Tahun Baru Ada karena Jasa Besar Paus Gregorius XIII

Tanpa Paus Gregorius XIII, hari ini kita masih berada di tahun 2023.

0 111

Katolikana.com—Kita baru saja menutup tahun 2023 dan membuka lembaran tahun yang baru. Pergantian tahun ini dirayakan meriah di seluruh penjuru dunia. Dengan demikian, saat ini kita telah memasuki tahun 2024.

Perayaan tahun baru yang kita rayakan ini tidak lepas dari andil sesosok Paus di abad 16. Ia adalah Paus Gregorius XIII.

Mirip seperti namanya, Paus Gregorius XIII hanya menjabat sebagai Uskup Roma selama 13 tahun, yakni dari tahun 1572 hingga 1585. Namun dalam masa kepausannya, ia memiliki jasa besar mereformasi sistem penanggalan Kalender Masehi. Sebuah sistem penanggalan yang hingga kini jamak dipakai oleh masyarakat global.

Tanpa Paus Gregorius XIII, hari ini kita masih berada di tahun 2023. Tanpa perannya, orang-orang akan menganggap tanggal 1 Januari 2024 sebagai tanggal 19 Desember 2023. Alhasil, Kalender Masehi akan berjalan lebih lambat.

Pertanyaannya, mengapa Paus Gregorius XIII sampai harus mereformasi sistem Kalender Masehi? Dan bagaimana cara ia melakukannya?

Paus Gregorius XIII. (Sumber: Istimewa)

 

Kalender Masehi, Kalender Gereja

Sistem penanggalan Kalender Masehi mula-mula dibuat oleh penguasa Kekaisaran Romawi, Julius Caesar. Sehingga Kalender Masehi kerap disebut pula sebagai Kalender Julian.

Dalam sistem tersebut, Caesar menghitung revolusi bumi berlangsung selama 365 hari, 6 jam. Berdasarkan perhitungan itu, Caesar membagi 1 tahun menjadi 12 bulan, setiap bulan terdiri dari 28-31 hari.

Untuk menambal “kekurangan” ¼ jumlah hari dalam setahun, maka ada penambahan hari ke-29 di bulan Februari setiap empat tahun sekali pada tahun kabisat.

Sistem kalender ini mendunia selama 15 abad dan dipakai pula oleh Gereja Katolik sebagai pedoman menentukan hari raya gereja.

 

Pergeseran Hari Raya Paskah

Sayangnya, perhitungan Kalender Julian tidak sepenuhnya akurat. Hal ini disadari karena adanya pergeseran hari raya Paskah.

Menurut Konsili Nicea I yang berlangsung pada abad ke-4, hari raya Paskah ditetapkan pada hari Minggu yang jatuh pada/setelah 21 Maret. Tanggal 21 Maret ditetapkan sebagai penanda ekuinoks musim semi, alias patokan dimulainya awal musim semi.

Patokan ini menjadi krusial untuk menyesuaikan hari raya Paskah dengan kronik sejarah yang tertulis dalam Kitab Suci. Kitab Suci mencatat Paskah yang dimaknai sebagai hari kebangkitan Yesus terjadi bertepatan dengan perayaan Paskah Yahudi, yang sekaligus menjadi penanda awal dimulainya musim semi bagi masyarakat Yahudi.

Selama 13 abad berselang, ekuinoks musim semi makin lama makin bergeser maju ke tanggal 10-11 Maret, tidak lagi konsisten terjadi pada tanggal 21 Maret. Jika dibiarkan terus, maka setiap tahun ekuinoks musim semi akan terus maju, sementara hari raya Paskah akan terus bergeser menjauh dari tanggal awal musim semi.  

Demi merevisi pergeseran hari raya ini, dua orang astronom, Aloysius Lilius dan Christopher Clavius, menghitung ulang jumlah hari dalam Kalender Masehi. Keduanya lantas berperan penting untuk menemukan bahwa perhitungan dalam Kalender Masehi kurang akurat.

Menurut mereka, semestinya satu tahun tidak dihitung selama 365 hari, 6 jam, melainkan 365 hari, 5 jam, 49 menit. Akumulasi perbedaan 11 menit per tahun inilah yang menyebabkan ekuinoks musim semi lama-lama semakin bergeser maju ke awal Maret dan tanggal 21 Maret sudah tidak lagi akurat sebagai penanda awal musim semi.

