Pernah ‘Dendam’ dengan Pastor, Mengapa Saya Mau Berdamai?

Bagaimana kalau kamu mengalami luka dan dendam yang lama kepada seorang Pastor? Apakah akan memaafkan? Saya memilih berdamai dengan pengampunan, meski jatuh bangun.

2 820

Anastasia Ganjar Ayu Setiansih alias Anjar Anastasia, sejak 1996 bekerja di lingkungan Keuskupan Bandung, tepatnya di Gereja Mahasiswa (Gema) Bandung. Namun baru tahun 2008 Anjar diangkat menjadi karyawan tetap, 10 tahun dari 22 tahun masa kerjanya hingga sekarang. Kali ini Anjar membagikan kisahnya, bagaimana ia mengalami kekecewaan dan rasa dendam kepada Pastor, pimpinan Gereja, lalu berhasil menyembuhkan dendam lama, walau harus jatuh bangun.

 

Katolikana.com — Waktu itu saya masih kuliah dan ikut kepanitiaan di Gereja Mahasiswa (Gema) Keuskupan Bandung. Bersama teman-teman saling berbagi tugas.

Jaman itu pula, cuma ada telepon rumah dan Gema belum terpasang nomor telepon sendiri. Jadilah telepon umum receh di Fakultas MIPA Universitas Padjajaran, Dago, Bandung menjadi andalan kami buat bolak balik menelpon.

Suatu hari kami butuh cepat tanda tangan Pastor Mahasiswa. Sudah janjian kok belum datang. Setelah ditelpon ke rumahnya, ternyata beliau belum pulang dari kunjungan ke umat. Kami pun berbagi tugas. Ada yang nunggu di Gema dan ada yang ke Cicadas, tempat Pastor itu tinggal. Menuju Cicadas pun tidak semudah sekarang. Cuma bisa dilalui angkot. Belom ada ojek online. Teman yang punya kendaraan pribadi pun jarang. Maklum, banyak mahasiswa rantau.

Tiba di Cicadas ternyata Pastor sudah pergi lagi alias selisipan jalan. Sementara di Gema, teman yang diminta menunggu harus ke kampus berbarengan dengan Pastornya datang. Karena yang bawa dokumen mereka yang ke Cicadas, ya nggak ketemu deh. Apalagi habis itu mereka pulang.

Ini kejadian kesekian kali. Susah juga kalau tidak ada kantor dengan ‘penunggu’nya yang bisa standby.

***

SAAT bapak di Lampung sekarat karena sakit sekitar tahun 1993, ada satu peristiwa yang membuat saya marah semarahnya kepada Pastor Paroki kala itu.

Beliau membuat hati ibu saya terluka dan menjadikan air mata jatuh tak henti. Bahkan dampak dari kejadian itu menorehkan luka batin bagi kami berdua, saya dan ibunda. Saya sempat memaki dalam hati. Marah pada gereja. Tidak terima pada perlakuan seorang pilihan Tuhan yang mestinya bisa lebih bijak melihat masalah.

Beberapa bulan jiwa saya menjauh dari gereja meski raga saya mau nggak mau tetap nggak jauh-jauh dari gereja. Apalagi sejak kecil gereja adalah bagian dalam hidup sebab jarak yang memang dekat dari rumah.

Atas kejadian Pastor Paroki yang membuat ibu menangis, ada semacam janji dalam diri saya untuk membuktikan bahwa dia salah. Harusnya bisa lebih melek dengan kondisi umatnya.
Nggak mentang-mentang atau berlindung di balik dogma.

Sesaat sebelum kelar kuliah, di bis Damri Bandung-Jatinangor, sambil melamun sepanjang perjalanan, saya membatin, “Kalau ada kesempatan bisa membantu di gereja, saya mau deh…”

Entah alam yang bertelinga atau karena waktunya pas, tak lama ketika saya lulus kuliah dan Pastor Mahasiswa diganti, tawaran untuk membantu melayani di Gema benar-benar datang.
Nggak pakai penerimaan yang jelimet, Pastor Mahasiswa waktu itu langsung menerima dan memercayakan urusan sekretariatan pada saya. Jadilah saya “penunggu” Gema sejak saat itu plus pengangkat telepon yang sudah dipasang.

