Katolikana.com—Dalam waktu kurang dari satu tahun, Indonesia akan menggelar Pemilu sebagai perwujudan dari tujuan nasional yang tercantum pada pembukaan UUD 45. Segenap warga wajib mengutamakan Pemilu, termasuk umat Katolik.
Beberapa ayat Alkitab menyiratkan bahwa pengikut Kristus layak mengambil bagian dalam penyelenggaraan pemerintahan. Berperan serta dalam hidup menggereja, berbangsa, dan bernegara. Salah satu ayat tersebut adalah surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma (Roma 14:17).
Mgr. Soegijapranata mengaktualkan ayat-ayat tersebut sebagai pegangan hidupnya, Pro Ecclesia et Patria yang berarti Demi Gereja dan Tanah Air. Penjabarannya adalah menjunjung tinggi negara, di samping mengutamakan gereja.
Semboyan dari Pahlawan Nasional Indonesia itu memperlihatkan kepedulian pada penyelenggaraan negara Indonesia. Tidak mengherankan bila telah mendarah daging pada Gereja Katolik dan Organisasi Massa Katolik.
Gereja Katolik perlu memahami hal itu dengan baik. Keterbukaan akan memaksimalkan dukungan pada umat untuk mengambil bagian di dalam pesta demokrasi, minimal sebagai pemilih.
Pemilih dan Pilihannya
Peran serta umat Katolik dalam Pemilu adalah kesempatan untuk menunjukkan cintanya kepada Yesus dan sesama. Pengamalannya dengan tidak membiarkan orang lain terjerumus dalam penderitaan sebagai dampak dari pemimpin yang tidak tepat.
Langkah untuk memperoleh sosok pemimpin yang ideal memaksa pemilih untuk bertanggung jawab pada pilihannya. Pemilih menjamin bahwa pilihannya adalah insan yang terbaik. Opsinya merupakan pejuang bonum communae (kebaikan bersama).
Potensi kandidat dalam memajukan kesejahteraan ratusan juta penduduk Indonesia terlihat dari rekam jejaknya. Catatan masa lalu tersebut harus dipastikan kebenarannya. Pemilih dituntut untuk aktif memeriksa data setiap calon.
Kejelian pemilih sangat diperlukan dalam memilah berita agar mendapat kebenaran. Informasi yang sungguh-sungguh dapat dipakai sebagai pegangan dalam memilih. Pemilih juga harus mau menyediakan waktu untuk melakukan pemilahan melalui proses verifikasi.
Sering kali proses ini membuat tidak nyaman karena menyingkap kebenaran yang tersembunyi, namun memberi dampak positif bagi masyarakat. Mereka mendapat gambaran peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi sehingga mengetahui dengan baik.
Secara ideal, memeriksa kebenaran dilakukan dengan datang ke lokasi peristiwa. Kedatangannya memungkinkan untuk melihat sendiri peristiwa yang terjadi dan bagaimana kejadiannya.
Verifikasi menjadi lengkap dengan mendapat informasi dari orang yang mengalaminya atau saksi mata. Seiring dengan perkembangan teknologi, proses tersebut lebih efisien dengan memakai gawai. Sangat membantu, asalkan tetap memegang prinsipnya yang baku.
Jalan lain dalam memperoleh rekam jejak calon pemimpin adalah dari situs web media massa mainstream. Perlu kehati-hatian ekstra dalam menentukan sebuah situs web sebagai sumber yang dapat dipercaya.
Ciri-ciri yang paling mudah untuk mengenali sumber tepercaya adalah pencantuman nama pemimpin, alamat, dan nomor telepon redaksi, seperti pada Kompas.id. Petunjuk lain, dapat dilihat pada artikelnya.
Tulisan dari sumber tepercaya merupakan hasil dari observasi, riset, dan wawancara yang diolah menjadi bacaan yang menyenangkan. Dapat dipakai sebagai panduan dan memotivasi pembaca untuk menjadi insan yang berguna bagi orang banyak.