Berdasarkan perhitungan Lilius dan Clavius, Paus Gregorius XIII pun lantas menerbitkan bulla kepausan Inter Gravissimas pada 24 Februari 1582 untuk mereformasi perubahan sistem Kalender Masehi.

 

Menghapus 10 Hari

Melalui Inter Gravissimas, Paus Gregorius XIII tidak bermaksud membuat kalender baru yang dimulai dengan tahun 1. Alih-alih, Paus Gregorius XIII tetap meneruskan sistem penanggalan Kalender Masehi dengan beberapa penyempurnaan.

Hal tersebut membuat Kalender Masehi masih tetap dipakai hingga saat ini. Namun, ia tidak lagi disebut sebagai Kalender Julian. Peran penting Paus Gregorius XIII membuat Kalender Masehi kini dianggap sebagai Kalender Gregorian.

Dalam bulla kepausan ini, ada 3 hal mendasar yang ditetapkan oleh Paus Gregorius XIII:

  1. Pengurangan tahun kabisat. Tahun kabisat tidak lagi diberlakukan secara otomatis bagi semua tahun yang habis dibagi 4. Tahun-tahun yang habis dibagi 100 tidak lagi dihitung sebagai tahun kabisat, kecuali ia juga habis dibagi 400. (Contoh mudahnya, tahun 2000, 2020, dan 2024 adalah tahun kabisat. Akan tetapi, tahun 2100 dan 2200 mendatang bukanlah tahun kabisat.)
  2. Hari Kamis, 4 Oktober 1582 dalam sistem Kalender Julian dilanjutkan dengan hari Jumat, 15 Oktober 1582 dalam sistem Kalender Gregorian. Ada penghapusan 10 hari untuk mengkoreksi kelebihan hari yang terjadi dalam sistem kalender sebelumnya. Maka, di dalam sejarah dunia tidak pernah ada tanggal 5 Oktober-14 Oktober 1582.
  3. Hari raya Paskah jatuh pada hari Minggu setelah bulan purnama musim semi, yang jatuh pada/sesudah tanggal 21 Maret dalam sistem kalender baru.

 

Berangsur-angsur

Bulla kepausan Inter Gravissimas tentu saja diterapkan seketika itu juga di lingkungan Gereja Katolik. Namun, butuh waktu ratusan tahun hingga Kalender Gregorian bisa diterima di seluruh dunia.

Negara-negara Katolik Eropa, seperti Prancis, Italia, Portugal, dan Spanyol, memang langsung menerima sistem Kalender Gregorian dalam waktu singkat. Akan terapi, berbeda dengan negara-negara Protestan Eropa. Ada kecurigaan ini adalah upaya untuk mengembalikan negara-negara Protestan di bawah pengaruh Gereja Katolik.

Belanda, misalnya, baru sepenuhnya mau menggunakan Kalender Gregorian pada 1701. Inggris Raya mengadopsi sistem penanggalan baru ini pada 1752.

Kolonialisme kemudian berperan membawa pengaruh sistem kalender baru ini ke seluruh dunia. Saat kebanyakan negara-negara besar Eropa telah menerima Kalender Gregorian, mereka mengenalkan pula sistem penanggalan tersebut ke negara-negara koloninya.

Yunani menjadi negara Eropa terakhir yang mengadopsi sistem Kalender Gregorian pada 1923. Terbaru, Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) juga menetapkan Kalender Gregorian sebagai kalender sipil di Arab Saudi sejak Oktober 2016.

Maka, bisa dikatakan Kalender Gregorian saat ini telah disepakati sebagai sistem penanggalan yang berlaku secara global. Semua itu tidak lepas dari pengaruh besar Paus Gregorius XIII membuat Kalender Gregorian demi mengkoreksi akurasi penetapan hari raya Paskah.

 

Dari berbagai sumber. 

Kontributor Katolikana.com di Jakarta. Alumnus Fisipol Universitas Gadjah Mada. Peneliti isu-isu sosial budaya dan urbanisme. Bisa disapa via Twitter @ageng_yudha

Leave A Reply

Your email address will not be published.