Katolikana.com — Beberapa hari lalu, media sosial dan grup percakapan ramai memperbincangkan aksi Romo Patrisius Mutiara Andalas, SJ, seorang imam Jesuit yang “tiduran” dalam posisi “disalib” di atas tumpukan sampah di Kota Baru, Yogyakarta.
Aksi ini bukan sekadar protes biasa; ‘gunung limbah’ yang terletak persis di samping ruang doa komunitas Serikat Jesus, menjadi simbol darurat sampah yang kini melanda Yogyakarta.
Penutupan tempat pembuangan akhir (TPA) di Yogyakarta telah memunculkan krisis baru. Sampah yang menumpuk di berbagai sudut kota menjadi peringatan nyata akan kegagalan pengelolaan limbah di tengah masyarakat modern.
Bulan September 2024 lalu, Perayaan hari jadi Kabupaten Karawang ke-391 menjadi sorotan setelah memecahkan rekor Muri pembuatan 1.800 nasi tumpeng berbentuk peta Karawang. Namun perayaan tersebut menuai kontroversi setelah viral ribuan tumpeng tersebut dibuang seusai acara.
Bayangkan, ada kelompok yang mengaku habis lima juta dan berujung pada tong sampah. Padahal begitu banyak orang masih kekurangan makan.
Sampah Pangan
Indonesia tercatat sebagai salah satu dari lima negara dengan tingkat sampah pangan tertinggi di dunia. Ironisnya, ini terjadi di tengah fakta bahwa banyak orang masih mengalami kekurangan pangan. Berton-ton makanan terbuang sia-sia, baik karena penanganan yang salah saat panen maupun perilaku konsumtif rumah tangga.
Menurut data, sekitar 80 persen sampah makanan di Indonesia berasal dari rumah tangga. Sebagian besar disebabkan oleh pembelian berlebihan, penyimpanan yang salah, atau makanan yang tidak habis dikonsumsi.
Sisanya, sekitar 20 persen berasal dari industri atau korporasi. Fakta ini menggambarkan bahwa perilaku individu memiliki kontribusi besar terhadap masalah ini.
Solusi Sederhana dari Rumah
Daripada terus menyalahkan pemerintah atau pengelola, ada banyak langkah sederhana yang bisa kita lakukan untuk mengurangi sampah dari rumah tangga, khususnya limbah makanan. Berikut beberapa solusi yang dapat diterapkan:
- Membuat Pupuk Cair. Limbah dapur dapat diolah menjadi pupuk cair atau eco-enzyme, yang juga bisa digunakan sebagai pembersih lantai. Ini sangat bermanfaat, terutama bagi warga perkotaan yang memiliki tanaman dalam pot.
- Menggunakan Biopori. Sampah organik dapat dikomposkan menggunakan biopori. Meski sering dianggap sulit di area perkotaan, solusi ini masih memungkinkan jika ada kemauan untuk memanfaatkan ruang terbuka hijau.
- Budidaya Maggot. Limbah dapur, seperti sayur dan buah sisa, bisa menjadi media hidup bagi maggot (larva lalat). Maggot ini berguna sebagai pakan burung, ikan, atau hewan peliharaan lainnya, sehingga sampah organik tidak terbuang percuma.
- Mengolah Sampah Hewani. Tulang atau duri ikan bisa dikeringkan dan ditumbuk untuk dijadikan pakan ternak. Meski membutuhkan usaha ekstra, langkah ini dapat memberikan manfaat jangka panjang.
Belanja Bijak dan Sikap Berbagi
Mengurangi sampah juga dapat dimulai dari kebiasaan belanja. Ada dua sikap penting yang perlu diterapkan:
- Belanja Bijaksana. Membeli sesuai kebutuhan dan kemampuan akan mencegah makanan terbuang percuma. Ini juga bentuk penghormatan kepada petani, peternak, dan pada akhirnya kepada Allah Sang Pencipta.
- Sikap Berbagi. Jika memiliki makanan berlebih, terutama yang masih layak konsumsi, alangkah bijaknya jika kita membagikannya kepada yang membutuhkan. Langkah ini tidak hanya mengurangi sampah, tetapi juga menjadi wujud nyata kasih kepada sesama.
Lihat postingan ini di Instagram
Mentalitas dan Disiplin
Masalah sampah tidak hanya tentang limbah organik. Limbah anorganik seperti plastik, kertas, dan kardus juga membutuhkan perhatian. Banyak komunitas kini siap menerima dan mengolah limbah ini, namun semuanya kembali pada sikap mental kita sebagai masyarakat.
Misalnya, kebiasaan sederhana seperti menolak kantong plastik saat belanja atau membawa tas belanja sendiri dapat memberikan dampak besar. Disiplin dalam membuang sampah pada tempatnya juga menjadi kunci untuk menjaga kebersihan lingkungan.
Namun, apakah kita siap? Setiap kali saya menyapu jalan di depan rumah, saya sering bertanya, “Bisakah suatu hari nanti saya tidak menemukan tisu bekas, bungkus permen, atau puntung rokok di jalan?” Mungkin utopis, tetapi ini adalah harapan yang layak diperjuangkan.
Tanggung Jawab Kita
Aksi Pastor Mutiara Andalas SJ di Yogyakarta mengingatkan kita bahwa masalah sampah bukan sekadar isu lingkungan, tetapi juga isu moral dan spiritual. Sampah mencerminkan cara kita menghormati alam dan sesama. Perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil—dari rumah kita sendiri, dari kebiasaan sehari-hari.
Mari kita jadikan pengelolaan sampah sebagai bagian dari tanggung jawab hidup bersama. Bukan hanya untuk menjaga lingkungan, tetapi juga sebagai wujud rasa syukur atas karunia bumi yang telah Tuhan berikan kepada kita semua. Karena sesungguhnya, sampah kita adalah tanggung jawab kita. (*)
Penulis: Susy Haryawan, orang biasa saja.
Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.