Artikel-artikelnya dapat dipastikan berisi data faktual. Dapat dipakai untuk mencari figur pemimpin yang berdaya dalam mewujudkan bonum communae. Bertolak belakang dengan kabar bohong yang ditampilkan pada media sosial bodong dan media massa abal-abal.
Biasanya, hoaks mengandung ekspresi sensasional dan agresif. Memancing kecemburuan massa, iri hati, dan kemarahan yang semuanya berakhir dengan permusuhan. Selain itu, pelaku mengejar waktu untuk mengunggah agar cepat menjadi viral.
Ketergesaan tampak pada pemakaian diksi, penyusunan kata, dan tata bahasa yang kacau. Tidak sesuai dengan pedoman resmi dalam penggunaan Bahasa Indonesia yang baik.
Pemilihan Tingkat Daerah
Proses verifikasi informasi yang telah dijelaskan sebelumnya juga berlaku untuk memilih pemimpin daerah dan wakil rakyat. Pemilihan tingkat daerah mempunyai calon yang berbeda pada setiap wilayah; dari level provinsi hingga kecamatan.
Paroki yang berada di wilayah tertentu akan mempunyai calon kepala daerah yang berbeda dengan paroki di daerah lain. Demikian juga, calon legislatif. Bahkan, umat dalam satu paroki yang tersebar di beberapa kecamatan tidak akan sama calon wakil rakyatnya.
Hal tersebut menuntut kecermatan umat. Tidak semuanya memiliki kecakapan itu. Apalagi, mereka yang mengalami trauma dengan penyelenggaraan pemerintahan sebelum reformasi.
Mengingat suara umat berharga dalam Pemilu 2024, mau tidak mau pihak gereja mengakomodasi. Hierarki Gereja, Dewan Paroki, dan sesama umat layak saling merangkul dalam menjalankan tugasnya pada Pemilu.
Hierarki Gereja membantu seksi Kerasulan Awam dalam memberi arahan kepada umat mengenai Pemilu. Tujuannya, menciptakan dialog yang ramah dan terbuka agar umat memahami cara memilih dan menentukan pilihan yang tepat.
Kerasulan Awam perlu kolaborasi dengan bidang lain di Dewan Paroki untuk menghimpun umat yang memerlukan bimbingan. Termasuk, bermitra dengan Ketua Wilayah dan Lingkungan.
Akan lebih baik lagi jika dapat menjalin kerja sama dengan sesama umat yang juga politisi di wilayahnya. Mereka dapat berbagi pengalaman dalam mengurus negara sesuai dengan Ajaran gereja.
Mereka juga dapat membagikan informasi tentang karya-karyanya dalam memajukan kesejahteraan bersama. Semua memperlihatkan bahwa suara umat untuk memilih orang yang tepat sangat krusial.
Peserta Pemilu
Aktivis politik beriman Katolik menyadari bahwa setiap karyanya menunjukkan wajah gereja di tengah masyarakat. Mereka adalah umat yang secara serius melaksanakan ensiklik Fratelli Tutti (FT) Paus Fransiskus.
Paus Fransiskus mengajak umat untuk berkarya di luar tempat ibadah dalam rangka menciptakan dunia yang lebih baik (FT 276). Amanat itu searah dengan tujuan NKRI. Fokusnya pada kesejahteraan masyarakat.
Tidak diragukan lagi bahwa Gereja Katolik memandang politik sebagai salah satu bidang pelayanan. Bentuknya mengambil rupa paling konkret dalam upaya setiap umat beriman memajukan kesejahteraan bersama.
Biasanya, umat Katolik yang aktif di bidang politik bersedia mengambil peran sebagai peserta atau penyelenggara, selain menjadi pemilih. Menjalankan peran ganda tersebut membutuhkan hati yang penuh kasih supaya fokus pada perwujudan bonum communae.
Pusat perhatian pada martabat manusia inilah yang membuatnya sanggup menolak bujukan dan ajakan yang mengutamakan kepentingan individu atau kelompok tertentu. Emosi juga lebih terkendali saat mendengar keluhan dari masyarakat, terlebih kaum pinggiran.
