
Katolikana.com—Bulan Mei 2024 menjadi momen berat ketika saya didiagnosis menderita Demam Berdarah Dengue (DBD). Awalnya, suster asrama merawat saya di biara sesuai anjuran dokter karena kondisi saya masih stabil. Namun, dalam hitungan hari, kondisi saya memburuk hingga akhirnya harus dirawat inap di Rumah Sakit Panti Rahayu Wonosari, cabang dari RS Panti Rapih Yogyakarta.
Sepekan penuh saya menjalani perawatan di rumah sakit tersebut. Selama masa itu, saya merasakan kasih yang begitu nyata, terutama dari para suster di asrama. Bahkan, seorang suster yang sudah lanjut usia rela menginap di rumah sakit untuk menjaga saya. Tak hanya mereka, beberapa teman asrama juga turut berjaga secara bergantian.
Mereka dengan sabar menyuapi saya yang kesulitan menelan makanan karena semua terasa hambar.
Saya mengalami sakit, ketika pimpinan asrama, Sr Gabriella OP hendak pindah tugas ke Nusa Tenggara Timur (NTT). Pada saat yang sama, Sr. Sesilia OP mulai menggantikan tugas sebagai pimpinan asrama.
Baca juga:
- Asrama Bagai Bahtera Kehidupan
- Kisah Anak Asrama: Akses Gadget yang Terbatas
- Sharing Anak Asrama: Hidup Doa, Belajar, dan Kerja dalam Harmoni
Kebaikan yang Menguatkan
Perhatian tidak hanya datang dari lingkungan asrama. Beberapa warga di sekitar asrama, termasuk ketua lingkungan, turut membantu dengan mencarikan ramuan herbal dan jus jambu untuk mempercepat proses penyembuhan. Tindakan-tindakan sederhana ini begitu berarti, mengingat saya sedang berjuang dengan kondisi tubuh yang semakin lemah.
Komunikasi dengan keluarga di Kalimantan juga terjalin erat. Orang tua yang jauh tetap memantau kondisi saya melalui suster asrama. Di tengah kekhawatiran, mereka terus memberikan dukungan melalui panggilan video yang penuh semangat.
Namun, kondisi kesehatan saya sempat membuat semua orang was-was. Trombosit saya turun drastis hingga 13.000 per mikroliter darah, jauh di bawah batas normal 150.000-400.000. Kekhawatiran akan kemungkinan transfusi darah membuat saya dan keluarga merasa cemas. Untungnya, perawatan intensif yang dilakukan pihak rumah sakit dan perhatian dari para suster membawa kondisi saya perlahan membaik.
Sungguh, mengalami sakit dan harus opname, tidaklah enak. Tidak menyenangkan, apalagi dalam kondisi jauh dari orang tua. Makanan sulit masuk karena saya mual-mual dan muntah, karena komplikasi dengan insfeksi sistem pernafasan akut (ISPA). Makanan dan minuman yang disuapkan, selalu hampir dimuntahkan dengan sendirinya.
Saya sempat frustrasi dalam kondisi ini. Ayah, ibu, dan adik melakukan video call untuk menyemangati saya dari jauh.
Rupa-rupanya pada bulan tersebut, DBD sedang mewabah di Yogyakarta. Berita-berita media menyebutkan, banyak orang dirawat di rumah sakit karena wabah ini.

Pelajaran Berharga
Mengalami sakit parah jauh dari keluarga bukanlah hal yang mudah. Namun, dari pengalaman ini, saya belajar bahwa Tuhan selalu mengirimkan orang-orang baik di saat yang tepat. Kebaikan mereka menjadi wujud nyata kasih Tuhan yang menguatkan di saat-saat sulit.
Pengalaman ini juga membuka mata saya untuk lebih menghargai peran orang tua, guru, dan para suster di asrama. Mereka bukan sekadar pembimbing, melainkan keluarga yang diutus Tuhan untuk menemani saya dalam suka dan duka.
Pengalaman iman ini menuntun saya untuk makin membenahi diri. Di mana saya berada, di situlah keluarga saya. Suster adalah ibu saya, guru-guru adalah orang tua saya,dan rekan-rekan seasrama adalah saudari-saudari saya.
Dalam momen refleksi ini, saya teringat perikop Amsal 17:22: “Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang.” Ada pula kutipan favorit ayah saya dari Filipi 4:13: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” Ayat-ayat ini menjadi kekuatan spiritual yang menenangkan di tengah penderitaan.
Saya bersyukur orang tua membekali saya Kartu BPJS Kesehatan sehingga saya bisa dirawat di rumah sakit swasta yang menerima pasien BPJS. Saya sempat khawatir dengan biaya, mengingat fasilitas dan ruangan terbilang keren, dan orang tua bakal mengeluarkan banyak biaya. Puji Tuhan, lagi-lagi ini harus disyukuri.
Ketika hidup jauh dari orang tua, mungkin yang terbayang adalah jauh dari omelan, kemarahan, atau teguran dari mereka. Bebas? Mungkin itu yang diinginkan.
Ketika jatuh sakit dan harus opname, betapa terasa ketiadaan mereka. Bersyukur, ada orang-orang baik yang Tuhan kirimkan untuk menggantikan posisi orang tua. Sekali lagi saya bersyukur, karena mendapatkan pelajaran hidup seperti ini secara langsung. Tidak sekadar dari cerita orang atau membaca buku. tetapi benar-benar dari pengalaman sendiri.
Rasa terima kasih saya kepada orang-orang baik, rasanya tidak terbalaskan, selain dengan selalu membawa mereka dalam doa pribadi. Mukjizat itu nyata, dan saya sudah mengalaminya.
Saya merasakan kekuatan Injil di saat sakit. Perikop-perikop itu turut memberi kekuatan, penghiburan, dan rasa lega. Perasan ini membimbing saya hingga mencapai kepulihan, dan bisa beraktivitas kembali secara normal.
Rasa Syukur dan Harapan
Setelah menjalani perawatan, saya disambut dengan sukacita ketika keluar dari rumah sakit. Para suster dan teman asrama menjemput saya dengan penuh perhatian. Ada yang mengurus administrasi, ada yang membantu mendorong kursi roda. Saya sempat tertawa dalam hati, karena rasanya seperti seorang manula. Sungguh, saya tak mau sakit seperti ini lagi!
Kini, saya merasa lebih kuat, bukan hanya secara fisik tetapi juga secara spiritual. Pengalaman ini mengajarkan bahwa dalam kesulitan, selalu ada tangan Tuhan yang terulur melalui orang-orang di sekitar kita. Kebaikan mereka tak akan pernah bisa saya balas sepenuhnya, kecuali dengan doa dan rasa syukur yang mendalam.
Tuhan hadir dalam setiap detail kehidupan kita, termasuk melalui orang-orang yang peduli dan setia menemani dalam masa sulit. Pengalaman sakit ini mengingatkan saya bahwa mukjizat bukan hanya tentang kesembuhan ajaib, tetapi juga tentang cinta, perhatian, dan kepedulian yang datang di saat yang paling dibutuhkan. (*)
Penulis: Dorothea Pane Melia, penghuni Asrama Putri “Santo Dominikus” dan pelajar SMA Dominikus Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penyuka dance, musik, dan newbie on clasical piano. Suka menulis dan membaca serta vlogging. IG: dorothea.pm

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.