Katolikana.com – Perayaan natal adalah perayaan yang idealnya indah bagi semua orang. Setiap orang sebenarnya juga ingin selalu mendapatkan sukacita itu dari perayaan Natal. Lauda Sion, sebagai Koor atau Paduan Suara di Paroki Santa Maria A Fatima Pekanbaru, mencoba terlibat untuk berbagi sukacita.
Ditugaskan untuk beberapa tugas perayaan natal, semua persiapan dilakukan termasuk konfirmasi siapa saja yang bisa untuk ikut tugas natal tersebut. Mengingat beberapa anggota koor ini adalah perantau dan kemungkinan pulang ke kampung halaman, maka konfirmasi sangat perlu dilakukan. Di samping itu, ada beberapa anggota koor Lauda Sion yang justru sedang merantau di kota lain, namun memastikan untuk bisa hadir di tugas-tugas natal nanti.
Sesampai di perayaan Natal, misa dilakukan dengan khidmat. Gereja Santa Maria Pekanbaru, sampai harus melakukan misa malam Natal dua kali untuk mengakomodasi jumlah umat yang sangat banyak. Semakin banyak perantau beragama Katolik yang bekerja di kota Pekanbaru serta kembalinya orang-orang dari luar kota untuk pulang, menunjukkan sedikit banyaknya pertumbuhan umat Katolik di Tanah Zapin Melayu.
Lauda Sion adalah representasi keadaan itu. Anggota terus bertambah, banyak perantau dari luar kota, dan tetap memiliki anggota yang sudah merantau ke kota lain. Di tugas-tugas Natal, semua dipertemukan dalam pelayanan. Kali ini, selama tiga hari berturut-turut, Lauda Sion melakukan pelayanan di tiga tempat berbeda sejak tanggal 24 Desember.
Ada dua gambaran tentang representatif ini, pertama, anggota yang bukan asli dari Pekanbaru, hanya bisa sampai malam Natal saja, karena mereka harus balik ke kampung halaman keesokan harinya. Sedangkan yang kedua, yang berkampung halaman di Pekanbaru dan baru saja balik, baru bisa ikut di tanggal 26 Desember terakhir.
Chiara Ajeng, perempuan yang sedang berkuliah di Universitas Atmajaya Yogyakarta, menyempatkan ikut pelayanan bersama Lauda Sion sesampainya di Pekanbaru. Ketika ditanya kenapa masih mau ikut tugas , ia mengatakan, “Saya tidak ada terasa terbesit rasa lelah, justru seperti recharge bagi saya setelah hiruk pikuk selama di Jogja. Terutama dapat berjumpa dengan teman-teman yang ada di Lauda Sion. Saya juga rindu untuk bertugas paduan suara Gereja karena selama di Jogja jarang sekali.”
Selain itu, kecintaan melayani itu juga terlihat dari mereka yang justru kebetulan berkuliah di Pekanbaru dan termasuk golongan kelompok yang merantau. Joshua, Mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Riau, mangatakan ingin merasakan melayani Natalan pertama kali di tempat perantauannya dan bersama teman-temannya di Lauda Sion.
Ketika ditanya apakah tidak rindu dengan keluarga? “Tentu saja, selama di sini, saya masih rindu dengan orang tua, namun orangtua tetap mengabari saya dan menanyakan kabar saya, yang kadang-kadang bercanda, udah lupa rumahkah?”
Josevin, yang merantau dan bekerja di salah satu rumah sakit di Pekanbaru, memiliki sudut pandang menarik terkait alasannya ikut. Ia menjawab, “Alasan utamanya karna ya emang cuti juga belum diacc di tanggal 24 Desember jadi lebih baik ikut merayakan natal bersama teman teman. Karna pada natal tahun sebelumnya itu merayakan natal sendiri jadi kayak ngerasa sendirian aja gitu.”
Jawaban tersebut menjadi menarik, karena seperti di paragraf awal, Lauda Sion terlibat dalam berbagi sukacita. Keinginan untuk membuka anggota baru di pertengahan tahun, menjadi peluang-peluang bagi mereka yang perantauan untuk tetap merasakan sukacita Natal di akhir tahun, meskipun harus jauh dari keluarga.
Mengingat misa dilakukan dua kali, Lauda Sion mendapatkan jadwal tugas di misa kedua malam natal yang dilakukan di jam sembilan malam. Atas tanggung jawab tersebut, koor Lauda Sion berlatih dengan sungguh-sungguh dan ingin memastikan bahwa pelayanan memandu lagu ini, membuat misa tetap khidmat dan bukan membuat kantuk pada umat.

Lagu-lagu yang dinyanyikan adalah lagu yang bernuansa Natal, namun tetap sesuai dengan aturan nyanyian liturgi. Di akhir, lagu yang dipilih berasal dari salah satu film Natal paling populer, yaitu Home Alone dengan judul somewhere with my memory. Lagu ini rasanya pas untuk mengiringi umat yang sudah mulai foto-foto di depan pohon Natal.
Perayaan dilanjutkan hingga tanggal 25 dan 26 Desember 2024 di lokasi yang berbeda. Berbagai lagu lainnya dimainkan untuk merayakan, memuji Tuhan dan menghibur banyak orang. Sebelumnya, Gereja-Gereja Katolik di Pekanbaru selalu memiliki paduan suara anak muda Katolik yang berkualitas dan penuh ketulusan dalam melayani Gereja. Kecintaan dalam melayani Gereja ini terus tumbuh lewat generasi selanjutnya, koor Lauda Sion.
Berbincang dengan konduktor Lauda Sion, Ridhonius Munthe, ia menjelaskan misi Lauda Sion dalam melayani di Gereja. “Dalam melayani di Gereja, Lauda Sion memilik beberapa misi, seperti memandu lagu-lagu yang dinyanyikan dalam perayaan Ekaristi, tapi tetap memperhatikan keterlibatan umat. Lagu-lagu yang dibawakan adalah lagu-lagu yang juga bisa dinyanyikan oleh umat, kecuali satu lagu saat komuni.”
“Lauda Sion juga berupaya mempertahankan kekhasan dalam Gereja Katolik dengan membawakan satu lagu berbahasa latin dalam perayaan Ekaristi. Saat bertugas sebagai pemandu lagu di gereja, Lauda Sion berusaha memberikan yang terbaik dalam pelayanan, agar dapat menarik minat anak muda untuk tertarik dalam pelayanan di gereja,” kata Ridhonius Munthe.
Misi-misi ini menjadi menarik ketika ini keluar dari sekelompok orang muda Katolik generasi sekarang. Pasalnya, sangat jarang saat ini orang muda katolik menyampaikan kepeduliannya pada hal-hal yang berbau liturgis Gereja, seperti menyanyikan lagu-lagu dengan bahasa resmi Gereja (latin), memandu umat, serta mengajak orang muda lebih banyak lagi untuk melayani.
Ketika orang-orang muda di luar sana berpikir keras bagaimana caranya relevan untuk membawa banyak orang, Lauda Sion, justru percaya bahwa meniatkan segala pelayanan pada Gereja Kristus, justru cara terbaik meraih banyak jiwa untuk melayani. Cinta pada Gereja, justru memberi sukacita pada yang merantau dan menjadi tempat pulang terbaik bagi yang ingin merasakan rumah.
Kontributor: Pran Mario Simanjuntak, Penulis
Editor: Basilius Triharyanto

Jurnalis dan editor. Separuh perjalanan hidupnya menjadi penulis. Menghidupkan kata, menghidupkan kemanusiaan.