Katolikana.com, Amerika Serikat — Kemenangan yang diraih oleh mantan presiden Donald Trump dalam Pemilu AS sebagian besar dikarenakan oleh dukungan yang kuat dari para pemilih Katolik kulit putih. Demografi tersebut memang secara khusus ditargetkan oleh Trump selama masa kampanyenya.
NBC News merilis jajak pendapat yang dilakukan di sepuluh negara bagian. Mereka menemukan fakta bahwa Trump dengan mudah memperoleh suara dari umat Katolik, 56 persen berbanding 41 persen. Khusus di kalangan Katolik kulit putih, perolehan suara mantan presiden tersebut jauh lebih tinggi lagi, dengan capaian hingga 60 persen.
Jajak pendapat nasional dari CNN menunjukkan hasil yang hampir sama. Padahal di tahun 2020, CNN melaporkan bahwa Biden berhasil memenangkan 52 persen suara umat Katolik. Meskipun secara lebih spesifik, Trump sukses merebut dukungan sebanyak 56 persen suara dari kalangan Katolik kulit putih.
Menurut Fox News Voter Analysis dalam jajak pendapat yang dilakukan seminggu sebelum hari pemungutan suara, para pemilih Katolik Hispanik dan Katolik kulit hitam memberikan dukungan besar terhadap Wakil Presiden petahana, Kamala Harris. Rinciannya, 58 persen umat Katolik Hispanik dan 81 persen umat Katolik kulit hitam memilih Kamala.
Pada tahun 2020, exit poll di Fox News tidak merekam perolehan suara spesifik para kandidat di segmen Katolik Hispanik dan Katolik kulit hitam. Fox News hanya melaporkan adanya perbedaan dukungan antara umat Katolik kulit putih dan umat Katolik secara keseluruhan.
Perolehan suara Trump mengalami kemajuan pesat dibandingkan tahun 2020 di segmen pemilih Latino (laki-laki keturunan Hispanik). Menurut CNN, Trump berhasil merebut 54 persen suara pemilih Latino berbanding 44 persen suara yang didapatkan Kamala. Pada 2020, Biden berhasil mengamankan suara Latino, dengan 59 persen suara, sementara Trump hanya mendapatkan 36 persen suara.
Reaksi Para Tokoh Katolik
Mgr. Timothy Broglio, Ketua Konferensi Waligereja AS (United States Conference of Catholic Bishops/USCCB), telah mengucapkan selamat kepada Trump melalui pernyataan resminya pasca Trump dipastikan memenangi Pemilu.
“Gereja Katolik tidak bersekutu dengan partai politik mana pun, begitu pula Konferensi Waligereja AS,” kata Uskup Agung tersebut. “Sebagai umat Kristiani, dan sebagai orang Amerika, kita mempunyai kewajiban untuk memperlakukan satu sama lain dengan kasih sayang, rasa hormat, dan kesopanan, bahkan jika kita mungkin berbeda pendapat mengenai bagaimana menjalankan kebijakan publik,” sebutnya.
Pemimpin Keuskupan Agung Militer AS tersebut lalu menutup pidatonya dengan doa: “Mari kita memohon perantaraan Bunda Maria, pelindung bangsa kita, agar beliau membimbing kita untuk menjunjung kebaikan bersama dan meningkatkan martabat umat manusia, khususnya mereka yang paling rentan di antara kita, termasuk mereka yang belum lahir, orang miskin, orang asing, orang lanjut usia, dan orang lemah, serta migran.”
Pada hari-hari menjelang Pemilu, USCCB sempat mengunggah doa dan refleksi di media sosial sebagai bagian dari kampanye “Novena untuk Kewarganegaraan Setia”.
Refleksi jelang Pemilu tersebut didedikasikan untuk persoalan kehidupan, termasuk aborsi. Refleksi itu dibuka dengan sebuah pertanyaan, “Bagaimana saya membela hak untuk hidup, terutama bagi mereka yang belum dilahirkan dan mereka yang hampir meninggal?”
Baca juga: Para Uskup AS Ucapkan Selamat untuk Trump
Sementara itu, Uskup Agung Washington, Mgr. Wilton Kardinal Gregory, menyerukan agar orang-orang yang mempunyai niat baik untuk bekerja sama mengatasi tantangan-tantangan bangsa.
“Saat ini, ketika bangsa kita bersiap untuk mengambil arah baru dalam pemerintahan, sangat penting bagi kita untuk mengingat bahwa, sebagai orang yang beriman dan berkehendak baik, kita dipanggil untuk bekerja sama mencari kebenaran, keadilan, dan perdamaian di negara kita. rumah, di komunitas kita, dan di negara kita,” ujar Kardinal Gregory.
Namun, dia juga mengakui adanya keraguan yang dialami sebagian orang setelah terpilihnya kembali Trump. “Beberapa orang saat ini bernapas lega atas hasil pemilu nasional, negara bagian, dan lokal, tetapi sebagian yang lain merasa cemas akan masa depan kita,” lanjutnya.
Ia menambahkan, “Jalan kita ke depan terletak pada rasa hormat kita terhadap satu sama lain dan pada martabat yang kita miliki yang diberikan Tuhan, yang ditawarkan secara cuma-cuma dengan doa, kesabaran, kebaikan, dan harapan.”
