Biarawati Amerika Ini Wujudkan Investasi Ramah Lingkungan

Kaum religius perempuan Amerika Serikat berjuang melawan perusahaan besar demi keselamatan lingkungan.

0 159

Para biarawati di Amerika Serikat terus mendesak berbagai perusahaan di negeri Paman Sam itu, agar bertanggung jawab terhadap berbagai masalah sosial, seperti hak-hak pekerja dan masalah lingkungan hidup, yang ditimbulkan oleh industri.

Tahun 2006 The New Capitalists mencatat bahwa tahun 2002 para biarawati dan para pemegang saham (shareholders) membentuk sebuah koalisi yang bernama Northwest Coalition for Responsible Investment.

Para biarawati dan para  pemegang saham, yang tergabung dalam koalisi, mengajukan resolusi pemegang saham dengan perusahaan General Electric.

Koalisi mendesak General Electric agar melaporkan emisi gas rumah kaca dan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengurangi perubahan iklim. Setelah mengajukan resolusi, para biarawati kembali bekerja seperti biasa sesuai panggilan religiusnya.

Tahun 2005, General Electrics (GE) meluncurkan program “Ecomagination”, yang berfokus pada efisiensi energi sebagai misi utama dalam bisnisnya.

GE melaporkan selama 12 tahun pertama pelaksanaan program itu, perusahaan telah menginvestasikan 20 miliar USD untuk penelitian dan pengembangan. Hasil yang diperoleh adalah pendapatan baru sebesar 270 miliar USD. Perolehan itu juga telah mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 18 persen dan pengurangan pengggunaan air tawar untuk proses manufaktur sebesar 29 persen.

Menanggapi hal yang telah dilakukan General Electrics, Koordinator Northwest Coalition for Responsible Investment, Sr. Judy Biron, mengatakan, “Mereka tidak pernah memberi tahu kami!”

Meskipun demikian, perjuangan para biawarati telah menunjukkan hasil yang mencengangkan. Perjuangan yang demikian, tampak juga ketika para suster memaksa perusahaan Exxon Mobil, untuk menganalisis perubahan iklim dan berupaya mengatasi perubahan iklim yang merupakan resiko bisnisnya.

Para suster juga berdialog dengan para eksekutif dari Dick’s Sporting Goods. Dialog itu berhasil memaksa perusahaan tersebut, pada Februari 2018, mengumumkan penghentian penjualan senapan serbu dan menaikkan usia minimum pembelian senjata api menjadi 21 tahun. Pada 9 Mei 2018, pemegang saham pabrik senjata Sturm Ruger memutuskan untuk meminta perusahaan melaporkan upaya perusahaan meningkatkan keamanan senjata.

Menanggapi keberhasilan para suster mendesak berbagai perusahaan di Amerika, Sr. Byron–yang bekerja sama dengan Collen Scanlon dari Catholic Health Initiatives yang menginisiasi gerakan investasi sehat–mengatakan bahwa para eksekutif di berbagai perusahaan kerap kali menolak pembahasan masalah tersebut. Hal itu tampak dari dari resolusi pemegang saham, yang berakhir dengan 69 persen suara.

Dalam wawancara dengan koresponden Global Sisters Report-A project of National Catholic Reporter Dan Stockman, Sr. Byron menegaskan bahwa keberhasilan seperti ini jarang terjadi, terutama dengan 69 persen suara. Resolusi mengenai lingkungan, perubahan iklim, dan air, bisa mendapat dukungan sampai 30 persen suara. Tetapi resolusi sosial lebih sulit, meskipun ada perubahan.

“Kemenangan bagi kami bukan pada prosentase suara. Tetapi pada apakah perusahaan mendengarkan desakan kami dan akan mengubah kebijakan dan praktik bisnisnya atau tidak?” tegasnya.

Sr. Byron yang sudah 20 tahun bergabung dalam Northwest Coalition for Responsible Investment melihat ada perubahan dari resolusi ke dialog.

“Sering kali, kita hanya bisa memanggil dan memulai dialog. Tetapi ketika kami menulis surat ke perusahaan produsen, seperti produsen senjata api, dan mereka tidak membalas surat kami, maka kami harus mengajukan resolusi,” aku Sr. Byron.

Ada masa tertentu ketika perusahaan-perusahaan takut untuk mengambil keputusan atau menentang. Terhadap hal ini, Sr. Byron mengatakan jika perusahaan-perusahaan tidak menanggapi konsumen dan pemegang saham, mereka tidak bisa melanjutkan bisnisnya. Resiko yang mereka tanggung adalah konsumen tidak membeli produk mereka.

Persoalan senjata api

Berkaitan dengan kekerasan yang menggunakan senjata api, Sr. Byron mengakui hal tersebut merupakan perkara yang rumit dan tidak bisa didiamkan saja. Dua tahun lalu, sekelompok dari koalisi memutuskan untuk mengatasi kekerasan senjata.

“Kami mengajukan resolusi dengan Sturm Ruger dan American Outdoor Brands, pembuat senjata Smith & Wesson] pada Januari 2018 dan tidak mengumumkannya ke publik.”

Selang beberapa waktu kemudian, terjadi penembakan di sekolah di Parkland, Florida pada 14 Februari 2018. Kejadian itu mendorong perusahaan senjata api Dick’s Sporting Goods mengumumkan keputusannya.

Koalisi, yang di dalamnya para suster tergabung, seperti yang diakui oleh Sr. Byron, akan terus berusaha berdialog dengan berbagai pihak terkait persoalan senjata api.

“Kami akan berdialog dengan produsen senjata, seperti Dick’s Sporting Goods dan lembaga keuangan yang membiayai industri senjata api, dan perusahaan yang memiliki hubungan dengan National Rifle Association. Kami tidak mengatakan “tidak ada senjata” atau “merampas senjata orang-orang.” Kami ingin senjata yang aman,” ucap Sr. Byron.

Editor Katolikana.com, esais, dan dosen di Universitas Pelita Harapan, Tangerang

Leave A Reply

Your email address will not be published.