Terus, tugasnya ngapain aja? Awal-awal memang membingungkan. Malah lebih banyak diam.

Lama-lama ternyata titel “sekretaris” itu mulai tergeser dengan situasi sebagai “teman dengar”. Sebagian yang bertandang ke Gema adalah teman-teman seumuran dan perantau. Mereka suka kangen suasana kumpul-kumpul dan ngobrol selayaknya keluarga. Sebagai sesama anak rantau, saya paham banget ini. Maka dengan senang hati saya jalani “profesi” ini bahkan di luar jam kerja.

Tambah tahun yang aktif berkumpul adalah mereka yang usianya di bawah saya. Jadilah istilah Kakak Damping itu lebih ngehitz daripada Sekretaris Pastoral. Plus biro jodoh juga sesekali.

Makin ke sini, seiring tahun dan usia, saya juga harus membiasakan telinga dipanggil ibu.
Gurauan saya kepada adik-adik yang baru kenal dan memanggil saya ibu, “Kita lihat berapa lama dia tahan memanggil saya gitu…” (sebab kebanyakan manggil ‘mbak’).

Tapi sungguh. Meski belum merasakan menjadi seorang ibu, saya bisa sedikit merasakan bagaimana susahnya mendampingi seorang anak. Apalagi mereka dari latar belakang serta karakter yang berbeda-beda.

Jadi inget kata-kata ibu almarhum ketika saya suka membantah nasihatnya, “Nggak apa kamu bantah apa yang Ibu bilang. Tapi, nanti satu saat kamu pasti ngerti apa yang Ibu maksud…”

***

Anjar Anastasia. Foto: Koleksi pribadi

Bagaimana dengan ‘dendam’ yang berhubungan dengan gereja? Kan sekarang kerja di lingkungan itu?

Saat baru setahun jadi pegawai tetap keuskupan, seorang pejabat keuskupan pernah mengingatkan saya. “Anjar, semakin kamu kenal gereja, semakin dalam juga kamu kenal keburukan dari kebaikan yang selama ini mungkin sudah kamu tahu.”

Saya ketawa waktu dibilang itu. Sebelum bekerja pun, saya sudah tahu bahkan mengalami, bukan?

Saya sadar tidak baik juga menyimpan dendam. Saya mau berdamai dengan segala masalah yang sempat menyulutkan dendam itu.

Kalau cuma bisa nyari kejelekan atau keburukan saja ngapain juga kepikiran lalu sakit. Kan berarti kita melepas sebuah kesempatan buat membuktikan kalau kita pun bisa melakukan dan mengerjakan yang lebih baik to?

Lagian pada akhirnya mau kemana atau kepada siapa sih segala hasil kebaikan hidup dibawa?

Penyembuhan atas dendam lama itu saya dapati dalam pekerjaan ini. Tentu juga dengan jatuh bangunnya. Saya juga bisa lebih mau mencoba terbuka dan menghormati kepada yang berbeda, termasuk teman-teman berkeyakinan lain.

Nggak perlu banyak debat. Buktikan saja kita bisa menunjukkan sebuah arti hidup dari segala keyakinan kita selama ini.

Penyembuhan atas dendam lama itu saya dapati dalam pekerjaan ini. Tentu juga dengan jatuh bangunnya. Saya juga bisa lebih mau mencoba terbuka dan menghormati kepada yang berbeda, termasuk teman-teman berkeyakinan lain.

Anastasia Ganjar Ayu Setiansih

 

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

2 Comments
  1. Anjar Anastasia says

    Terimakasih atas dimuatnya sharing saya ini 🙏
    Tuhan berkati… 👼👼

    1. Basilius Triharyanto says

      Terima kasih Anjar, sudah mau berbagi dan sharing, cukup insipiratif.

Leave A Reply

Your email address will not be published.