Romo Aba: Hidup yang Dipimpin oleh Roh Kudus Selalu Terarah pada Ekaristi

Hidup beriman bukan tentang menjadikan Allah sebagai sarana tapi menjadi sasaran.

0 777

Katolikana.com—Salah satu ciri Roh Kudus adalah akan menuntun kita menuju Ekaristi yang merupakan sumber dan puncak hidup rohani Katolik.

Mengingat begitu banyak pewartaan yang mengatasnamakan Roh Kudus, kita diimbau untuk lebih merenungkan dan menyadari peran Roh Kudus, tindakan orang yang dipenuhi Roh Kudus, dan bagaimana bergembira dalam Roh Kudus.

Romo Yohanes Tabah Sapy Susanto, MSC. Foto: Tempus Dei

Hal ini disampaikan oleh Romo Yohanes Tabah Sapy Susanto, MSC dalam Workshop Pembedaan Roh dan Pengambilan Keputusan yang diselenggarakan oleh Katolikana School, Minggu (24/10/2021).  Workshop seri kedua ini mengangkat tema ‘Bergembira dalam Roh Kudus bersama keluarga dan komunitas’.

Menurut Romo Aba, sukacita dan kebahagiaan, sejatinya bukanlah tujuan dari keimanan atau bahkan tujuan hidup kita. Keduanya hanyalah efek yang dari pencarian utama kita yaitu persekutuan dengan Allah Tritunggal yang di dalamnya terdapat Roh Kudus.

“Hidup beriman bukan tentang menjadikan Allah sebagai sarana, tapi menjadi sasaran,” ujar pastor Paroki Santo Yosep Suriyan, Keuskupan Banjarmasin ini.

Romo Aba mengatakan, kadang kita ingin dekat dengan Allah agar hidup kita berubah, atau agar apa yang tidak kita inginkan, tidak sampai terjadi. Padahal justru iman membuat kita berbuah di setiap situasi.

Hidup Dipimpin oleh Roh Kudus, Cirinya?
1. Membangun jemaat. Kerohanian sejati bukanlah orang yang mengejar kekudusan pribadi, tanpa motivasi lebih untuk membangun jemaat. Tanda paling jelas orang yang dipimpin roh kudus adalah dia terpanggil untuk membangun jemaat.

2. Tidak hidup berdasarkan keinginan daging. Keinginan daging terarah pada diri sendiri (egoisme). Dorongan roh mencari bukan apa yang bisa ia kuasai, tetapi mencari apa yang ia persembahkan. Kristus telah mengajari, membantu dan memperlihatkan bagaimana hidup yang semestinya. Karena hidup yang dikehendaki Allah adalah hidup yang melegakan.

3. Terarah pada Ekaristi. Gereja mengatakan bahwa Ekaristi adalah sumber dan puncak hidup rohani katolik. Karena di dalam Ekaristi kita melihat Kristus yang sebenarnya. Kristus yang bersabda, berkarya, menderita bahkan mati untuk kita. Orang yang ingin kenal kristus tapi antipati terhadap Ekaristi , dia mencintai Kristus dalam fantasi. Sehingga hidup yang dipimpin oleh Roh Kudus, selalu terarah pada Ekaristi.

4. Makin Ekaristis. Hidup itu diambil (dipilih), disyukuri, dipecah, dan dibagi-bagi layaknya ekaristi. Ekaristi menjadi tujuan spiritual bukan sekadar jembatan untuk sekadar pemenuhan diri.

5. Mampu mengososongkan diri. Pemenuhan diri didapat dengan mengosongkan diri demi Kristus. Saat kita ingin mencari kemakmuran, ekaristi menawarkan pengorbanan, dan persembahan diri. Kita mencari perhentian untuk memuaskan diri, tapi ekaristi menawarkan/memberikan perutusan. Seseorang yang semakin beriman akan semakin gelisah dengan ketidaknyamanan yang berada di luar dirinya. Dia akan selalu mengupayakan dirinya untuk menolong orang lain agar keluar dari ketidakberesan.

Baca juga:

Tantangan Hidup Rohani Kristiani:
1. Modernisme dan sekularisme. Hidup yang terarah pada diri sendiri dengan patokan adalah diri sendiri, sehingga hirarki gereja tidak lagi ditaati. Pusat kehidupan adalah manusia (humanisme), di mana orang tidak lagi berpegang prinsip, tapi pada perasaan. Kemudian, pemenuhan diri didapat dari berfokus pada material, serta pengetahuan dianggap menjawab semuanya. Yang diutamakan adalah kebaikanlah yang terlihat.

