Katolikana.com — Tinggal di asrama Santo Dominikus, Wonosari, Daerah Istimewa Yogyakarta, menjadi pengalaman yang membentuk kepribadian saya dalam tiga pilar utama: hidup doa, hidup belajar, dan hidup kerja.
Sebagai anak rantau dari Pontianak, Kalimantan Barat, perjalanan ini bukan hanya soal adaptasi lingkungan, tetapi juga pembentukan diri yang mendalam.
Hidup Doa: Fondasi Spiritualitas
Saat tinggal di Pontianak, Kalimantan Barat, orang tua saya selalu mendorong untuk aktif dalam kegiatan Gereja.
Setelah menerima Komuni Pertama pada tahun 2018, tepatnya saat kelas 5 SD, saya bersama beberapa teman bergabung dalam Serikat Kepausan Anak Misioner (SEKAMI) dan Putra Putri Altar (PPA).
Keikutsertaan ini membuat saya semakin terlibat dalam berbagai aktivitas Gereja, selain menjalani pendidikan di sekolah Katolik sejak jenjang TK, SD, hingga SMP di Pontianak.
Baca juga:
Sejak kecil, saya sudah dikenalkan pada hidup doa oleh orang tua. Namun, kesulitan menjaga konsistensi sering kali menjadi tantangan ketika tinggal di rumah.
Semua berubah saat saya tinggal di asrama. Rutinitas doa menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari: doa pagi (ofisi), misa harian sebelum sekolah, doa Angelus di siang hari, doa sore, dan doa completorium sebelum tidur.
Rutinitas ini menanamkan kedisiplinan spiritual yang membangun iman saya. Kini, rasanya ada yang kurang jika sehari saja dilewati tanpa doa.
Nasihat seorang suster di asrama terus terngiang, “Doa adalah percakapan dengan Tuhan. Lakukan dengan khusyuk, tanpa menoleh atau bercanda.”
Kapel asrama, yang terletak dekat ruang makan, menjadi pusat spiritualitas kami. Di kapel inilah, saya sering merefleksikan perjalanan hidup sambil mempersembahkan segalanya kepada Tuhan.
Di kapel asrama, kami menjalani doa harian dan sesekali menerima nasihat dari suster terkait permasalahan yang mungkin kami perbuat. Secara terjadwal, suster juga mengundang Romo Paroki Santo Petrus Kanisius Wonosari untuk mempersembahkan misa bagi kami di kapel.
Dekat dengan kapel, terdapat sebuah kebun bunga kecil yang dihiasi Gua Maria serta relief Santo Dominikus dan Bunda Maria. Santo Dominikus dikenal dengan devosinya yang mendalam kepada Bunda Maria melalui doa Rosario.
Meneladani Santo Dominikus, selama Bulan Maria, kami setiap hari berdoa Rosario di depan Gua Maria tersebut. Doa Rosario juga menjadi bagian rutin dalam kegiatan sekolah sepanjang bulan itu.
Setiap bulan, penghuni asrama mengikuti pertemuan khusus yang membahas tentang keimanan dan kedisiplinan, dipimpin oleh suster pembina asrama.
Sesekali, pemateri dalam pertemuan ini adalah frater yang kebetulan berkunjung ke asrama. Bahkan, pernah juga diisi oleh suster-suster muda dari Ordo Dominikan di Yogyakarta. Dalam kunjungan mereka, kami belajar banyak, mulai dari menjaga kesehatan dan kebersihan diri hingga cara membuat renungan pribadi.
Hidup Belajar: Disiplin dan Dukungan
Hidup belajar di asrama sangat terstruktur. Ada dua sesi belajar utama: sore hari sebelum makan malam dan malam hari hingga pukul 21.00. Bahkan jika kami pulang lebih awal dari sekolah, jadwal belajar akan disesuaikan. Dengan fasilitas seperti perpustakaan dan ruang studi yang nyaman, belajar menjadi kegiatan yang menyenangkan.
Asrama kami dihuni oleh 30 orang, sehingga ruang belajar dibagi menjadi dua tempat. Yang pertama adalah ruang perpustakaan yang terletak tidak jauh dari kapel, mampu menampung hingga 13 orang. Yang kedua adalah ruang studi yang menyatu dengan asrama, berkapasitas hingga 17 orang.
