Katolikana.com — Sosok Romo Yusuf Bilyarta Mangunwijaya (alm) atau Romo Mangun dikenal sebagai pejuang sosial dan pendidikan.
Berangkat dari kepedulian terhadap kaum miskin dan terpinggirkan, Romo Mangun menyediakan sekolah untuk anak-anak miskin sekaligus melakukan uji coba, meneliti, dan merumuskan praktek-praktek pendidikan dasar lewat Sekolah Kanisius Mangunan yang berada di Kampung Mangunan.
Sekolah ini sebelumnya hampir mati. Lalu, tahun 1994, digunakan Romo Mangun untuk melakukan uji coba tersebut.
Sekolah ini dibentuk bersama dengan Yayasan Kanisius, namun kemudian berdiri sendiri di bawah Yayasan Dinamika Edukasi Dasar (DED) dengan nama Sekolah Eksperimental Mangunan.
“Ini semangat untuk terus mengujicobakan, mencari, dan menemukan konsep pemekaran anak di level pendidikan dasar,” kata Kepala Kantor Yayasan DED Romo Basilius Edy Wiyanto, Pr.

Sekolah Eksperimental
“Kata eksperimental digunakan sebagai tanda bahwa sekolah terus melakukan uji coba dan menemukan pendidikan dasar yang tepat untuk anak,” tambah Romo Edy.
Sekolah eksperimental ini diyakini sebagai laboratorium Romo Mangun dan yayasan untuk mengujicobakan konsep pendidikan dasar yang sesuai terhadap pemekaran utuh diri anak.
Perhatian awal disediakan untuk anak-anak dengan latar ekonomi rendah, namun perkembangannya kemudian kepada konsep pemekaran anak dan pendidikan dasar formal.
“Perhatian kepada orang kecil, miskin kami lanjutkan. Hanya Romo Mangun juga mengeksperimentasikan juga di sekolah formal, maka formal ini juga kami lanjutkan,” jelas Romo Edy.
Hingga awal April 2022, terdapat lima unit Sekolah Eksperimental yang berada di bawah naungan Yayasan DED.
Sekolah pertama SD Kanisius Mangunan. Tahun 2011 dibentuk Taman Kanak-Kanak Mangunan. Lalu, tahun 2018 dibetuk SMP Mangunan. Pendidikan dasar berdasarkan Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 itu wajib sembilan tahun, maka yayasan melanjutkan sampai jenjang SMP.

Lalu terdapat dua sekolah yang akan dinaungi oleh yayasan, yaitu SD Kanisius Gowongan yang akan menjadi SD Eksperimental Mangunan Gowo dan SMP Kanisius Bharata di Karanganyar yang menjadi SMP Kebangsaan Bharata.
Meski berada dalam pendidikan formal di bawah Kemendikbud, Sekolah Eksperimental memiliki sistem kurikulum yang berbeda dengan sekolah formal pada umumnya.
Sekolah Eksperimental Mangunan utamanya menerima siswa yang tinggal di kampung sekitar. Saat ini sekolah berada di Cupuwatu II, Desa Purwomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta.
“Jika ada anak dari kampung itu mendaftar, maka kami tidak boleh menolak. Kami tetap menerima. Itu maksud kami mengutamakan itu. Kalau ada anak yang mendaftar di mana-mana sekolah tidak bisa menampung, karena alasan tertentu, kami wajib menerima,” ujar Romo Edy terkait penerimaan siswa sekolah.

