Romo Paulus Supriya Pr: Gereja tidak Melarang Kremasi

Yang paling dianjurkan oleh Gereja adalah dengan mengebumikan jenazah.

0 1,400

Banyak alasan orang memilih untuk mengkremasi jenazah sanak saudara atau bahkan meminta sendiri agar jenazahnya dikremasi. Lantas, bagaimana pandangan Gereja Katolik tentang kremasi?

Menurut Romo Paulus Supriya Pr, Pastor Paroki Gereja Pugeran Yogyakarta, dalam Kanon atau hukum Gereja terdapat sebuah revisi tentang kremasi.

“Pada tahun 1917 Gereja melarang kremasi. Tujuan Gereja melarang kremasi karena praktek-praktek dari para kafir dan freemasons yang mengkremasi orang yang meninggal,” ujar Romo Supriya.

Maka, bagi yang mengkremasikan tubuh orang yang meninggal dikhawatirkan mengikuti jejak para kafir dan freemasons, yang tidak percaya akan kebangkitan badan.

“Pada revisi hukum Gereja, dalam Kitab Hukum Kanonik 1983, kremasi diijinkan sejauh tidak bertentangan dengan iman Katolik. Namun tetap disarankan sebisa mungkin umat beriman tidak mengkremasikan jenazahnya jika tidak sungguh-sungguh perlu,” jelas Romo Supriya.

Kontributor Katolika.com Wimba Prastya (kiri) dan Romo Paulus Supriya Pr

Kremasi Bisa Dilakukan

Romo Supriya menambahkan, kremasi bisa dilakukan sejauh tidak berlawanan dengan dogma kristiani atau bukan karena hal kebencian terhadap Gereja dan agama Katolik.

“Pada dasarnya kremasi atau penguburan jenazah merupakan cara kita menghormati jenazah. Sebab di dalam jenazah pernah menjadi rumah dari roh kudus yang harus kita hormati dan sangat berharga. Jika terpaksa harus kremasi, sebaiknya abu tidak disebar ke laut, melainkan disimpan di dalam columbarium,” papar Romo Supriya.

Dalam agama Katolik terdapat perintah bahwa abu tidak boleh disebar ke laut, namun harus diletakkan ke dalam wadah atau kendi dan ditenggelamkan ke dasar laut.

Mengutip Kanon nomor 1176 paragraf 3, Romo Supriya  mengatakan Gereja menganjurkan dengan sangat agar kebiasaan saleh untuk mengebumikan jenazah tetap dipertahankan.

“Namun, Gereja tidak melarang kremasi, kecuali cara tersebut dipilih demi alasan-alasan yang bertentangan dengan ajaran Kristiani.  Jadi yang paling dianjurkan oleh Gereja adalah dengan mengebumikan jenazah” ungkap Romo Supriya.

Menurutnya, jika kremasi menjadi satu-satunya cara untuk menghormati jenazah, hendaknya keluarga memperhatikan ketentuan pastoral yang ditetapkan dan kremasi itu dilakukan setelah ritus pemakaman Gerejawi dilakukan.

Romo Supriya berharap, ajaran Gereja tentang tubuh manusia dan ajaran Gereja untuk menguburkan jenazah hendaknya tetap menjadi bagian katekese bagi semua umat beriman dan para pastor tetap berusaha untuk mempertahankan ajaran ini.

“Penghormatan terakhir pada jenazah sudah layak dan sepantasnya dilakukan. Gereja tak mempermasalahkan kremasi selama kita tahu bagaimana caranya memberikan penghormatan terakhir terhadap jenazah tersebut,” kata Romo Supriya.

Menurutnya, setiap jenazah atau abu kremasi hendaknya kita perlakukan dengan hormat. Bahkan abu kremasi harus ditempatkan di tempat yang layak sesuai dengan hukum Gereja.

Bukan Karena Keterbasan Lahan Pemakaman

Menurut Romo Supriya, kremasi bukan menjadi alasan atas keterbasan lahan pemakaman. “Bagaimanapun juga sesempit-sempitnya lahan, akan selalu tersedia ruang di bumi ini untuk menguburkan jenazah dengan layak,” ujarnya.

Dia menambahkan, “Sampai kapan pun kami akan mempertahankan tradisi pemakaman, tidak lalu akan diganti, dengan alasan apapun,” tandas Romo Supriya.

Kebangkitan badan menjadi tujuan akhir bagi orang Katolik. “Kami semua percaya bahwa pada akhirnya semua yang dikremasi atau dikubur akan mengalami kebangkitan badan,” tutup Romo Supriya. []

Kontributor: Wimba Prastya, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Podcast: Wawancara dengan Romo Paulus Supriya Pr

Yohanes Widodo alias masboi. Guru jurnalisme di Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Ayah dua puteri: Anjelie dan Anjani. Bisa dihubungi melalui fb.com/masboi, Twitter @masboi, atau IG @idmasboi.

Leave A Reply

Your email address will not be published.