Figur ini dapat menyingkirkan prasangka dan tidak memaksakan kehendaknya. Menghormati sudut pandang yang berbeda sehingga akan memupuk keakraban yang meningkatkan bela rasa. Sebuah landasan dalam menciptakan komunikasi yang ramah.
Dialog yang terbuka dapat merefleksikan dan memaknai realitas kehidupan masyarakat secara kritis dengan penuh hormat. Pada umumnya, terbawa dari pendidikan moral yang baik dan mengakar sehingga menjadi budaya.
Kedekatan sosok ini dengan Tuhan akan menuntunnya bersikap baik dalam memandang setiap permasalahan. Kecintaan pada Sang Pencipta dan sesama memampukan untuk menyuarakan kebenaran secara terbuka. Cinta memenuhi hatinya.
Hatinya juga yang menjaga mulut. Berbicara dengan hati menggunakan kata-kata baik yang membangun (Ef 4:29). Perkataan baik mencerminkan kualitas prima dari pribadi yang berbicara.
Rangkaian kata-katanya sopan dan membawa damai saat mengajak pendukungnya turut memahami kehendak Allah; mewujudkan kesejahteraan bersama. Seruannya tanpa paksaan. Menunaikan kampanye yang beradab.
Sosok ini menghargai kebebasan orang lain karena menyadari kekurangannya. Dia akan selalu mau belajar dari kelebihan orang lain untuk perbaikan dirinya. Selain itu, dia mampu menerima kekalahan dengan baik.
Tidak memprovokasi pendukung untuk menentang pemenang. Melainkan, merangkul pilihan masyarakat itu dengan mendukung semua program kerja untuk kesejahteraan bersama. Bukan kepentingan pribadi atau pun kelompok tertentu.
Penyelenggara Pemilu
Keaktifan pengikut Kristus di masyarakat membuka peluang untuk mengambil peran sebagai penyelenggara dalam Pemilu. Peranan yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Posisi ini penuh tantangan dan godaan.
Posisi ini menuntut moral yang baik sehingga piawai dalam mengatasi segala bentuk kecurangan. Menolak godaan dengan budi bahasa yang baik. Keadaan yang dapat menggiring lawan bicara untuk masuk ke dalam komunikasi yang ramah dan terbuka.
Sebuah kesempatan untuk mewartakan kebenaran dengan mengajak bersama-sama memperjuangkan kepentingan masyarakat. Mengutamakan kebaikan bersama dalam menentukan hasil pemilihan.
Karya Ilahi
Setiap warga negara Indonesia layak menyadari akan hak dan kewajiban dalam menggunakan suara pada Pemilu. Mereka dipaksa beradaptasi dengan perkembangan demokrasi saat ini, demi memperoleh pemimpin yang tepat.
Pribadi terbaik akan diperoleh dari memilih dengan menggunakan hati. Mendengarkan informasi yang benar dengan telinga hati, membuka pikiran dan wawasan dalam menentukan pilihan. Juga, berbicara dengan hati untuk menyuarakan pilihan yang benar.
Hati sebagai prioritas dalam menjunjung kebenaran, baik pada saat mendengarkan, maupun berbicara sehingga menghasilkan komunikasi yang ramah dan terbuka. Searah dengan pesan Paus Fransiskus dalam rangka Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke 57, yaitu ‘Berbicara dengan Hati’.
Sebagai pengikut Kristus yang telah berupaya keras melibatkan diri dalam Pemilu, pada akhirnya tetap wajib mengembalikan semuanya pada Sang Pencipta. Apa pun hasilnya, tetap percaya bahwa selalu ada campur tangan Ilahi.
Karya Ilahi pasti ada dalam penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia. Apa pun posisi umat katolik pada Pemilu 2024, perlu selalu mengutamakan hati dalam menjunjung martabat manusia; mewujudkan kesejahteraan bersama.
Seratus persen Katolik, seratus persen Indonesia! ***
Kontributor katolikana.com di Surabaya. Ia suka menulis seputar kerasulan umum, pengkaderan dan pemberdayaan perempuan. Ia juga aktif sebagai relawan paliatif Kristus Raja dan Peduli Kasih.