Kurikulum Berbasis Proyek
Proses penerimaan Sekolah Eksperimental Mangunan sama dengan proses penerimaan sekolah formal pada umumnya. Namun, di sekolah ini ada tambahan pemetaan calon siswa.
Pemetaan ini berdasarkan pada pengenalan calon siswa terkait tujuh hal yang terdapat dalam diri siswa, yaitu disebut sebagai tujuh modal.
Tujuh modal ini antara lain terkait karakter, orientasi diri, penguasaan bahasa, pirantinya, kebugaran, dan logika berpikir.
Tujuh modal ini dipetakan sebagai catatan dasar untuk pendampingan selanjutnya. Sekolah ini tidak memperhitungkan nilai, namun yang menjadi tujuan utama adalah mau belajar.
“Misalnya dulu NEM, atau nilai UN-nya atau sekarang nilai ASPD-nya, kami tidak memperhitungkan itu. Yang penting dan pertama mau belajar,” tegas Romo Edy.
Sebelum itu, sekolah melakukan sosialisasi dengan orang tua calon siswa terkait konsep pembelajaran di Sekolah Eksperimental Mangunan.
Kurikulum SD Eksperimental Mangunan
Sekolah menerapkan kurikulum yang disebut pohon kurikulum. Pohon kurikulum ini berasal dari rangkaian proses pembelajaran yang ditawarkan Romo Mangun, yang digambarkan berbentuk pohon.
“Kurikulum bagi kami adalah integrasi antara anak sebagai pembelajar, alam tempat dia belajar, dan alat untuk mengembangkan anak,” jelas Romo Edy.
Bagi sekolah materi belajar yang diberikan adalah salah satu alat pengembangan anak.
Pemekaran Anak
Kini Indonesia mulai menunjukkan perkembangan yang baik. Salah satu batu loncatannya adalah adanya Kurikulum Merdeka.
Namun, masih ada yang tidak serentak implementasinya, misalnya terkait UN yang dihapuskan. Namun, masih ada sekolah yang bukan menggunakan ujian asesmen, namun praktek dan sifatnya sama.
“Ini adalah penggambaran dari keberagaman dan sekaligus tantangan, di mana Sekolah Eksperimental Mangunan tidak selaras dengan pemerintah terkait dengan penilaian,” ujar Romo Edy.
Tidak hanya dengan pemerintah, menjadi anti mainstream menjadi tantangan besar bagi Sekolah Eksperimental Mangunan.
Terkait kebutuhan sekolah dalam hal materi pembelajaran, kognisi masih tetap diperlukan. Hanya saja Sekolah Eksperimental Mangunan mengembangkannya dengan metode berbasis praktek.
“Jadi ilmu pengetahuan itu tetap penting, ilmu pengetahuan yang mewujud sampai berguna ke orang lain itu yang dibutuhkan. Jadi, kalau mau dibilang masih perlu atau tidak ya semuanya perlu,” jelas Kepala Sekolah SD Eksperimental Mangunan Kartika Kirana.

Tantangan
Sistem berbasis kognisi menjadi tantangan bagi Sekolah Eksperimental, di mana nilai berupa angka masih menjadi capaian sekolah.
“Kamu belajar banyak tapi kamu semakin tahunya hanya sedikit. Ini kan tantangan. Sedangkan yang mau kita lihat adalah perkembangan anak,” jelas Romo Edy.
Memang saat ini terdapat deskripsi penilaian di rapor. Tantangannya terdapat fasilitas deskripsi, namun terkadang tidak bisa memahami secara utuh anak dan akhirnya tidak bisa memfasilitasi penuh perkembangan anak.
Hal-hal yang dipikirkan untuk maju bukan hanya soal kognisi saja, namun juga bagaimana nantinya anak dapat menjadi anak yang berkepribadian utuh.

Capaian pendidikan dasar seharusnya bagaimana anak dapat melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya maupun bagi orang lain atau keterampilan sosial.
Kartika memberi contoh dengan analogi gunting. “Seperti gunting yang jika tidak digunakan, maka gunting untuk menggunting tidak ada gunanya,” ujarnya.
Seharusnya digunakan untuk membuat kreasi dan bermanfaat, minimal bagi diri sendiri dan kemudian orang lain.
“Iso nguripi urip,” kata Romo Edy, di mana usia remaja sudah mulai bisa menghidupi bakatnya. Mereka harus sudah bisa menentukan tujuan selanjutnya yang mereka inginkan.
Pendidikan dasar dengan tujuan pemekaran utuh anak ini diharapkan bisa membuat anak terus mengeksplorasi, mengujicobakan, dan meliterasi apapun yang ditemukan.
Tujuannya adalah sebagai bagian dari diri yang dapat menjadi modal untuk bisa ditawarkan kepada orang lain.
Untuk mencapai hal itu, tentu tak mudah. Namun sekolah dan yayasan berharap bersama dengan orang tua dan pemerintah bisa saling memahami, belajar, dan mengedukasi untuk sama-sama menerapkan pendidikan dasar yang memekarkan diri anak secara utuh. (*)
Kontributor: Elisabet Yunita Silalahi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.