RD. Yohanes Agus Sulistyo: Keluarga Katolik Jangan Sampai Mengalami Obesitas Rohani

Hari ulang tahun ke-90 Gereja Katolik Santo Yosef Mojokerto: Menumbuhkan Semangat Moderasi Beragama dalam Keluarga Katolik.

0 485

Katolikana.com—Semangat moderasi beragama akan bertumbuh dengan baik jika seluruh anggota keluarga, yaitu suami-isteri dan anak-anak, hidup saling menghormati, saling berbagi waktu untuk kebersamaan dalam keluarga.

Sebagai keluarga Katolik hendaknya hidup sesuai ajaran iman Katolik yang bersumber pada Kitab Suci (Alkitab) dan ajaran Gereja.

Hal ini disampaikan oleh RD. Yohanes Agus Sulistyo sebagai pembicara kedua pada seminar keluarga dengan tema “Menumbuhkan Semangat Moderasi Beragama dalam Keluarga Katolik” di balai paroki Gereja Katolik Santo Yosef Mojokerto, Minggu (30/4/2023).

Baca juga: Ustadz Sholehuddin: Tiga Syarat Moderasi Beragama yaitu Berilmu, Berbudi, dan Berhati-hati

Seminar dalam rangka hari ulang tahun ke-90 Gereja Katolik Santo Yosef Mojokerto ini menghadirkan nara sumber Dr. H. Sholehuddin,S.Ag, M.Pd.I dari Badan Diklat Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur dan RD. Yohanes Agus Sulistyo Ketua Komisi Hubungan antar Agama dan Keyakinan (HAK) dan  Kerasulan Awam (Kerawam) Keuskupan Surabaya.

RD. Yohanes Agus Sulistyo, Ustadz Sholehudin dan John lobo (moderator). Foto: Seksi Dokumentasi Panitia HUT Paroki

Mobil Terjebak Macet

Melalui media visual Romo Agus menghadirkan beberapa potongan gambar tentang situasi ideal keluarga Katolik dan kondisi kontras yang dihadapi oleh keluarga Katolik saat ini.

Peserta dibawa pada situasi refleksi untuk menemukan pesan atau makna yang tersirat tentang keberadaan keluarga Katolik sebagai Gereja Kecil (Ecclesia Domestica) yang sedang berjibaku melintas di tengah perjalanan bersama keluarga lainnya untuk meraih tujuan yang dicita-citakan.

Romo Agus mengibaratkan sebuah mobil yang sedang terjebak kemacetan dalam padatnya arus lalu lintas atau sedang berada di jalan yang mulus tanpa hambatan.

“Kondisi di jalanan terkadang sulit dipredikisi. Ketika berada di jalan yang mulus serasa semuanya seperti baik-baik saja. Demikian juga ketika sedang mengalami benturan dengan berbagai hambatan, serasa semuanya tidak seindah yang direncanakan,” ujar Romo Agus.

Romo Agus mengatakan, jika berhadapan dengan kondisi demikian pasangan suami istri dan anak-anak membutuhkan hidup dalam kasih yang total.

Keluarga akan menjadi gambaran nyata sebuah Gereja, sehingga tepatlah jika keluarga itu disebut sebagai Gereja kecil atau ecclesia domestica.

“Dengan menerapkan kasih seperti teladan Kristus, keluarga turut ambil bagian dalam hidup dan misi Gereja dalam membangun Kerajaan Allah,” tandas Romo Agus.

Peserta Seminar. Foto: Seksi Dokumentasi Panitia HUT Paroki

Obesitas Rohani

Dalam konteks moderasi beragama, Ketua UNIO Keuskupan Surabaya itu menegaskan bahwa keluarga Katolik sebagai ecclesia domestica jangan sampai mengalami obesitas rohani yakni menikmati berkat-berkat Tuhan hanya bagi diri sendiri dan keluarganya sendiri.

“Jadikan waktu kita menjadi bermakna dengan menghabiskan setiap detiknya bagi kebaikan sesama seperti Tuhan Yesus telah menghabiskan waktunya untuk melayani sesama,” kata Romo Agus.

Sebagai penggiat dialog lintas agama Romo Agus menekankan pentingnya keterlibatan keluarga Katolik di tengah masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan himbauan dari dokumen dan ajaran resmi gereja itu sendiri.

Menurut Romo Agus, setidaknya terdapat tiga dokumen gereja yang menekankan pentingnya keterlibatan keluarga Katolik di tengah masyarakat.

1. Lumen Gentium art. 11

Dokumen ini membahas khusus tentang Gereja Keluarga (Ecclesia Domestica).

Melalui dokumen tersebut keluarga Katolik diajak untuk merefleksikan dan memainkan perannya sebagai Nabi, Imam, dan Raja.

Sebagai Nabi, keluarga Katolik diajak untuk selalu berpegang pada kebenaran dan hidup menurut kebenaran yang telah ditetapkan oleh Kristus melalui Gereja-Nya. Keluarga Katolik juga diajak untuk turut aktif dalam setiap karya pewartaan, baik melalui katekese, kesaksian hidup, dan lain-lain.

Sebagai Imam, keluarga Katolik diajak untuk selalu berpartisipasi dalam kehidupan sakramen dan liturgi, terutama Sakramen Ekaristi dan Sakramen Tobat serta hidup kudus di tengah-tengah masyarakat yaitu mengasihi Allah dan mengasihi sesama atas dasar kasih terhadap Allah.