2. Memenuhi tuntutan untuk menjadi relevan. Manusia mengabaikan prinsip kebenaran. Relevansi Gereja Katolik adalah yang ada dalam doa Bapa Kami: “Jadilah kehendakMu, di atas bumi seperti di dalam surga”. Gereja Katolik bukan ada untuk mengikuti selera zaman atau pun selera pasar.
“Mencintai Kristus bukan untuk mendapatkan kenyamanan melainkan keselamatan. Seringkali untuk sampai pada  keselamatan, kita harus melewati ketidaknyamanan,” tegas Romo Aba.

Untuk menjadi saksi Kristus, kita harus menerapkan dalam diri ciri-ciri seorang yang dipimpin oleh Roh Kudus serta sadar akan martabat baptisan sebagai imam, nabi, dan raja.

Kita dituntut untuk saling menguduskan satu dengan yang lain, mewartakan prinsip kebenaran, serta berani untuk melayani. Kita juga harus taat dan setia, dalam situasi apa pun.

Ke Gereja: Kewajiban atau Kebutuhan?

Banyak orang salah mengartikan kehadiran di gereja. Ada yang beranggapan itu hanya kewajiban dan yang lain menganggap kebutuhan.

Di satu sisi, kewajiban dianggap tepat karena Gereja memiliki perintah yang harus dipatuhi anggotanya. Tetapi maknanya tidak sesempit itu. Kewajiban yang dimaksud adalah tanpa keterpaksaan.

Apabila dipahami sebagai kebutuhan, setiap kebutuhan selalu memiliki masa berhenti. Jangan sampai kita hanya menggunakan Allah sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan kita.

Jadi, apa pun formulasi kata yang kita pilih, tujuan dari aktivitas di Gereja adalah menjalin relasi dengan Allah. Karena dari situ kita menemukan tujuan hidup.

“Selain ada Ekaristi, kita juga menjalin komunio, menjalin relasi dengan umat lain, bukan hanya untuk pemenuhan pribadi,” jelas Romo Aba.

Hidup Beriman yang Berbuah

Anggapan bahwa karya Allah dalam hidup kita akan membuat hidup makin makmur, sukses dan tanpa kesulitan sangat keliru.

Gereja Katolik sama sekali tak membenarkan teologi kemakmuran. Arah hidup kekristenan adalah makin beriman, seseorang akan makin meneladani Kristus.

Bercermin dari Yesus yang menderita hingga mati di kayu salib, masa itu dianggap sebagai simbol kutukan dari Allah. Sehingga hidup beriman yang berbuah bukan semata dikonotasikan sebagai hidup nyaman atau hidup sukses.

“Bukti hidup beriman terlihat dari reaksi hidup kita menerima dan melewati penderitaan” ujarnya.

Persekutuan Doa Karismatik

Gerakan karismatik muncul berdasarkan persetujuan magisterium gereja, jadi itu bukan gerakan ilegal.

Yang jelas, ukuran seseorang diliputi oleh Roh Kudus atau tidak, adalah Ekaristi.

Karismatik mengarahkan orang untuk menikmati kekatolikan yakni menuju Ekaristi.

Begitu juga dengan karunia bahasa roh yang didapatkan dari kegiatan karismatik merupakan hak Allah.

Allah mencurahkan Roh Kudus kepada setiap kita dengan cara berbeda-beda. Jadi kita layak bersukacita apabila ada saudara kita yang mendapatkan karunia itu.

“Bersukacita dengan orang yang bersukacita, adalah karunia roh. Sedangkan merasa tersakiti dengan orang yang bersukacita, bukan karunia roh,” papar Romo Aba.

Untuk memastikan bahwa bahasa roh yang didapat adalah Roh Kudus dapat dilihat dari tindakan dan tutur kata orang yang bersangkutan setelah kegiatan itu. Apakah sesuai dengan ciri orang yang dipenuhi Roh Kudus atau sebaliknya?

Perempuan yang gemar membekukan kenangan dalam bentuk tulisan dan gambar. Hobi  membaca, dan juga pencinta kucing. Mahasiswa asal NTT, Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Leave A Reply

Your email address will not be published.