Wacana Penghapusan Selibat: Solusi atau Ilusi?

Banyak yang beranggapan bahwa menghapus kewajiban selibat akan menjadi solusi bagi berbagai penyimpangan yang terjadi di kalangan imam.

0 181
Susy Haryawan (Foto: Dokumentasi pribadi)

Katolikana.com—Setiap kali skandal di kalangan imam Katolik mencuat, wacana tentang selibat kembali mengemuka. Banyak yang beranggapan bahwa menghapus kewajiban selibat akan menjadi solusi bagi berbagai penyimpangan yang terjadi di kalangan imam. Namun, apakah benar dengan menghapus aturan ini, permasalahan akan terselesaikan?

Selibat telah menjadi bagian dari tradisi Gereja Katolik Roma selama berabad-abad. Dalam ajaran dan sejarah Gereja, selibat bukan sekadar aturan, melainkan sebuah pilihan hidup yang memungkinkan seorang imam untuk sepenuhnya mengabdikan dirinya kepada Allah dan pelayanan kepada umat. Namun, di tengah berbagai tantangan zaman, selibat sering kali menjadi bahan perdebatan, terutama ketika muncul kasus-kasus penyimpangan yang dilakukan oleh sebagian imam.

Sejumlah laporan dan anekdot menyebutkan bahwa di beberapa keuskupan, persentase imam yang melanggar janji selibat cukup tinggi. Ada yang menyatakan bahwa 75% imam dalam satu keuskupan telah melanggar janji selibatnya, sementara seorang superior tarekat mengatakan bahwa hanya sekitar 10% anggotanya yang benar-benar hidup sesuai dengan kaulnya. Tentu saja, angka-angka ini sulit untuk divalidasi secara pasti. Namun, jika benar demikian, situasi ini memang memprihatinkan.

Menghapus Selibat

Beberapa pihak berpendapat bahwa solusi atas persoalan ini adalah menghapus aturan selibat. Mereka beranggapan bahwa jika imam diperbolehkan menikah, maka kasus penyimpangan akan berkurang. Namun, pandangan ini terlalu menyederhanakan permasalahan. Dalam kenyataannya, banyak orang yang menikah pun tetap menghadapi tantangan kesetiaan. Perselingkuhan dan perceraian bukanlah hal yang asing, bahkan di kalangan pemimpin agama yang diperbolehkan menikah. Menghapus selibat tidak serta-merta menghilangkan potensi ketidaksetiaan atau penyimpangan moral.

Jika imam diperbolehkan menikah, muncul tantangan baru yang tidak kalah besar. Para imam harus membagi perhatian antara pelayanan gerejawi dan keluarga mereka. Tanggung jawab sebagai suami dan ayah tentu akan menyita waktu dan tenaga yang sebelumnya dapat didedikasikan sepenuhnya untuk umat. Tidak menutup kemungkinan bahwa para imam yang berkeluarga justru akan lebih sibuk mencari nafkah demi keluarganya daripada mengurus kebutuhan rohani umat.

Tradisi Berharga

Selibat adalah ciri khas Gereja Katolik Roma yang telah diwariskan selama berabad-abad. Yesus sendiri hidup selibat, begitu pula banyak tokoh Gereja seperti Santo Paulus dan Santo Fransiskus dari Assisi. Hidup selibat memungkinkan seorang imam untuk memberikan dirinya sepenuhnya kepada Allah dan umat tanpa terbagi dengan tanggung jawab duniawi lainnya.

Dari tiga kaul utama yang dihayati oleh para imam dan biarawan—ketaatan, kemiskinan, dan kemurnian—kaul selibat sering kali menjadi yang paling disorot. Kaul kemiskinan lebih fleksibel karena standar kesederhanaan dalam hidup rohani dapat bervariasi. Kaul ketaatan bersifat internal dan jarang diketahui umat. Namun, kaul selibat langsung berkaitan dengan kehidupan pribadi seorang imam dan mudah menjadi bahan pembicaraan umat. Ketika seorang imam menjaga jarak dengan umat, ia sering dianggap sombong atau tidak ramah. Namun, jika ia terlalu dekat, terutama dengan perempuan muda atau ibu-ibu, gosip dan spekulasi segera muncul.

Banyak umat yang tanpa sadar menempatkan para imam dalam situasi yang sulit. Imam muda yang tampan, cerdas, dan ramah sering kali menjadi pusat perhatian umat perempuan. Tidak jarang, ada umat yang bersikap posesif terhadap pastornya, menganggap bahwa sang pastor adalah milik mereka sendiri. Sikap ini, jika tidak disikapi dengan bijak, dapat menjadi godaan tersendiri bagi para imam.

Tantangan Zaman

Menghadapi tantangan zaman, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk membantu para imam dalam menjalani panggilan selibatnya. Salah satunya adalah membangun komunitas yang mendukung agar mereka tidak merasa sendirian dalam menjalani hidup selibat. Rekan imam yang sehati dan komunitas religius yang sehat akan membantu mereka menghidupi panggilan dengan lebih baik.

Selain itu, pembekalan yang lebih baik dalam formasi calon imam sangat penting. Seminaris perlu mendapatkan pendampingan psikologis dan rohani yang kuat agar lebih siap menghadapi tantangan selibat. Dalam formasi calon imam, harus ada dialog terbuka tentang tantangan nyata yang mereka hadapi di lapangan, sehingga mereka memiliki kesiapan mental dan spiritual yang kokoh.

Kesadaran di kalangan umat juga harus dibangun. Umat perlu memahami bahwa para imam juga manusia yang memiliki keterbatasan. Mereka membutuhkan ruang dan dukungan, bukan tekanan atau godaan yang dapat membuat mereka jatuh dalam kesalahan. Sikap umat yang bijaksana dalam berinteraksi dengan para imam akan sangat membantu mereka dalam menjalani panggilan hidup selibat.

Meskipun banyak kritik terhadap selibat, menghapuskan aturan ini bukanlah solusi yang tepat. Setiap pilihan hidup memiliki tantangannya masing-masing, dan selibat adalah salah satu bentuk pengorbanan yang memberikan kebebasan bagi para imam untuk mengabdi secara total kepada Allah dan umat.

Selibat tetap menjadi kekhasan Gereja Katolik Roma yang harus dijaga. Tantangan dalam menjalani selibat memang besar, tetapi bukan berarti tidak mungkin untuk dihayati dengan setia. Dengan formasi yang baik, dukungan komunitas, dan pemahaman umat yang lebih luas, selibat tetap dapat menjadi jalan hidup yang membahagiakan dan bermakna.

Pada akhirnya, mempertahankan selibat bukan hanya soal aturan, tetapi tentang kesetiaan pada panggilan dan komitmen dalam pelayanan. Jika dijalani dengan penuh kasih dan kesadaran, selibat tetap akan menjadi sumber berkat bagi Gereja dan dunia. (*)

Penulis: Susy Haryawan, bukan siapa-siapa.

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Leave A Reply

Your email address will not be published.