Sebagai Raja, keluarga Katolik diajak untuk aktif dalam karya pelayanan (diakonia), pelayanan pastoral, persaudaraan (Koinonia), dll.

2. Apostolicam Actuositatem art. 11.

Melalui dokumen tersebut keluarga Katolik diarahkan untuk menyadari eksistensinya ‘Menjadi asal-mula dan dasar masyarakat manusia’.

Refleksi dan arahan dokumen tersebut sangat jelas agar keluarga Katolik secara tekun mengimplementasikan lima tugas Gereja di tengah-tengah masyarakat, yaitu:

  • pewartaan (Kerygma),
  • kesaksian hidup (Martyria),
  • persekutuan (Koinonia),
  • pengudusan (Liturgia),
  • pelayanan (Diakonia).

3. Familiaris Consortio art. 49-50

“Mengemban misi Gereja” merupakan dokumen ketiga bagi keluarga Katolik untuk memahami akan keberadaannya sebagai  Ecclesia Domestica.

Beberapa refleksi yang bisa diambil adalah panggilan keluarga Katolik untuk ikut menghayati kehidupan dan misi Gereja serta Keluarga dipanggil untuk aktif dan bertanggung jawab dalam pengabdian kepada Gereja dan masyarakat.

Tiga aspek penting dalam satu kenyataan terkait keluarga Kristiani sebagai gereja rumah tangga antara lain: (1) sebagai persekutuan yang beriman dan mewartakan Injil, (2) sebagai persekutuan dalam dialog dengan Allah, dan (3) sebagai persekutuan dalam pengabdian kepada sesama.

Landasan Pijak Moderasi Agama

Sebagai Ketua Komisi HAK dan Kerawam Keuskupan Surabaya Romo Agus menguatkan peserta seminar agar memahami secara baik tentang himbauan dokumen Gereja Katolik terkait mengembangkan gaya hidup moderat di dalam masyarakat.

Menurut Romo Agus, setidaknya terdapat empat landasan dalam menumbuhkan semangat moderasi beragama dalam keluarga Katolik.

1. Pedoman Pastoral bagi Pengurus Lingkungan di Keuskupan Surabaya tahun 2020-2030.

“Lingkungan adalah cara hidup menggereja murid-murid Kristus dalam persekutuan teritorial berakar keluarga dengan jumlah tertentu, hidupnya berdekatan, memiliki pengurusnya sendiri, dan menghayati imannya secara mendalam melalui lima aspek hidup menggereja” (Buku ke-4 Hasil MUPAS, pasal 1).

Jika Lingkungan dan Stasi kuat, maka paroki akan tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Paroki merupakan communion of communities. Karena itu, lemahnya relasi antar warga lingkungan dan antar komunitas lingkungan, akan memengaruhi komunitas paroki. Melalui warga Lingkungan, Gereja Paroki menjadi garam dan terang bagi masyarakat.

Ada dua indikator menyangkut keterlibatan warga lingkungan yakni setiap warga Katolik diutus sebagai saksi Kristus  dengan menjadi garam dan terang bagi dunia (masyarakat) dan berjuang meresapi dan meresapkan nilai-nilai Injil bagi masyarakat.

2. Dokumen Abu Dhabi

Dokumen ini merupakan hasil Pertemuan dan kesepakatn antara Paus Fransiskus dengan Imam Besar Al Azhar, Dr. Ahmed At Tayyeb di Abu Dabi Uni Emirat Arab, 4 Februari 2019.

Imbauan dari dokumen tersebut selanjutnya direspon dengan baik oleh Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) melalui sebuah pertemuan yang bertajuk Persaudaraan Insani untuk Indonesia Damai.

3. Gaudium Et Spes art. 92

Dokumen ini mengarahkan hati kepada semua orang yang mengakui Allah, dan dalam tradisi-tradisi mereka melestarikan unsur-unsur religius dan manusiawi.

Kedua, mengupayakan dialog yang terbuka atas dorongan-dorongan Roh, serta dibimbing oleh cinta akan kebenaran.

Ketiga, karena Allah Bapa itu sumber segala sesuatu, kita semua dipanggil untuk menjadi saudara, bekerja sama tanpa kekerasan, tanpa tipu muslihat, untuk membangun dunia dalam damai yang sejati.

4. Nostra Aetate art. 2

Ajakan dokumen yang dihasilkan dalam Konsili Vatikan kedua yang berlangsung dari tahun 1962-1965 tentang menumbuhkan semangat moderasi beragama dalam keluarga Katolik antara lain.

Gereja Katolik tidak menolak apa pun yang benar dan suci di dalam agama-agama dan dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup yang tidak jarang toh memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang.

Namun Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib mewartakan Kristus, yakni “jalan, kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6).

Gereja mendorong para puteranya, supaya dengan bijaksana dan penuh kasih, melalui dialog dan kerja sama dengan para penganut agama-agama lain, sambil memberi kesaksian tentang iman serta peri hidup kristiani. (*)

Guru Pendidikan Agama Katolik di SMA Negeri 2 Kota Mojokerto. Penggagas Gerakan Katakan dengan Buku (GKdB), Anggota Pustaka Bergerak Indonesia, Pendiri Sa’o Pustaka dan beberapa Taman Baca serta pegiat literasi nasional. Lewat GKdB penulis menggerakan masyarakat baik secara pribadi maupun komunitas dalam mendonasikan buku untuk anak-anak di seluruh Indonesia. Guru Motivator Literasi (GML) tahun 2021.

Leave A Reply

Your email address will not be published.