Peradilan Mariance Kabu: Pembuktian Keseriusan Kepala Negara Indonesia dan Malaysia dalam Mengawal Amanat ASEAN Summit Meeting 2023

Mariance Kabu awalnya berangkat ke Malaysia untuk menjadi pekerja migran pada April 2014. Ia harus menanggung penyiksaan yang kejam dari majikannya, Ong Su Ping Serene.

0 76

Katolikana.com, Malaysia — Hari Kamis, 14 Maret 2024, akan menjadi momen krusial dalam perjalanan kasus penyiksaan yang dialami oleh Mariance Kabu, seorang perempuan miskin asal Nusa Tenggara Timur, di Malaysia.

Kasus ini menjadi bukti nyata akan keseriusan kepala negara Indonesia dan Malaysia dalam mengawal amanat ASEAN Summit Meeting 2023.

Mariance Kabu, yang pada awalnya berangkat ke Malaysia untuk menjadi pekerja migran pada April 2014. Alih-alih mendapatkan pekerjaan yang baik dan gaji yang layak, Mariance justru mendapatkan penyiksaan yang begitu kejam dari majikan wanitanya bernama Ong Su Ping Serene.

Selama bekerja Mariance selalu mendapatkan kekerasan baik secara verbal maupun fisik, mulai dari ditendang dan dipukul bahkan disiksa menggunakan beberapa benda seperti setrika. Penyiksaan yang begitu bertubi-tubi menyebabkan Mariance mengalami kecacatan pada kedua telinga dan mulut, beberapa giginya juga sempat dicabut menggunakan tang.

Selama 8 bulan bekerja dan hidup dalam penyiksaan yang begitu kejam ia hanya bisa berdoa dan berharap akan ada pertolongan. Beberapa kali Mariance mencoba untuk lari, namun segala akses keluar masuk dari hunian milik majikannya itu ditutup. Berbekal potongan kertas bertuliskan permintaan pertolongan yang dilemparkan Mariance pada seorang tetangga, akhirnya polisi setempat datang untuk menyelamatkannya.

Sejak Januari 2015 silam, Ong Su Ping Serene dihadapkan dimuka persidangan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Namun ia membantah semua tuduhan yang dilayangkan oleh Jaksa wilayah setempat dan bersih keras tidak melakukan penyiksaan. Kemudian pada Oktober 2017, Pengadilan Malaysia memberikan status Discharges Not Amounting to an Acquittal (DNAA) pada  Ong Su Ping Serene. Status DNAA artinya Ong Su Ping Serene dilepas dari tahanan namun tidak dibebaskan, ia bisa dipanggil kapan saja ke pengadilan untuk menghadapi dakwaan yang sama.

Pada Januari 2015, Ong Su Ping Serene dihadapkan ke persidangan namun membantah segala tuduhan. Dan pada Oktober 2017, meskipun dikeluarkan dari tahanan, statusnya tetap belum bebas sepenuhnya. Kabar terbaru menyebutkan bahwa pengadilan Malaysia akan menggelar putusan sela yang krusial bagi kasus ini.

Pengadilan Malaysia akan menggelar “Prima Facie” atau semacam putusan sela dalam tradisi peradilan Anglo Saxon (Kamis, 14/3/2024). Putusan ini menjadi sangat penting, sebab akan menjadi ukuran apakah bekas majikan Mariance Kabu dapat diproses lebih lanjut atau tidak.

Menyikapi agenda peradilan tersebut, Jaringan Masyarakat Sipil Anti Perdagangan Orang Indonesia memberikan pernyataan sikap sebagai berikut:

  1. Desakan kepada Pemerintah Indonesia dan Malaysia: Mendesak Presiden Joko Widodo dan Pemerintah Malaysia untuk memantau secara intens jalannya persidangan agar sesuai dengan prinsip Fair Trial dan terhindar dari praktik-praktik mafia peradilan. Pemerintah diminta untuk menjalankan kesepakatan ASEAN SUMMIT MEETING 2023 secara saksama.
  2. Perlindungan Migran: Mendesak Pemerintah Malaysia untuk menjalankan kesepakatan ASEAN SUMMIT MEETING 2023 demi perlindungan migran dari negara ASEAN lainnya. Sistem peradilan Malaysia diharapkan mampu menghindari diskriminasi terhadap pekerja migran Indonesia.
  3. Peran KBRI di Malaysia: Mendesak KBRI di Malaysia untuk membentuk Tim Pengumpul Fakta guna membantu pembuktian di persidangan. Kasus ini menjadi tonggak penting dalam perlindungan pekerja migran, dan KBRI diminta untuk tidak melewatkan momentum ini.
  4. Apresiasi: Memberikan apresiasi kepada pengacara lokal dan lembaga peradilan Malaysia yang konsisten dalam menangani kasus ini. Solidaritas ASEAN dari tingkat masyarakat ini menunjukkan konkritnya dukungan dalam memerangi perdagangan orang.
  5. Dukungan Media: Meminta dukungan dari pers dan insan media di Malaysia dan Indonesia untuk memberikan liputan yang memadai terhadap persidangan Ong Su Ping Serene. Hal ini merupakan bentuk tanggung jawab bersama dalam memerangi praktik perdagangan orang.

 

Moderator di Forum Academia NTT. Direktur Eksekutif IRGSC (Institute of Resource Governance and Social Change). Melakukan riset aksi isu petani subsisten, anak jalanan, perdagangan orang, dan pandemi Covid-19. Ia menyelesaikan studi doktoral di Departemen Sociology & Cultural Studies di University of Brimingham, Inggris. Karya tulisnya yang terbit dalam buku antologi: Tanah Ulayat, Kapitalisme dan Sikap Gereja (Oase Intim, 2015), Globalisation, the Role of the State and the Rule of Law: Human Trafficking in Eastern Indonesia (ISEAS, 2018).

Leave A Reply

Your email address will not be published.