Paus Izinkan Imam Berkati Pasangan Sesama Jenis, Benarkah?

Apakah Paus Fransiskus telah mengubah doktrin Gereja Katolik tentang pernikahan?

1 270

Katolikana.com—Baru-baru ini, ramai dikabarkan bahwa Paus Fransiskus telah mengeluarkan pernyataan yang pada intinya mengizinkan imam Katolik untuk memberikan pemberkatan kepada pasangan sesama jenis. 

Banyak orang menjadi bertanya-tanya mengenai kebenaran berita tersebut. Apakah Gereja Katolik sekarang menerima pernikahan sesama jenis? Apakah doktrin pernikahan Katolik sudah berubah? Apakah Paus Fransiskus telah mengambil sikap terlalu progresif?

Untuk menjawab segala tanda tanya tersebut, ada baiknya untuk melihat kembali apa yang dinyatakan oleh Dikasteri Ajaran Iman (dulu Kongregasi Ajaran Iman) dalam Deklarasi Fiducia Supplicans tentang Makna Pastoral Pemberkatan, dan disetujui oleh Paus Fransiskus.

Sebab dokumen ini lah yang menjadi sumber segala keramaian tersebut.

Deklarasi Fiducia Supplicans

 

Fiducia Supplicans

Fiducia Supplicans mengeksplorasi pemberkatan menjadi dua kategori. Pertama, pemberkatan yang bersifat ritual dan liturgis. Kedua, pemberkatan yang spontan yang lebih mirip dengan tanda-tanda devosi populer.

Dalam kategori kedua inilah sekarang ada pertimbangan mengenai kemungkinan untuk menyambut mereka yang sekiranya tidak hidup sesuai dengan norma-norma doktrin moral Kristiani namun dengan rendah hati meminta untuk diberkati.

Dokumen Fiducia Supplicans dimulai dengan pendahuluan dari Prefek Kardinal Victor Manuel Fernandez. Kardinal Fernandez menjelaskan bahwa dokumen tersebut mempertimbangkan makna pastoral dari pemberkatan dan memungkinkan “perluasan dan pengayaan pemahaman klasik” melalui refleksi teologis “berdasarkan visi pastoral Paus Fransiskus.”

Ini adalah refleksi yang “menyiratkan perkembangan nyata dari apa yang telah dikatakan tentang pemberkatan selama ini”.

Dokumen ini menciptakan pula pemahaman baru tentang kemungkinan untuk “memberkati pasangan dalam situasi ‘tidak biasa’ dan pasangan sesama jenis, tanpa secara resmi mengesahkan status mereka, atau mengubah ajaran abadi Gereja tentang pernikahan dengan cara apa pun.”

 

Bukan Sakramen/Pemberkatan Pernikahan

Bagian pertama menjelaskan bahwa pemberkatan ini tidaklah sama dengan upacara dan doa di dalam sakramen pernikahan. Deklarasi tersebut secara gamblang menghindari implikasi bahwa “sesuatu yang bukan perkawinan lantas diakui sebagai perkawinan.” 

Pernyataan tersebut menegaskan kembali bahwa menurut doktrin Katolik hanya hubungan seksual antara seorang pria dan seorang wanita dalam konteks pernikahan yang bisa dianggap sah.

Bagian kedua dari Fiducia Supplicans menganalisis makna berbagai pemberkatan, yang penerimanya bisa merupakan manusia, sarana doa, tempat ziarah, dan tempat kehidupan.

Perlu diingat bahwa dari sudut pandang liturgis, pemberkatan mensyaratkan bahwa apa yang diberkati “menyesuaikan diri dengan kehendak Allah, sebagaimana diungkapkan dalam ajaran Gereja.”

“Ketika suatu pemberkatan dimohonkan dalam hubungan antarmanusia tertentu melalui ritus liturgi khusus, apa yang diberkati harus sesuai dengan rancangan Tuhan yang tertulis dalam ciptaan.” Oleh karena itu, Gereja tidak mempunyai kuasa untuk memberikan pemberkatan liturgis kepada pasangan tidak sah atau pasangan sesama jenis.

 

Berkat untuk Semua Orang

Setelah menganalisis makna pemberkatan yang tercantum dalam Kitab Suci, Fiducia Supplicans menawarkan sebuah pemahaman teologis-pastoral. Mereka yang meminta pemberkatan harus menunjukkan diri mereka “membutuhkan kehadiran Tuhan yang menyelamatkan” dalam hidup mereka dengan mengungkapkan “permohonan bantuan Tuhan, permohonan untuk hidup lebih baik”.

Permintaan ini hendaknya diterima dan dihargai “di luar kerangka liturgis” ketika ditemukan “dalam ranah spontanitas dan kebebasan yang lebih besar”.

