Kerajaan Larantuka: Kerajaan Bercorak Katolik di Indonesia Timur

Proses Semana Santa adalah Tradisi Kerajaan Larantuka yang Masih Dipertahankan Hingga Sekarang

0 1,166

Katolikana.com–Selama belajar di bangku sekolah, kita hanya mengenal kerajaan di Indonesia yang memiliki corak Hindu, Buddha hingga Islam.

Tak banyak yang tahu jika di Indonesia terdapat kerajaan yang bercorak Katolik, salah satunya Kerajaan Larantuka.

Wilayah kekuasaan mencakup Pulau Solor, Pulau Lembata, Pulau Adonara dan Pulau Flores, yang kini kita kenal merupakan bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Sejarah

Kerajaan Larantuka diketahui sudah ada sejak abad ke-14 M, hingga kedatangan Bangsa Portugis pada abad ke-16 M.

Awalnya, Larantuka hanya dijadikan sebagai tempat transit kapal dagang, karena letaknya berada di jalur perdagangan rempah-rempah antara Malaka dan Maluku.

Lama-kelamaan, Portugis tertarik dengan komoditi kayu cendana yang berasal dari wilayah-wilayah kekuasaan Larantuka. Dari sini hubungan baik antara Kerajaan Larantuka dengan Portugis terjalin.

Tak hanya menjalin hubungan baik, Kerajaan Larantuka secara tidak langsung menjadi sekutu sekaligus wilayah koloni dari Bangsa Portugis.

Pihak Belanda, yang saat itu mengetahui tentang komoditi kayu cendana di wilayah Larantuka, berusaha merebut kekuasaan Larantuka dari tangan Portugis. Alasan lainnya, Belanda ingin memperluas pengaruh politiknya di daerah Indonesia Timur.

Konflik di antara keduanya tak kunjung henti. Jika Portugis mendapat dukungan dari Kerajaan Larantuka, Belanda beraliansi dengan Kerajaan Islam Watan Lema untuk memusuhi Portugis-Larantuka.

Seiring melemahnya pasukan, akhirnya  Portugis takluk di tangan Belanda pada tahun 1851 melalui perundingan.

Didik Pradjoko lewat tulisan berjudul “Dinamika Politik Lokal di Kawasan Flores Timur, Kepulauan Solor dan Timor Barat 1851-1915”, menjelaskan perundingan tersebut mengakibatkan wilayah Kerajaan Larantuka, Pulau Flores, Kepulauan Solor dan sebagian di Timor Barat menjadi kekuasaan Belanda .

Di bawah pemerintahan kolonial Belanda, Kerajaan Larantuka dibubarkan dan menjadi wilayah karesidenan Belanda.

Setelah Indonesia merdeka, secara administratif bekas wilayah kerajaan tersebut menjadi Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kerajaan Larantuka. Infografis: Tim

Asal – Usul

Penamaan Larantuka pada kerajaan ini memiliki beberapa arti dari beberapa sumber. Didik Pradjoko menulis, Larantuka sering disebut ‘Jawa Nuhang’ atau ‘Orang Jawa’ dalam bahasa Lamaholot.

Wilayah Kerajaan Larantuka saat ini menjadi Provinsi Nusa Tenggara Timur, disebut dengan nama ‘Nusa Dipa’, yang memiliki arti Pulau Naga atau Pulau Ular. Penamaan tersebut menggambarkan bentuk pulau yang menyerupai ular.

Kerajaan ini didirikan oleh sepasang suami istri, bernama Pati Golo Arakiang dan Putri Wato Wele dari Illi Mandiri.

Menurut cerita lisan Wele-Lia Nurat, Pati Golo adalah seorang pangeran yang berasal dari Kerajaan Wehali-Waiwiku di Timor.

Sumber teks Melayu mengisahkan, Ia berasal dari Wehale (Timor). Ayahnya merupakan bangsawan  yang mempersunting perempuan berdarah Jawa.

Suatu ketika, Pati Golo terdampar di Pantai Waibalun, dekat Larantuka. Ia kemudian mendaki Gunung Illi Mandiri dan berjumpa dengan Wato Wele.

Prosesi Semana Santa. Foto: goodnewsfromindonesia.id

Tradisi

Meski Kerajaan Larantuka telah melebur menjadi sebuah Provinsi Nusa Tenggara Timur, tradisi dari kerajaan ini masih dipegang teguh oleh masyarakat Larantuka, salah satunya prosesi Semana Santa.

Pada 2019, perayaan Semana Santa terhitung sudah digelar selama 500 tahun. Tradisi ini digelar sebagai devosi kepada Bunda Maria saat memasuki pekan suci pra-Paskah. Secara umum, tradisi ini perarakan patung Bunda Maria yang nantinya dipertemukan dengan patung Tuhan Yesus.

Menurut Br. Gerardus Basenti Kelen SS.CC, prosesi Semana Santa adalah perayaan yang sangat mengundang perhatian masyarakat, bahkan turis mancanegara berkunjung ke Larantuka hanya untuk melihat prosesi Semana Santa.

Br. Gerard yang berasal dari Larantuka ini bercerita bahwa patung Bunda Maria sempat dikeramatkan oleh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kepercayaan yang dahulu dianut masyarakat Larantuka, yaitu animisme dan dinamisme. Namun, kepercayaan itu berubah sejak misionaris Dominikan dari Portugis datang ke Larantuka.

“Sejak kedatangan misionaris Dominikan dari Portugis, mereka diberitahu megenai sosok patung tersebut, lalu banyak masyarakat yang memeluk agama Katolik,” ujar Br. Gerard kepada Katolikana, Minggu (7/3/2021).

Hingga 2021, Provinsi Nusa Tenggara Timur masih didominasi agama Katolik. Meski ada penganut agama lain, masyarakat Nusa Tenggara Timur dapat hidup rukun dan toleransi.

Toleransi tersebut diwujudkan dengan sambutan yang baik oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Flores Timur atas rencana Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur mengusulkan Larantuka menjadi kota suci bagi umat Katolik di Indonesia. []

Kontributor: Frederica Nancy Sjamsuardi, Valencia Yuniarti Sutjiato, Damarra Kartika Sari, Silvester Alvin Basundara (Universitas Atma Jaya Yogyakarta).

 

 

 

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Leave A Reply

Your email address will not be published.