Jika Keluarga atau Sahabatmu Seorang LGBT, Bagaimana Sikapmu?

Bagaimana komunitas Gereja Katolik menerima kaum LGBT

0 1,309

Katolikana.com – Homoseksualitas selalu menjadi isu kontroversial di kalangan umat Katolik. Isu mengenai homoseksualitas kembali menghangat setelah beberapa media mengutip pernyataan Paus Fransiskus tentang LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender).

Sikap umat Katolik biasanya terbagi dua. Pertama, menolak secara habis-habisan dan menganggap homoseksualitas sebagai dosa dan aib. Kedua, umat yang menganggap bahwa manusia memiliki hak dan kebebasan untuk menentukan orientasi seksualnya.

Pengalaman pertama kali penulis bertemu dengan kaum LGBT adalah ketika mendapati pengamen transgender di kota kelahiran penulis, Bandung. Dengan suara yang berat tapi juga khas, sang pengamen berpindah-pindah dari mobil ke mobil dengan dandanan khasnya sambil berdendang. Hampir tiap hari saya melihatnya karena jalan tersebut merupakan rute harian saya menuju kampus.

Pemahaman saya akan kaum LGBT sedikit mulai tercerahkan ketika saya mendapati topik talkshow pembicara favorit saya, Oprah Winfrey. Oprah menghadirkan dua nara sumber, Jake sebagai transgender pria (dengan nama asli Julia) dan Angelica sebagai transgender wanita. Keduanya tampak seperti pria dan wanita tulen. Tidak akan ada yang mengira bahwa mereka sebenarnya adalah transgender.

Keduanya menyatakan bahwa mereka sadar bahwa mereka berada dalam tubuh yang salah sejak balita. Ketika melihat jenis kelaminnya sendiri, mereka mengklaim bahwa sesuatu terasa salah. Bukan hanya itu, sedari kecil keduanya menyatakan bahwa memiliki kecenderungan untuk bertindak seperti lawan jenis.

Angelica menyatakan bahwa dia sudah sangat feminin sejak kecil sedangkan Jake menyatakan bahwa dia lebih suka bermain seperti halnya anak laki-laki. Menjelang lebih dewasa, mereka berusaha sedapat mungkin mendapatkan tampilan sesuai gender yang diinginkannya.

Jake berusaha membebat dadanya agar tidak terlalu menonjol sedangkan Angelica memberi tambahan bantal kecil di bokongnya agar terlihat lebih menyerupai lekuk tubuh wanita. Sekarang keduanya menjalani terapi hormone dan Jake bahkan sudah menjalankan operasi untuk mengangkat payudaranya.

Siksaan paling berat bagi transgender adalah merasa benci akan tubuhnya sendiri. Mereka merasa tidak nyaman dalam tubuhnya dan merasa tidak nyaman dengan dirinya sendiri. Perasaan ini semakin menjadi ketika mereka melalui masa pubertas karena semua organ seksual semakin tumbuh nyata.

Jake mencurahkan bagaimana saat itu kebencian akan tubuhnya, dan siksaan dari teman-teman yang melakukan persekusi di sekolah membuat Jake merasa depresi dan ingin bunuh diri.

Angelica bahkan merasakan depresi lebih dini, sejak umur 5 tahun. Angelica yang waktu kecil menganut agama Katolik menuturkan bahwa dia bahkan sempat berdoa selama bertahun-tahun, mengharapkan keajaiban Tuhan agar tiba-tiba tubuhnya berubah menjadi wanita.

Setelah mendengarkan penuturan jujur dan terbuka dari kaum transgender ini, saya merasa memiliki pemahaman yang lebih akan perasaan mereka. Perasaan bahwa mereka berbeda dari masyarakat pada umumnya. Perasaan ingin diterima sebagai manusia seutuhnya, dan tidak dilihat sebagai label yang harus mereka tanggung, sebagai kaum LGBT.

 

Baca Juga: 

 

Walaupun sekarang saya merasa memiliki empati yang lebih tinggi, tetap ada masanya saat saya sendiri mengernyit saat membaca seorang transgender pria memutuskan untuk hamil seperti yang pernah dihebohkan dalam media setahun lalu.

Menurut saya, hal ini terlalu kompleks untuk dapat saya pahami. Kemajuan teknologi menjadi terlalu canggih sehingga seseorang bisa dengan begitu saja memutuskan untuk bolak-balik menjadi pria atau wanita, tergantung kapan mereka membutuhkannya.

 

Ilustrasi/Foto: The Day.co.uk

 

Pandangan sebagai seorang Katolik

Sikap Gereja Katolik terhadap kaum pencinta sesama jenis sebenarnya cukup jelas termaktub dalam Alkitab, baik Perjanjian Baru maupun Perjanjian Lama. Hubungan homoseksualitas dinyatakan sebagai dosa. Tidak ada dualisme mengenai hal ini.

Namun, bukan hanya homoseksualitas saja yang dinyatakan sebagai dosa. Banyak dosa lain yang juga ditentang sama kerasnya oleh Alkitab seperti dinyatakan dalam Galatia 5:19: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora, dan sebagainya.

Hal ini menurut saya yang mungkin mendasari pernyataan Gereja Katolik yang akhir-akhir dianggap sebagai ‘melunak’. Pernyataan Paus Fransiskus yang paling sering dikutip mengenai pandangannya mengenai kaum LGBT adalah: “Jika mereka menerima Tuhan dan memiliki kehendak yang baik, siapakah saya untuk menghakimi mereka?”

Ya betul. Siapakah kita sehingga bisa menghakimi mereka? Kita pun memiliki ‘dosa-dosa’ yang sama banyaknya dengan kaum homoseksual. Jika kita memandang pada sains, ada kemungkinan walaupun tidak 100 persen bahwa perilaku pecinta sesama jenis merupakan pengaruh dari genetik. Lalu, apakah kita bisa menyalahkan orientasi seksual seseorang?

Perilaku harus dibedakan dengan orientasi seksual. Menurut penulis, kecenderungan orientasi seksual tidak bisa disalahkan karena bisa jadi bukan merupakan kehendak pribadi. Tetapi, perilaku ketika dorongan seksual tersebut kemudian dinyatakan secara fisik dapat digolongkan sebagai dosa, sebagaimana layaknya perzinahan di kalangan kaum heteroseksual.

Bagaimana kita menghadapi teman atau keluarga yang memiliki orientasi LGBT? Penulis berusaha mengingat hukum utama dan terutama menurut Yesus Kristus: ”Kasihilah Tuhan dan sesamamu manusia.” Kita bisa tidak menyetujui perbuatannya, tetapi tidak berarti bahwa kita berhak untuk melakukan persekusi atas kaum LGBT.

Seperti dikatakan oleh Paus Fransiskus: ”Mereka adalah anak-anak Tuhan.” Pemahaman saya akan pernyataan Paus bahwa kita sebagai sesama manusia harus mengasihi, walaupun kita berbeda. Karena begitulah inti Katolisitas: universalitas dan cinta kasih.

Jenny Susanto, Penulis tinggal di Jakarta

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Leave A Reply

Your email address will not be published.