangkan unsur budaya pada bangunan tersebut.
Bukan melakukan perbaikan pada titik-titik yang rusak, proses revitalisasi ini justru dilakukan dengan merobohkan bangunan dan menggantinya dengan konstruksi yang baru.
Saat tahap pengerjaan, terdapat beberapa hal yang tidak dikerjakan dengan baik, di antaranya keramik yang kosong dan jendela setinggi satu meter yang hanya diberi dua engsel.
Karena itu Soesilo memutuskan membatalkan revitalisasi tersebut dan akan membuat surat terbuka untuk Direktorat Jenderal Kebudayaan.
“Jadi saya batalin ini, penundaan. Nanti saya akan bikin surat terbuka,” ujar Soesilo Toer, Kamis (2/9/2021).
Soesilo menjelaskan, dua tahun berjalan sejak dilakukan perbaikan, kini kondisi Perpustakaan PATABA telah mengalami banyak kerusakan, di antaranya muncul rayap, atap bocor, dan engsel jendela copot.
“Kalau tidak diganjal banyak yang copot. Jendela satu meter gini kok engselnya cuma dua, harusnya ya tiga. Ini kalau kena angin ya copot. Ini semua (jendela) saya tutup karena copot semua,” ujarnya.
Saat ini perpustakaan PATABA dijaga oleh Soesilo Toer bersama istri. Karena tidak ada tenaga pekerja, maka koleksi buku di perpustakaan ini kurang terawat.
Terlihat terdapat banyak buku yang belum sempat untuk ditata, belum tersampul, rusak bahkan dimakan oleh rayap.

Banyak Buku Hilang
Menurut Soesilo Toer, kendala dalam mengurus perpustakaan PATABA ini karena banyak buku yang hilang.
“Anak-anak mengambil buku tetapi tidak dikembalikan ke tempatnya,” ujarnya.
Namun Soesilo memilih untuk membiarkan hal itu. Ia percaya kepada setiap pengunjung yang datang ke Perpustakaan PATABA. Menurutnya, buku yang berantakan menunjukkan banyak orang yang datang berkunjung.
“Saya biarkan saja, karena kalau buku berantakan berarti banyak pengunjung. Saya percaya sama orang. Soal Anda tidak bisa dipercaya, itu urusanmu,” ungkapnya.

Harapan
Soesilo Toer berharap Perpustakaan PATABA ini tidak hanya menjadi perpustakaan daerah, tetapi juga nasional bahkan internasional. Meski sebenarnya saat ini Perpustakaan PATABA sudah dikenal hingga kancah internasional.
“Saya pengennya bukan saja perpustakaan daerah juga perpustakaan nasional ya. Kalau bisa ya jadi perpustakaan internasional. Tapi ya sudah internasional orang sudah empat benua datang ke sini,” ujar Soesilo Toer.**
Kontributor: Atanasius Alvyn, Cindy Saputri, Elisabet Yunita, Hosea Richard, Shania Hendra Gunawan (Universitas Atma Jaya Yogyakarta)

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.
Suatu kebanggaan tersendiri mempunyai seorang penulis yang hidup dalam kesederhaan tapi diusianya yang senja tetap berkarya
Semoga surat terbuka untuk Direktorat Jenderal Kebudayaan mendapatkan tanggapan hingga bisa terwujud menjadi perpustakan nasional.