Jika dilihat dari sudut pandang kesalehan masyarakat, pemberkatan harus dinilai sebagai tindakan pengabdian seorang imam. Mereka yang meminta berkat tidak harus memiliki kesempurnaan moral terlebih dahulu. Demikian catatan yang tercantum dalam dokumen tersebut.

Maka, bentuk pemberkatan semacam ini “dipersembahkan kepada semua orang tanpa memerlukan prasyarat apa pun”. Tujuan utamanya adalah untuk membantu orang-orang merasa bahwa mereka masih diberkati meskipun mereka melakukan kesalahan.

Selain itu, pemberkatan ini juga meyakinkan orang-orang bahwa “Bapa surgawi terus menghendaki kebaikan mereka dan berharap bahwa mereka pada akhirnya akan membuka diri terhadap kebaikan”.

Ada beberapa kejadian ketika orang secara spontan meminta berkat kepada imam, baik saat berziarah, di tempat suci, atau bahkan di jalan ketika mereka bertemu dengan seorang imam. Sehingga berkat spontan seperti ini “dimaksudkan untuk semua orang; tidak seorang pun boleh dikecualikan darinya”.

Meskipun tidak tepat untuk menetapkan “prosedur atau ritual” untuk kasus-kasus seperti itu, imam tertahbis dapat ikut serta dalam doa orang-orang yang meskipun “terikat dalam persatuan yang tidak dapat dibandingkan dengan perkawinan”, tetapi ingin mempercayakan diri mereka kepada Tuhan dan rahmat-Nya, untuk memohon bantuan-Nya, dan untuk dibimbing menuju pemahaman yang lebih besar tentang rencana cinta dan kebenaran-Nya.

Istana Kantor Suci (Palazzo del Santo Uffizio), kantor pusat Dikasteri Ajaran Iman. (Sumber: Vatican News)

 

Tanda Kehadiran Roh Kudus

Bagian ketiga dari Fiducia Supplicans kemudian membuka kemungkinan pemberkatan ini mewakili sebuah tanda bagi mereka yang mengakui dirinya papa dan membutuhkan bantuan-Nya, tetapi bukan untuk mencari legitimasi atas ‘status’ mereka.

Pemberkatan ini lebih dimaksudkan sebagai pertanda untuk mereka yang memohon agar semua hal yang benar, baik, dan sah secara manusiawi dalam kehidupan dan hubungan mereka dapat diperkaya, dibudidayakan, dan ditinggikan oleh kehadiran Roh Kudus.

Maka pemberkatan ini tidak serta merta menjadi norma, namun dipercayakan sebagai “penegasan praktis dalam keadaan tertentu”.

Sehingga, meskipun kelak imam tertahbis dapat saja memberi berkat kepada individu yang merupakan pasangan sesama jenis. Namun, imam tersebut tidak memberkati persatuan mereka dalam ikatan pernikahan.

Apa yang diberkati oleh imam adalah hal-hal baik yang ada di dalam hubungan antara kedua individu tersebut. Misalnya, imam dapat memberkati agar individu tersebut mendapatkan kedamaian, kesehatan, semangat kesabaran, dialog, dan gotong royong. Imam juga dapat memohonkan cahaya dan kekuatan Tuhan agar mereka mampu mewujudkan kehendak-Nya secara utuh.

Untuk menghindari “segala bentuk kebingungan atau skandal,” ketika pasangan dalam situasi “tidak biasa” atau pasangan sesama jenis meminta berkat, imam harus memastikan pemberkatan itu tidak boleh diberikan bersamaan dengan upacara persatuan sipil, dan kegiatan apapun yang berhubungan dengan upacara tersebut.

Imam juga tidak dapat melakukan pemberkatan tersebut dengan busana, gerak tubuh, atau kata-kata apa pun yang umumnya ada untuk sebuah pernikahan.

Pemberkatan semacam ini mungkin dapat disetarakan/ditemukan dalam konteks lain, seperti kunjungan ke tempat suci, pertemuan dengan imam, pembacaan doa kelompok, atau ziarah.

Sebagai kesimpulan, bagian keempat Fiducia Supplicans mengingatkan bahwa “bahkan ketika hubungan seseorang dengan Tuhan dikaburkan oleh dosa, dia selalu dapat meminta berkat, mengulurkan tangannya kepada Tuhan” dan menginginkan berkat yang “mungkin dapat menjadi kebaikan dalam beberapa situasi”.

 

Sumber: Vatican News | Vatican Press

Kontributor Katolikana.com di Jakarta. Alumnus Fisipol Universitas Gadjah Mada. Peneliti isu-isu sosial budaya dan urbanisme. Bisa disapa via Twitter @ageng_yudha

1 Comment
  1. Wahana says

    Doakan saja pemimpin kita , supaya tidak salah dalam mengambil keputusan.Amin

Leave A Reply

Your email address will not be published.