Fasilitas di kedua ruangan tersebut sangat nyaman untuk belajar. Meja dan kursi disediakan dengan rapi, memungkinkan kami mencatat, membaca buku, dan mengerjakan tugas dengan penerangan yang memadai. CCTV yang memantau ruangan belajar memastikan kami fokus pada tugas-tugas kami. Suasana ini mendukung konsentrasi dan produktivitas kami selama sesi belajar
Perpustakaan asrama menyediakan beragam koleksi bacaan, mulai dari buku fiksi, karya biarawan-biarawati, hingga buku-buku umum. Setiap penghuni asrama memiliki akses penuh untuk memanfaatkan fasilitas ini, menjadikannya surga bagi para pecinta buku.
Saya merasa sangat beruntung berada di tempat ini. Di tengah gempuran teknologi yang memudahkan akses bacaan secara digital, membaca buku fisik tetap menjadi rutinitas kami. Setidaknya, generasi saya—yang sering dianggap kurang akrab dengan buku tercetak—masih berusaha menjaga tradisi ini sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
Membaca buku fisik menjadi kebiasaan yang terus dijaga meskipun era digital menawarkan kemudahan akses informasi. Kedisiplinan dalam belajar tidak hanya membantu saya meraih prestasi akademik, tetapi juga memperkuat kebiasaan positif untuk masa depan.
Hidup Kerja: Tanggung Jawab dan Kolaborasi
Asrama menjadi tempat ideal untuk belajar tanggung jawab melalui hidup kerja. Setiap penghuni memiliki tugas harian yang sudah dijadwalkan, mulai dari menyiram tanaman, membersihkan kolam lele, membersihkan kandang burung, menyapu halaman, menyapu selasar dan mengepel, membersihkan kamar mandi, hingga memasak.
Untuk urusan memasak, kami memiliki jadwal yang teratur. Setiap minggu, tim masak terdiri dari tiga penghuni asrama, dengan satu orang tambahan membantu di dapur suster.
Tugas kami mencakup meracik bahan masakan dan memasak pada pagi hari. Hidangan yang telah disiapkan kemudian ditempatkan dalam wadah bekal masing-masing untuk dibawa ke sekolah.
Sebagian bahan masakan yang telah diracik akan dimasak oleh ibu dapur pada siang hari untuk keperluan makan malam kami. Jenis masakannya sederhana, seperti tempe, tahu, terong, sawi, kubis, wortel, telur, dan sesekali mie.
Saya merasa beruntung karena sejak usia delapan tahun, orang tua telah mengajari saya memasak hal-hal sederhana seperti memasak nasi di rice cooker, membuat telur dadar, dan menumis sayuran.
Pengalaman memasak sederhana seperti mengolah tempe, tahu, dan sayuran kini menjadi keterampilan yang lebih terasah.
Tinggal di asrama memperdalam keterampilan tersebut. Inilah bagian dari hidup doa, hidup belajar, dan hidup kerja yang menjadi ciri khas kehidupan anak rantau penghuni asrama
Selain itu, kebersamaan dan semangat gotong royong dalam menjalankan tugas menciptakan ikatan yang erat di antara penghuni asrama. Hidup kerja ini mengajarkan kami arti disiplin, tanggung jawab, dan kemandirian, yang menjadi bekal penting dalam menjalani hidup.
Hidup yang Seimbang
Tinggal di asrama Santo Dominikus bukan hanya tentang menyelesaikan kewajiban harian, tetapi juga perjalanan untuk menemukan harmoni dalam hidup doa, belajar, dan kerja. Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa kesederhanaan, kedisiplinan, dan kebersamaan adalah kunci menuju hidup yang bermakna.
Sebagai penghuni asrama dan pelajar SMA Dominikus, saya merasa diberkati dapat menjalani kehidupan yang memperkuat iman, ilmu, dan keterampilan. Semoga pengalaman ini menjadi inspirasi bagi banyak anak muda untuk terus bertumbuh dalam iman dan karakter. (*)
Penulis: Dorothea Pane Melia, penghuni Asrama Putri “Santo Dominikus” dan pelajar SMA Dominikus Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penyuka dance, musik, dan newbie on clasical piano. Suka menulis dan membaca serta vlogging. IG: dorothea.pm
Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.