Sedangkan Uskup Agung José Gomez dari Los Angeles, mantan presiden Konferensi Waligereja AS, memposting di X, mendesak umat Katolik untuk berdoa.
“Ini adalah saat yang tepat bagi kita untuk berdoa bagi negara kita dan merenungkan tugas kita sebagai warga negara danK umat beriman,” tulis Uskup Agung Gomez pada Rabu pagi, sesudah hari pemungutan suara. “Kisah Para Rasul harus menjadi cetak biru kita untuk menjadi murid di dunia kita.”
Adapun Kardinal Joseph Tobin, Uskup Agung Newark, secara teratur memposting di X pilihan Kitab Suci dan sebuah doa. Pada hari Rabu, dia mengunggah doa untuk para migran.
“Maria, Penghiburan Para Migran, berdoalah bagi keluarga-keluarga yang melarikan diri dari penganiayaan, kelaparan atau wabah penyakit untuk mencari kehidupan yang lebih baik bagi diri mereka sendiri dan keluarga mereka,” tulisnya.
“Isi hati kami dengan belas kasih dan ilhami kami untuk berbagi dengan murah hati kepada semua saudara dan saudari kami yang membutuhkan,” sebut Kardinal Tobin.
Pasca Trump mengunci kemenangannya, Jesuit Refugee Service (JRS) AS ikut mengeluarkan pernyataan yang menyerukan pemerintahan baru Trump “untuk menghormati peran bersejarah Amerika Serikat, negara yang bangga dengan identitasnya sebagai negeri imigran”. JRS AS juga mendesak Kongres baru untuk memberlakukan reformasi imigrasi.
“Kami menyerukan kepada pemerintahan yang akan datang untuk melanjutkan kepemimpinan global AS yang telah lama ada dalam memberikan bantuan kemanusiaan untuk menyelamatkan nyawa mereka yang membutuhkan bantuan di seluruh dunia,” sebut JRS AS dalam pernyataan mereka.
Baca juga: Trump Menang, Jesuit Refugee Service Desak AS Hormati Imigran
Berebut Suara Katolik
Catholic Vote, sebuah kelompok advokasi politik yang mendukung Trump, secara teratur menyuarakan program yang ditawarkan Trump kepada para pemilih Katolik pada minggu-minggu menjelang pemungutan suara.
Mereka membantu Trump untuk memperkuat pesan bahwa Kamala memusuhi agama Katolik. Kelompok ini membahas pernyataan kontroversial yang dibuat Kamala tentang Knights of Columbus ketika dia menjadi senator. Selain itu, mereka juga membuat iklan yang mencoba menghubungkan Kamala dengan kelompok protes radikal, Sisters of Perpetual Indulgence.
“Umat Katolik kembali terbukti menjadi blok pemilih penting yang tidak dapat diabaikan,” kata kelompok itu dalam pernyataan mereka pada Rabu (6/11/2024).
“Umat Katolik kini semakin tertarik dengan agenda sayap kanan baru yang dipopulerkan oleh Trump, yang menggabungkan kebijakan sosial yang mengutamakan keluarga dengan prioritas ekonomi yang mengutamakan Amerika,” sebut mereka.
Sesudah hasil Pemilu dapat dipastikan, Catholic Democrats, sebuah kelompok advokasi yang mendukung Kamala, memposting di X sebuah seruan bagi umat Katolik untuk berdoa bagi negara dan khususnya bagi mereka yang mengalami “perasaan takut, cemas, kekecewaan mendalam dan berbagai emosi negatif yang menantang lainnya.”
Kampanye Trump secara efektif berusaha menjangkau pemilih Katolik dengan menggunakan media sosial dan wawancara televisi. Ia pun melakukan pertemuan tatap muka, yang memainkan peran penting di beberapa negara bagian. Trump juga beberapa kali mengunggah gambar dan doa-doa Katolik di media sosial, termasuk karya seni yang menggambarkan Bunda Maria dari Guadalupe dan doa Santo Michael.
Berbeda dengan Harris, Trump bersedia hadir dalam Al Smith Dinner, sebuah acara penggalangan dana tahunan kelas atas yang diselenggarakan oleh Keuskupan Agung New York untuk mengumpulkan donasi bagi berbagai badan amal Katolik.
Setelah menghadiri Al Smith Dinner, Trump kemudian datang dalam sebuah wawancara dengan Raymond Arroyo dari EWTN, sebuah jaringan televisi Katolik. Cawapres Trump, JD Vance, juga seorang pemeluk Katolik sejak tahun 2019.
Baca juga: Trump Menangi Pilpres, JD Vance Resmi Terpilih sebagai Wapres Katolik Kedua AS
Dalam kampanyenya, Trump berjanji untuk menindak tegas imigran serta mendeportasi siapa pun yang datang dan tinggal di Amerika Serikat secara ilegal. Beberapa aksi unjuk rasa yang dilakukannya mencakup papan bertuliskan, “Deportasi massal sekarang” dan mantan presiden tersebut berjanji bahwa deportasi akan dimulai sejak hari pertama ia menjabat kembali sebagai Presiden AS. (*)
Sumber: America Magazine
Kontributor Katolikana.com di Jakarta. Alumnus Fisipol Universitas Gadjah Mada. Peneliti isu-isu sosial budaya dan urbanisme. Bisa disapa via Twitter @ageng_yudha