Beda Agama di Mata Mahasiswa: Agama Itu Eksklusif, Agar Inklusif Perlu Dialog

Interaksi perlu dibangun secara rutin dan konsisten.

1 366

Katolikana.comBerbincang mengenai agama merupakan hal menarik namun sering dihindari. Di bangku universitas, perbincangan mengenai agama seharusnya bukan lagi menjadi momok menakutkan.

Universitas Atma Jaya Yogyakarta memiliki mahasiswa yang berasal dari beragam agama. Tak hanya mahasiswa Katolik, kita bisa menemukan mahasiswa beragama Buddha, Islam, Hindu, dan Kristen Protestan.

Dialog Agama Penting

Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta Agnes Monica Meidy merasa bahwa dialog antarumat beragama itu penting.

Menurut Agnes, untuk memiliki relasi yang baik antarteman dengan agama yang berbeda, kita perlu mengerti perbedaan agama yang melandasi keunikan antara kita dengan teman kita itu.

Agnes Monica Meidy

“Untuk membangun hubungan baik antarumat agama lain, kita harus mengerti dan mengenal. Misalnya, oh, ternyata perbedaan agama saya dengan teman saya itu seperti ini,” ujar Agnes Monica Meidy.

“Kalau kita tidak kenal, kita bisa saja memandang mereka lebih rendah karena kita tidak mengerti bahwa ternyata apa yang mereka anut juga merupakan nilai-nilai yang baik,” tambahnya.

Menurut Gabriel Haris Putra Pratama, dialog antarumat beragama di lingkup universitas itu penting karena pemahaman agama secara pribadi itu merupakan hal eksklusif.

Untuk membuat hal tersebut menjadi inklusif perlu diadakan dialog antarumat beragama.

“Membahas dialog antarumat beragama berarti kita bersikap inklusif. Maksudnya, bagaimana agar masing-masing komunitas agama bisa memperkaya satu sama lain,” jelas Gabriel.

Interaksi Rutin dan Konsisten

Menurut Agnes, dialog antarumat beragama itu perlu dilakukan rutin. Untuk menjalin relasi yang baik, perlu intensitas komunikasi yang baik juga.

Jika interaksi dibangun secara rutin dan konsisten, maka pemahaman kita akan perbedaan akan lebih baik.

“Untuk menjalin hubungan perlu adanya rutinitas. Jika tidak rutin, akan membatasi relasi kita dengan umat agama lain. Kalau kita rutin bertemu dan membicarakan, akan tumbuh ikatan antara kita dengan teman-teman yang berbeda agama,” jelas Agnes.

Gabriel Haris

Beragama Secara Kritis

Bagi Agnes, hal penting adalah agar mahasiswa mampu secara kritis membedakan antara pemahaman agama yang baik dengan sikap fanatisme atau cinta berlebihan akan agama.

“Ada perbedaan antara pengetahuan agama yang baik dengan orang yang cinta banget sama agama, yang bisa jadi jatuhnya ke fanatisme. Kalau misalnya pengetahuan agama yang baik, sudah pasti dia mengerti tujuan agama itu kaya gini, bukan malah kepercayaan saya yang paling benar dan menjatuhkan agama lain,” ujar Agnes.

Bagi Gabriel, pengetahuan agama yang baik menjadi faktor yang membuat akhlak orang menjadi baik. Namun, banyak faktor lain yang menentukan apakah akhlak orang tersebut itu baik atau tidak.

“Saya setuju, tapi agama ini sebenarnya bukan satu-satunya fondasi yang hanya bisa kita pakai untuk mengukur bahwa orang itu akan berbuat baik juga,” ujar Gabriel.(*)

Kontributor: Fristian Setiawan, Nathania Valentin, Gabriella Nusaca, Yosafat Bayu

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

1 Comment
  1. gabriel haris putra pratama says

    Mantap! Teruskan berkarya!

Leave A Reply

Your email address will not be published.