Katolikana.com — Para Ibu dan Bapak serta Saudari dan Saudara yang baik, selamat hari Minggu. Semoga Anda beserta keluarga, sanak-saudara, serta teman dan sahabat dalam keadaaan baik. Selamat menikmati akhir pekan untuk sejenak beristirahat dan mencecap kembali semua anugerah Allah yang sudah kita terima selama sepekan.
Minggu ini kita merayakan hari Minggu ke-26 tahun B dalam kalender liturgi. Injil (Mrk 9:38-43; 45; 47-48) yang akan kita dengarkan dalam Perayaan Ekristi berbicara tentang berbagai macam cara untuk menjadi murid Yesus.
Apa maknanya bagi kehidupan kita sekarang? Marilah kita renungkan bersama dengan memperhatikan beberapa catatan berikut.
Pertama, dalam Injil yang kita renungkan minggu lalu kita dengar bahwa barangsiapa dapat menghargai “anak kecil”, sama dengan menerima Yesus sendiri, bahkan menerima Bapa-Nya yang mengutus-Nya (Mrk 9:36-37). Dengan perkataan ini Yesus mengajarkan bahwa mengikuti-Nya, menjadi murid-Nya, hendaknya tidak dipandang dari sudut besarnya jasa atau banyaknya sumbangan yang diberikan oleh seseorang, melainkan dari keluguan, kesahajaan, tampilan apa adanya.
Kedua, dalam Ijil yang kita renungkan ini, pokok mengenai menjadi pengikut/murid Yesus tampil kembali. Muncul sebuah pertanyaan: apakah mengikuti Yesus berarti mesti ikut di dalam kelompok murid-murid-Nya? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu memperhatikan prinsip-prinsip yang diberikan oleh Yesus.
Ketiga, dengan meluruskan pendapat Yohanes (ay. 39), pandangan para murid lainnya juga dibuka. Mereka diajarnya agar tidak melihat diri mereka sebagai kelompok pusat dalam umat. Janganlah mereka menganggap orang-orang yang belum atau tidak bergabung dengan mereka sebagai orang yang bukan pengikut Yesus. Dengan kata lain, para murid diajak menyadari bahwa ada orang-orang yang mau menerima Yesus dan mengikuti-Nya meskipun tidak jelas-jelas bergabung dengan para murid terdekat. Inilah prinsip yang pertama.
Keempat, yang menjadi ukuran untuk menilai apakah seseorang menjadi pengikut Yesus bukanlah keseragaman dengan (menjadi bagian dari) para murid tadi, melainkan keselarasan dengan Yesus dan dengan pengutusan yang dijalani-Nya (yakni untuk mewujudkan datangnya Kerajaan Allah di dunia ini); dan keselarasan ini bisa bermacam-macam ujudnya, bisa memuat keragaman. Inilah prinsip yang kedua.
Kedua prinsip ini dipertegas dengan empat buah ajaran berikut.
Kelima, ajaran pertama terdapat dalam ay. 39. Bagi Yesus orang yang mengerjakan mukjizat atas nama-Nya jelas-jelas menjadi pengikut-Nya. Para murid Yesus, juga yang paling dekat sekalipun, diminta agar memiliki kelonggaran hati untuk dapat menghargai keragaman dalam cara menjadi pengikut/murid Yesus.
Keenam, ajaran kedua termuat dalam ay. 40. Yesus mengajarkan bahwa “Siapa saja yang tidak melawan kita, ia ada di pihak kita.” Dengan ajaran ini Yesus mengajak para murid untuk bertindak sebagai orang besar yang sejati; yakni, tidak usah merasa terancam bila ada orang yang mengerjakan hal serupa dengan yang mereka lakukan walaupun orang itu tidak bergabung dengan mereka.
