Keluarga sebagai Ecclesia Domestica: Tantangan dan Harapan

Di tengah kesibukan dunia modern, keluarga perlu meluangkan waktu berkualitas bersama.

0 123
Fr. Nikolaus Molan Teluma CSsR

Oleh Fr. Nikolaus Molan Teluma, CSsR

Katolikana.com—Keluarga dalam tradisi Katolik disebut sebagai Ecclesia Domestica atau Gereja rumah tangga.

Katekismus Gereja Katolik menjelaskan bahwa, “Keluarga Kristen adalah tempat anak-anak menerima pewartaan pertama mengenai iman. Karena itu tepat sekali ia dinamakan ‘Gereja rumah tangga’, satu persekutuan rahmat dan doa, satu sekolah untuk membina kebajikan-kebajikan dan cinta kasih Kristen” (KGK 1666).

Konsep ini menegaskan bahwa keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam mengajarkan, menghidupi, dan mewariskan iman Katolik kepada generasi selanjutnya.

Sejak Konsili Vatikan II, Gereja semakin menekankan peran penting keluarga dalam formasi iman, moral, dan sosial umat beriman. Namun, modernisasi menghadirkan berbagai tantangan yang dapat menghambat peran tersebut.

Oleh karena itu, penting untuk meninjau kembali realitas yang dihadapi keluarga Katolik masa kini serta harapan bagi masa depan dalam menjalankan peran sebagai Ecclesia Domestica.

Tantangan Keluarga di Era Modern

Di tengah kehidupan modern, individualisme dan materialisme semakin mengakar dalam masyarakat. Banyak keluarga mengalami disorientasi dalam menjalankan nilai-nilai iman karena lebih berfokus pada kesuksesan ekonomi dan kenyamanan hidup.

Orang tua sering kali disibukkan dengan pekerjaan, sehingga waktu untuk membangun kebersamaan dan membina iman dalam keluarga menjadi minim. Akibatnya, anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang kurang memperhatikan nilai-nilai spiritual.

Perubahan sosial dan budaya yang dibawa oleh globalisasi turut mempengaruhi cara pandang keluarga terhadap nilai-nilai tradisional. Norma-norma yang dulunya dianggap sakral, seperti kesetiaan dalam perkawinan dan pentingnya doa bersama, mulai tergeser oleh gaya hidup yang lebih liberal.

Banyak pasangan menghadapi tantangan dalam mempertahankan kesetiaan dan komitmen terhadap janji pernikahan mereka. Meningkatnya angka perceraian menjadi tanda bahwa nilai sakramental dalam keluarga mengalami krisis.

Selain itu, kehadiran teknologi dan media digital menjadi tantangan tersendiri bagi keluarga. Di satu sisi, teknologi dapat menjadi sarana edukatif dan komunikasi yang efektif. Namun, jika tidak dikelola dengan bijak, teknologi dapat mengurangi interaksi langsung dalam keluarga.

Ketergantungan pada media sosial, permainan daring (online gaming), dan hiburan digital lainnya sering kali mengalihkan perhatian anggota keluarga dari relasi yang lebih mendalam dan bermakna. Fenomena ini berdampak pada lemahnya keterlibatan anak-anak dalam kehidupan rohani dan kegiatan keagamaan.

Sekularisasi yang semakin meluas juga membuat banyak keluarga menghadapi tantangan dalam menanamkan nilai-nilai iman kepada anak-anak mereka. Gereja dan komunitas Katolik sering kali dianggap tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman.

Hal ini menyebabkan berkurangnya minat kaum muda untuk terlibat dalam kegiatan keagamaan, termasuk dalam kehidupan iman keluarga mereka sendiri. Krisis iman ini dapat berujung pada sikap apatis terhadap ajaran Gereja.

Di tengah tantangan ini, keluarga Katolik perlu kembali kepada praktik dasar iman, yaitu doa bersama dan penerimaan sakramen secara rutin. Doa dalam keluarga, seperti doa Rosario atau doa malam bersama, dapat menjadi sarana untuk mempererat relasi antar anggota keluarga dan dengan Tuhan.

