Katolikana.com — Para Ibu dan Bapak serta Saudari dan Saudara yang baik, selamat malam. Semoga Anda beserta keluarga, sanak-saudara, serta teman dan sahabat dalam keadaan baik. Selamat menikmati akhir pekan untuk sejenak beristirahat dan mencecap kembali semua anugerah yang sudah kita terima dari Allah selama sepekan ini.
Hari ini kita merayakan hari Minggu ke-24 tahun B dalam kalender liturgi. Bacaan Injil (Mrk 8:27-35) yang kita dengarkan dalam Perayaan Ekaristi, berbicara tentang siapa Yesus menurut berbagai pihak, serta konsekuensi dari pemahaman itu.
Apa maknanya bagi kita sekarang? Marilah kita renungkan bersama dengan memperhatikan beberapa catatan berikut.
Pertama, peristiwa ini terjadi di Kaisarea Filipi, sebuah kota yang terletak di wilayah utara, di kaki gunung Hermon, di Libanon, sekitar 45 km sebelah timur kota Tirus (lihat “Peta Palestina Zaman Tuhan Yesus” dalam Alkitab lembar terakhir).
Kedua, sebelum peristiwa ini Injil Markus mengisahkan macam-macam kegiatan dan pengajaran Yesus. Ia makin dikenal orang banyak. Juga makin diawasi oleh orang Farisi dan ahli Taurat yang mengira bahwa Yesus mengajarkan hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang sudah digariskan oleh Taurat. Pada titik ini perlu ditunjukkan bagaimana lingkungan terdekat Yesus memahami Diri-Nya.
Ketiga, dipilihlah tempat yang bukan di Galilea (tempat asal Yesus sendiri), bukan di Yudea (wilayah keyahudian yang resmi), tidak pula di Samaria (yang tidak menerima keyahudian resmi), melainkan di luar semua itu, di daerah yang netral. Di tempat yang netral akan lebih jelas siapa sosok Yesus itu sesungguhnya.
Keempat, di Kaisarea Filipi, tempat yang netral itu, kelompok Yesus dan murid-murid-Nya memperbincangkan tiga macam pandangan mengenai Yesus, yaitu: (1) anggapan orang banyak, dan (2) anggapan dari lingkup lebih khusus, yakni orang Farisi dan ahli Taurat di satu pihak, serta (3) anggapan para murid terdekat Yesus di pihak lain.
Kelima, orang banyak menganggap Yesus (1) seperti Yohanes Pembaptis karena seruan gerakan rohani-Nya mengajak orang mengarahkan diri kembali ke hidup yang lurus (bertobat); (2) seperti Nabi Elia yang kembali ke dunia untuk menyampaikan sabda “dari atas” guna mengatasi kekersangan batin; dan (3) seperti seorang nabi lain, yakni orang yang berani menyuarakan kehadiran Tuhan yang kerap terbungkam oleh ketamakan manusia (ay. 28).
Keenam, Kaum Farisi dan ahli Taurat beranggapan bahwa Yesus itu seperti mereka sendiri, ialah seorang guru agama yang mestinya mengajarkan hal-hal yang sudah digariskan oleh ajaran resmi dan seorang pembimbing rohani. Mereka menganggap Yesus sebagai rekan seprofesi dan sering mengajak-Nya berdiskusi; namun mereka merasa dirugikan karena orang banyak lebih tertarik oleh-Nya.
Ketujuh, pendapat kalangan Farisi dan ahli Taurat ini (catatan keenam) rupanya dengan sengaja tidak ikut disebutkan di Kaisarea Filipi. Bukan karena dianggap tidak penting, tetapi karena pendapat itu tidak bakal membawa orang kepada diri Yesus yang sesungguhnya.
Kedelapan, pendapat yang ketiga adalah yang ada di kalangan para murid Yesus dan yang terucap lewat Petrus; yakni, Yesus adalah Mesias (ay. 29). Artinya, yang terurapi, yang mendapat pengutusan dan perutusan resmi dari Yang Maha Kuasa untuk menjalankan urusan-Nya di dunia.
Kesembilan, kekhususan pandangan bahwa Yesus itu Mesias adalah bahwa Dia itulah yang sejak lama dinantikan orang banyak. Mereka menginginkan Yang Maha Kuasa berbuat sesuatu bagi mereka. Dan kehadiran Yesus itulah jawaban “dari atas”, dari Allah.
Kesepuluh, namun pandangan seperti ini juga dengan sangat mudah disalah mengerti, karena orang banyak sudah memiliki pandangannya sendiri tentang Mesias, yakni tokoh politik yang akan membebaskan mereka dari penjajahan bangsa Romawi. Itulah sebabnya Yesus melarang para murid mengatakan kepada orang banyak bahwa Yesus adalah Mesias (ay. 30). Yesus tidak mau kalau ke-Mesias-an-Nya dipahami secara keliru, sebagai Mesias politik.
Kesebelas, agar kesalahpahaman itu tidak terjadi, Yesus juga memperkenalkan diri-Nya bukan sebagai Mesias, melainkan sebagai “Anak Manusia” yang akan banyak menderita, ditolak oleh para pemimpin bangsa Yahudi, dibunuh, dan bangkit pada hari ketiga (ay. 31).
Keduabelas, sebutan “Anak Manusia” ada kaitannya dengan tokoh dalam Kitab Daniel (Dan 7:13), yakni sosok yang datang dengan awan-awan menghadap Yang Maha Usia untuk mendapat/menerima kuasa. Dengan menggunakan sebutan “Anak Manusia” Yesus ingin menegaskan bahwa anugerah kuasa yang Ia terima dari Yang Maha Kuasa bukannya untuk dipertontonkan (dengan mengusir para penjajah Romawi), melainkan pemberian kekuatan untuk menanggung penderitaan yang berakhir di salib; sekaligus juga kekuatan yang bakal membuat-Nya bangkit dari kematian-Nya.
Ketigabelas, kematian Yesus di kayu salib merupakan penyerahan total kepada kehendak Allah, dan kebangkitan-Nya merupakan tindakan penerimaan dari Allah atas penyerahan diri yang total itu. Dalam kematian-Nya Yesus, sang Anak Manusia, menghadap Allah, dan dalam kebangkitan-Nya Allah memberikan kemuliaan kepada-Nya. Kematian-Nya di kayu salib dan kebangkitan-Nya menjadikan Yesus, sang “Anak Manusia” menjadi “Anak Allah”, seperti diucapkan oleh kepala pasukan yang menunggui dia di salib (Mrk 15:39).
Merenungkan Injil ini mengundang kita untuk mengenal Yesus yang sesungguhnya. Juga mengundang kita untuk mengingat kembali bahwa ke-Mesias-an Yesus adalah sebuah pola dan jalan hidup untuk melaksanakan Kehendak Allah sampai tuntas apa pun bayarannya, guna menyelamatkan manusia dan semua ciptaan lainnya. Karenanya, kita pun diundang oleh Yesus untuk menapaki jalan hidup yang telah ditempuh-Nya (ay. 34-35), agar hidup kita dapat menjadi saluran berkat keselamatan Allah bagi banyak orang.
Teriring salam dan doa.
Penulis: Romo Ignatius Loyola Madya Utama, SJ, dosen Seminari Tinggi Santo Petrus, Sinaksak—Pematang Siantar, dan pendiri Gerakan Solidaritas untuk Anak-anak Miskin
Editor: Ageng Yudhapratama

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.