Ketujuh, ajaran ketiga kita temukan dalam ay. 41; yakni, agar para murid memandangi diri dengan cara yang benar. Yesus mengajak para murid untuk menyadari bahwa mereka memberi banyak pahala kepada siapa saja yang berbuat kebaikan sekecil apapun kepada mereka. Hal itu terjadi bukan karena mereka sendiri, melainkan karena mereka menjadi murid Yesus. Dengan kata lain, yang membawakan keselamatan bagi orang lain adalah menjadi pengikut Yesus, dan bukan menjadi pengikut para murid Yesus.
Kedelapan, ajaran keempat terdapat dalam ay. 42. Yesus mengajarkan kepada para murid-Nya agar mereka memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap orang-orang yang hendak mengikuti Yesus secara tulus, yakni “yang kecil di antara mereka yang percaya kepada-Ku”. Para murid diimbau agar tidak menjadi penyebab bagi mereka melakukan dosa (ay. 42a). Para murid diminta agar memperhatikan kesejahteraan mereka.
Kesembilan, menjadi penyebab bagi orang yang ingin menjadi murid Yesus berbuat dosa, merupakan tindakan buruk yang sangat besar. Hukumannya, orang itu diserahkan kepada kekuasaan maut (= ditenggelamkan ke dalam laut dengan leher yang dikalungi batu gilingan – ay. 42b). Ajaran ini ingin menekankan betapa berharganya orang yang ingin mengikuti Yesus, sehingga kita perlu menjaga dan merawat mereka agar mereka dapat benar-benar menjadi murid Yesus.
Kesepuluh, empat ajaran tersebut di atas hanya dapat diwujudkan bila para murid memiliki integritas pribadi, yakni selalu menjaga diri agar mereka “tidak tersandung” (ay. 43-48). Yesus mengajarkan bahwa tanggung jawab bukan saja terhadap keadaan orang lain, melainkan juga bagi diri sendiri. Hal ini penting karena hanya orang yang dapat menjaga dirinyalah, yang akan dapat menolong orang lain. Dengan ajaran ini Yesus mengajak para murid untuk menyadari bahwa kehidupan dan Kerajaan Allah harus selalu menjadi pilihan dasar.
Kesebelas, petikan Injil hari ini diakhiri dengan ay. 49-50, yang tidak ikut dibacakan dalam dalam Perayaan Ekaristi. Dalam ay. 49 diberikan sebuah pepatah yang agak aneh: “(Karena) setiap orang akan digarami dengan api.” Digarami biasanya berarti diasinkan sehingga tak hambar; atau lebih penting lagi, menjadi awet, tidak gampang membusuk. Tetapi pengawetan (penggaraman) dilakukan dengan api; artinya, integritas sebagai murid Yesus (lihat catatan kesepuluh), kejujuran serta keluguan dalam mengikuti Yesus, akan dimurnikan sehingga nanti yang keluar adalah murid yang tahan uji, dan yang bakal dapat mengasinkan orang banyak.
Keduabelas, dalam ay. 50 Yesus mengajak para murid-Nya agar dalam diri mereka selalu ada “garam” tadi. Yang dimaksud adalah agar mereka senantiasa mampu mengawetkan diri sendiri dan juga orang lain. Bila demikian, hidup dalam damai dengan satu sama lain akan menjadi kenyataan.
Dengan merenungkan Injil ini, kita diajak untuk menyadari bahwa menjadi pengikut Yesus tidak harus menjadi “pengikut kita.” Yesus justru menegaskan betapa berharganya orang-orang yang menjadi pengikut Yesus: siapa saja, entah para murid dekat entah yang ada di luar kalangan itu. Mereka yang merasa sudah lebih dekat dengan-Nya diminta oleh Yesus agar memperhatikan orang-orang yang mau mengikuti-Nya. Kesetiaan pada tanggung jawab ini merupakan tanda kejujuran murid Yesus, sang Guru, dan menjadi ukuran bagi integritas Gereja di dunia sekarang ini.
Teriring dalam dan doa.
Penulis: Romo Ignatius Loyola Madya Utama, SJ. Dosen Seminari Tinggi Santo Petrus, Sinaksak—Pematang Siantar, dan pendiri Gerakan Solidaritas untuk Anak-anak Miskin.
Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.