Katolikana.com—Suster atau biarawati merupakan profesi yang bisa dibilang tidak mudah untuk ditekuni. Komitmen seumur hidup untuk menjadi pelayan Tuhan membuat seorang suster harus melayani di gereja dan di luar lingkungan gereja.
Suster Catharina Supatmiyati RGS (53) dari Kongregasi Religious of the Good Shepherd atau Kesusteran Gembala Baik kini menempuh pendidikan di Jurusan Sosiologi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Sebagai mahasiswi Sosiologi, Suster Catharina membagikan pengalaman dan keluh kesah, seperti pada saat diharuskan untuk berinteraksi dengan mahasiswa lain dengan rentang usia yang cukup jauh karena seringnya mendapatkan tugas kelompok.
Tahun ke-27 Menjadi Suster
Suster Catharina masuk ke kehidupan biarawati pada usia 21 tahun, pada 1991. Dia memulai pekerjaan di Jakarta sebagai bagian administrasi data kongregasi selama enam tahun.
“Saat ini tahun ke-27 saya menjadi seorang biarawati,” kata Suster Catharina.
Setelah itu, ia bekerja sambil melayani beberapa bidang pelayanan Kesusteran Gembala Baik, yakni pendampingan keluarga buruh imigran, pemudi yang hamil di luar nikah, dan permasalahan keluarga.
“Saat ini saya terlibat dalam jaringan anti perdagangan manusia di Indonesia. Ada sembilan jaringan, salah satunya berbasis di Yogyakarta,” kata Suster Catharina.
Kehidupan Perkuliahan
“Ilmu terus berkembang karena perubahan dunia yang begitu cepat, dan tentu saja mengubah cara orang melihat dan berperilaku,” kata Suster Catharina terkait alasan mengapa memutuskan untuk kuliah.
Sebagai mahasiswa angkatan 2020, Suster Catharina sempat mengalami kesulitan untuk beradaptasi, terlebih dengan perkuliahan yang dimulai dengan situasi pandemi Covid-19.
Di awal kuliah dia harus beradaptasi dengan berbagai perangkat elektronik dan juga dengan situasi yang tidak dapat bertemu secara bertatap muka dengan teman-teman mahasiswa jurusan Sosiologi seangkatannya.
“Sarana dan prasarana membutuhkan adaptasi. Tetapi, saya bersyukur karena teman-teman mahasiswa serta dosen saling membantu, mengajari, dan pengertian. Hal itu membuat saya merasa nyaman,” kata Suster Catharina.
Situasi kembali menantang saat perkuliahan tatap muka (hybrid) pada 2022. Suster Catharina harus menyesuaikan kesibukan sebagai seorang suster dan mahasiswa.
“Saat kerja kelompok menjadi tantangan tersendiri bagi saya. Di jurusan Sosiologi banyak sekali kerja kelompok. Setiap orang memiliki cara kerja masing-masing,” kata Suster Catharina.
Tak hanya dari segi pengerjaan tugas kelompok, dari segi pergaulan juga dirasakan olehnya.
“Di awal perkuliahan, saya banyak mendengar serta berusaha untuk memahami bagaimana dinamika anak muda,” kata Suster Catharina.
Ia merasa bahwa di perkuliahan harus saling membantu, tidak perlu untuk merasa tersaingi antar satu dengan yang lain.
Meskipun kegiatan kuliah cukup menguras waktu dari pagi hingga sore hari, ia tetap dapat menyeimbangkan dengan profesinya sebagai seorang biarawati.
“Saya biasanya untuk rapat atau pertemuan dilaksanakan di sore atau malam hari,” kata Suster Catharina.
Dia tidak pernah terpaksa meminta izin kuliah karena adanya rapat ataupun pertemuan yang harus ia hadiri.
‘Relate’ dengan Pekerjaan
Profesi sebagai biarawati dan mahasiswa jurusan Sosiologi membuatnya merasa relate dengan pekerjaannya sehari-hari.
“Kesusteran Gembala Baik ini pelayanannya secara khusus berada di bidang sosial pastoral. Ketika kuliah di Sosiologi, saya mendapatkan banyak teori yang sering saya terapkan di dunia pelayanan sebagai suster,” kata Suster Catharina.
Ia merasa teori-teori yang dipelajari bisa dikaitkan dan diimplementasikan pada saat ia melakukan pelayanan.
“Saya bersyukur karena untungnya saya tidak salah jurusan,” kata Suster Catharina.
Apa pentingnya gelar sarjana di kalangan biarawati? Dia menjawab bahwa ia melihat dari segi relevansi sebuah ilmu, bukanlah dari gelar sarjana yang dimiliki.
“Saat melakukan konseling, di zaman sekarang cara pendekatannya sudah berbeda dengan sepuluh tahun lalu. Jadi, pasti kurang relevan dengan pendekatan yang saya pelajari dulu,” kata Suster Catharina saat diminta contoh relevansi dalam pelayanannya.
Saling Melengkapi
Rekan-rekan Suster Catharina juga menempuh dunia pendidikan setelah mereka berprofesi sebagai pelayan Tuhan di sebuah kongregasi.
“Teman-teman saya ada yang melanjutkan S2 Psikologi klinis, hukum, dan manajemen bisnis. Kami saling melengkapi satu sama lain untuk kebutuhan dalam pelayanan,” kata Suster Catharina.
Ketika ditanya niat melanjutkan perkuliahan ke jenjang yang lebih tinggi setelah lulus S1, Suster Catharina menjawab: “Saya harus berdiskusi terlebih dahulu dengan ketua dan menyesuaikan dengan kebutuhan kongregasi. ”
Dia mengaku memiliki kerinduan untuk studi lanjut dan jika diberikan lampu hijau dari pihak ketua maupun kongregasi, dia ingin melanjutkan studi di jenjang pendidikan formal setelah sarjana.
Selalu Berusaha
Pergaulan anak muda di generasi yang makin pesat akan teknologi digital tak jarang menciptakan generasi yang dicap sebagai generasi yang tidak mau susah atau dikenal dengan kata instan.
Suster Catharina pun memberikan pesan bagi mahasiswa maupun anak muda untuk tetap bersemangat, selalu berani untuk melangkah, dan juga mencoba.
Selain itu, selalu ingat untuk saling membantu serta peka satu sama lain karena tidak ada salahnya untuk membantu sesama yang sedang membutuhkan pertolongan.
“Di dunia pekerjaan tidak cukup hanya pintar saja, melainkan juga harus memiliki kepedulian untuk menolong satu dengan yang lain,” kata Suster Catharina.
“Jangan takut dalam melakukan kesalahan karena tidak ada kehidupan yang sempurna,” pesan Suster Catharina. (*)
Kontributor: Olivia Marveline, mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.