Selain itu, kehadiran dalam Ekaristi pada hari Minggu serta penerimaan sakramen-sakramen lainnya, seperti rekonsiliasi dan pernikahan yang sakramental, menjadi landasan utama dalam membangun keluarga yang berakar pada Kristus.

Keluarga sebagai Ecclesia Domestica

Di tengah kesibukan dunia modern, keluarga perlu meluangkan waktu berkualitas bersama. Dialog terbuka antara orang tua dan anak-anak dapat membantu membangun pemahaman yang lebih dalam tentang nilai-nilai hidup yang sejati.

Makan bersama tanpa gangguan teknologi, diskusi tentang iman, serta keterlibatan dalam aktivitas sosial Gereja dapat menjadi langkah konkret dalam memperkuat identitas keluarga sebagai Ecclesia Domestica.

Teknologi tidak harus menjadi penghalang dalam kehidupan beriman. Sebaliknya, keluarga dapat memanfaatkannya sebagai alat evangelisasi dan pembinaan rohani.

Misalnya, mengikuti misa daring ketika tidak dapat hadir secara langsung, mendengarkan renungan harian melalui podcast Katolik, atau menggunakan media sosial untuk menyebarkan pesan-pesan positif dan inspiratif. Dengan demikian, teknologi dapat berkontribusi dalam memperkokoh iman keluarga.

Pendidikan iman bukan hanya tugas Gereja, tetapi juga tanggung jawab utama keluarga. Orang tua harus menjadi teladan dalam hidup beriman, bukan sekadar mengandalkan sekolah atau paroki untuk mengajarkan agama kepada anak-anak.

Dengan memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari, seperti berbuat baik, berbagi dengan sesama, dan menunjukkan kasih Kristiani, anak-anak akan lebih mudah memahami dan menghidupi iman mereka.

Keluarga tidak bisa berjalan sendiri dalam menghadapi tantangan zaman. Oleh karena itu, keterlibatan dalam komunitas basis gerejawi, kelompok doa, atau gerakan keluarga Katolik dapat menjadi dukungan yang sangat berarti. Berbagi pengalaman, tantangan, dan harapan dengan keluarga lain dapat menginspirasi serta memperkuat semangat dalam menjalankan peran sebagai Ecclesia Domestica.

Dalam seruan Apostolik Amoris Laetitia (Sukacita Kasih), Paus Fransiskus mengatakan bahwa orang tua senantiasa mempengaruhi perkembangan moral anak-anaknya, menjadi lebih baik ataupun lebih buruk (Amoris Laetitia, 259).

Gereja mengajak setiap keluarga untuk tetap setia dalam panggilannya sebagai komunitas kasih yang mencerminkan relasi kasih antara Kristus dan Gereja. Oleh karena itu, keluarga sebagai Ecclesia Domestica harus terus diperkuat dengan semangat pelayanan, kasih, dan kesetiaan kepada Tuhan.

Wariskan Iman

Keluarga sebagai Ecclesia Domestica memiliki peran fundamental dalam mewariskan iman dan membentuk karakter Kristiani bagi generasi mendatang.

Meski menghadapi berbagai tantangan akibat perubahan sosial, teknologi, dan krisis nilai, harapan tetap ada bagi keluarga Katolik untuk tetap menjadi tempat pertama dan utama dalam pembinaan iman.

Dengan menghidupkan doa bersama, membangun komunikasi yang sehat, memanfaatkan teknologi secara bijak, serta menjalin komunitas yang mendukung, keluarga dapat terus berkembang sebagai Gereja kecil yang merefleksikan kasih Kristus.

Semangat Ecclesia Domestica bukan hanya sekadar teori, tetapi harus diwujudkan dalam kehidupan nyata sebagai persekutuan kasih yang membawa terang bagi dunia.

Hanya dengan kasih yang hidup dan berakar dalam iman, keluarga dapat tetap menjadi benteng iman di tengah arus zaman. (*)

Penulis: Fr. Nikolaus Molan Teluma, CSsR, mahasiswa Universitas Sanata Dharma.

 

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Leave A Reply

Your email address will not be published.